Aku latihan cello pertamaku sejak umur 8 tahun. Dad menyewa seorang mahasiswa untuk mengajariku les di rumah. Kemudian aku makin mahir, sesekali diundang ke acara-acara sekolah, atau acara-acara keluarga tetangga. Rumah Jess pernah ambil bagian, tapi hanya Ben yang berani maju karna aku terlampau malu menatap tetanggaku yang cantik itu. Anak kecil memang aneh.
Mahasiswa itu tiba-tiba mendaftarkan diri ke Dapartemen Pendidikan dan mendapatkan beasiswa. Sehingga ia pergi kuliah di tempat lain. Aku sendiri, kemudian menumpang pada tempat les Ben. Tapi faktor usia kami terpaut dua tahun, begitu juga teman-teman sekelas Ben di tempat les. Merasa yang paling muda sendiri, aku keluar. Dad kesusahan mencari mahasiswa yang butuh uang saku lebih dari kampus ke kampus. Kalau ada, itu pun tak mahir ber-cello ria. Akhir dari petualanganku berkecimpung di dunia musik klasik, kurasa.
Tapi aku salah. Sahabat baikku sejak TK tiba-tiba berminat bermain cello, jadi ibunya yang kaya raya menyewa pelatih cello resmi dari orkestra di London. Akhir dari aksi kejar-kejaranku dengan pelatih cello.
Sahabatku itu, sebut saja Craig. Dialah alasan aku masih bermain cello. Uniknya, dia bukan sejenis orang yang suka bermusik klasik belakangan kutahu ia melakukannya hanya untukku.
Dia baik. Kuperjelas itu, baik. Baik padaku. Pada yang lain? Tidak juga. Mom bahkan tidak setuju aku terlalu dekat-dekat dengannya. Dad juga. Membuatku mendapatkan pelatih cello kembali ternyata tak membuat reputasi sahabatku membaik.
Tapi aku di sampingnya dan aku mengerti. Ia lahir dari pernikahan kedua ayah-ibunya. Pernikahan pertama tak pernah dibicarakan karna berakhir kacau. Tanpa anak. Kelahirannya sendiri merupakan kejutan. Ia bilang segala yang terjadi di rumahnya merupakan kejutan.
Aku menangkap makna implisit tapi ucapan Craig. Kejutan berarti kekacauan. Orangtuanya yang kaya punyakesibukan luar biasa. Terlebih ayahnya, kalau mau tahu. Kurangnya waktu keluarga jadi masalah. Ujung permasalahan bagi pernikahan ini lagi-lagi perceraian.
Kau tak bisa salahkan Craig karna tidak menjadi anak yang baik. Lagipula, ia cukup seru untuk diajak berkawan.
Ibunya perhatian, aku tahu. Tapi harus mencari uang seorang diri. Bisnis dan anak adalah dua hal dalam hidupnya. Ia begitu perhatian sampai-sampai rela 'menyewaku' untuk menemani Craig. Aku tahu pelatih cello merupakan iming-iming.
Tapi jangan salahkan dia sebagai seorang ibu. Aku satu-satunya di sekolah, sebagai anak-tidak-bermasalah yang bisa dekat dengan Craig. Teman Craig yang lainnya cuman sampah, nyaris tak pernah dilirik ibunda Craig. Ia ingin aku melakukan hal semacam ini: menularkan efek baik.
Dari situ aku belajar bahwa kau tak bisa salahkan siapapun atas keadaan yang menekan. Kajian sosiologinya disebut jbdub. Dan, diantara ribuan orang di dunia ini, aku orang yang egois. Jarang menganggap orang lain sebagai teman. Dialah satu-satunya yang kuanggap sahabat—bukan sekedar teman. Sahabat sejati.
Aku ingat bagaimana ia juga menganggapku sama, hanya saja tak pernah benar-benar mengucapkannya. Siapa pula yang mau? Kami cowok. Cowok tidak membuat gelang persahabatan dan memberi bunga persahabatan seperti cewek. Cowok harusnya hanya menunjukkan loyalitas.
Waktu berputar. Kami masuk SMP yang berbeda, dan aku terlalu percaya diri soal jarak. Kupikir itu tak akan jadi masalah antaraku dan sahabat baikku. Tapi disitu orangtua mulai ambil bagian dan berkuasa. Mom merasa, karna sekolah sudah terhapus dari rutinitas kami, tak ada alasan untuk menemui Craig lagi. Kira-kira ada dua aturan baru: 1. Menemui Craig hanya boleh dilakukan di waktu luang. 2. Keluar rumah di waktu luang harus lengkap dengan restu Mom atau Dad.
Jadi kontak kami terbatas. Sulit sekali untuk bertemu. Rumah Craig yang menyerupai istana pun pindah. Ia tinggal bersama ayahnya, yang baru-baru ini memiliki 'istana' di wilayah kerajaan yang baru. Kerajaan mode, alias Paris. Le'ouvre petit. Harus melalui kereta bawah tanah hanya untuk melihat jerawat di wajah lawan bicara, ber-highfive dan mendengar suara cempreng masinh-masing secara langsung. Craig berusaha mati-matian dalam hal kontak-mengontak, kalau aku boleh menilainya berlebihan.

YOU ARE READING
The Memoir
FanfictionTuan Styles muda, begitu ia dijuluki, tahu dua hal tentang masa lalu: kita tidak pernah tahu seberapa jauh kenangan boleh terulang, pun tak dapat menebak sejauh apa mereka akan datang dengan sendirinya. Trauma hebat dengan kematian saudaranya, Harry...