Suatu hari di musim gugur, aku mengenakan jaketku rapat-rapat karna tetanggaku itu menyuruhku untuk ikut menemaninya. Ia memutuskan untuk membeli beberapa CD baru di toko. Pada akhirnya, ia memilih CD sedangkan aku bersembunyi di bagian vinyl.
Ia muncul ketika CD yang dipilihnya sudah out of quota.
"Wow, hati-hati dengan uangmu, tukang boros"
"Aku tidak berniat membeli semuanya" ia menghempaskan CD itu, semua-muanya, diatas sebuah meja penuh vinyl. Aku menatap miris si kasir yang memandangi kami aneh. VCDnya amat banyak, masalahnya.
"Kau suka yang mana?"
"Aku tidak suka nonton" sanggahku.
"Berarti kau bukan anak gaul"
"Terserah lah"
"Kurasa aku suka Leo D'Caprio, maksudku, semua orang lebih menyukai Brad Pitt karna dia lebih banyak mendapatkan Grammy, tapi" Jess tersenyum. Mengangkat bahunya dan berbisik, seolah ini rahasia. "Leo pernah main di Romeo-Juliet"
"Dasar cewek" lalu tawaku menggelegar. "Ada satu poin yang mengherankan"
"Apa?"
"Leonardo tidak pernah mendapatkan Grammy"--kecuali di tahun 2016, dan ketika itu belum memasuki tahun 2016.
"Mengherankan sekaligus misterius. Omong-omong soal misteri, kau suka film ini?" ia menyodorkan ke hadapanku sebuah film yang tak kuingat lagi judulnya. Aku menggeleng. Aku menggeleng untuk setiap film yang ia rekomendasikan dan itu membuatnya gemas. Aku berbuat kesalahan karna setiap aku menggeleng, ia tidak jadi membeli CD itu. Pada akhirnya, aku baru tahu bahwa ia membeli VCD untuk ditonton bersama Fitz, di rumahku. Makanya keputusanku begitu penting.
Pada akhirnya kami berdua bertengkar cuman gara-gara itu. Seperti pasangan tua yang sudah lama menikah, bosan melihat wajah satu sama lain. Ia berteriak padaku seperti komando Perang Dunia II, dan aku berhasil mendecitkan kata 'Ya' untuk satu film sehingga aku tidak terlalu dicap bersalah.
Tapi kejadian itu bagai angin lalu, karna aku sibuk mempersiapkan diri untuk kuliah dan ia juga. Ada dua universitas yang menjadi kandidatku waktu itu: Juiliard dan Royal Academy. Dua-duanya sekolah musik, tapi tempatnya berbeda. Satu benua dan ujung benua lain. London dan New York.
"Dad dipanggil bekerja ke New York. Ia bisa menerimanya ataupun tidak. Kalau kau mau kuliah di Juiliard, Dad akan menerima pekerjaan itu, dan kita susul William ke Amerika" Mom berkata, melipat tangannya di depan dada.
Aku diam saja. Meninggalkan London rasanya sedikit sulit. Dan waktu itu, aku baru sadar bahwa aku agak jatuh cinta dengan Jess. Gerakan implisit dan cara bicaranya membuatku terbayang-bayang. Jauh dari London dalam kata lain jauh darinya. Maka aku lebih memilih Royal Academy daripada apapun.
"Keputusan ada di tanganmu, Nak. Kita bisa memilih sekolah yang bagus juga untuk Fitz disana. Mungkin dengan hal-hal yang lebih berbau sejarah dan politik" Dad tidak menyebut Jerman secara langsung, tapi aku tahu yang dimaksud dengan sejarah-dan-politik adalah Jerman.
Aku memberitahu Jess. Ia tak berkutik terlalu banyak, hanya mengangguk-angguk ringan sehingga aku agak kecewa. Aku ingin melihat ia merasa kehilangan dan itu menandakan bahwa aku diperhitungkan. Lebih jelasnya lagi: aku ingin ia merasakan hal yang sama. Hal yang membuatku tertahan meninggalkan rumahku yang sekarang. Tapi aku tahu bakal dibunuh cewek galak ini kalau tahu konspirasi antara aku dan hatiku.
Ketidakpeduliannya. Itu tanda yang cukup lantang. Rupanya aku sedang menutup telinga.
-----
Aku di King's, tidak memesan apapun, hanya berusaha berdamai dengan hatiku. Bayangan soal Carniage Hall membuatku mual bukan kepalang. Quentin dan Liam berkutik di depan bangkuku. Mereka menendang-nendang kaki kursiku.

YOU ARE READING
The Memoir
FanfictionTuan Styles muda, begitu ia dijuluki, tahu dua hal tentang masa lalu: kita tidak pernah tahu seberapa jauh kenangan boleh terulang, pun tak dapat menebak sejauh apa mereka akan datang dengan sendirinya. Trauma hebat dengan kematian saudaranya, Harry...