Bon Fire

1 0 0
                                    

Aku diwajibkan mengambil kelas tambahan di perkemahan musim panas. Aku yang meminta, sebenarnya.

Benakku masih dipenuhi ratusan peluru yang menggoyahkan kemungkinanku naik kelas. Makanya aku perlu pelajaran tambahan selama liburan ini. Aku tak menyangka bahwa baik Quentin maupun Liam, mereka tidak berpartisipasi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Tapi aku tak mengapa berdiri sendiri. Lagipula apa perlunya teman ketika tujuanku hanyalah belajar. Manusia hanyalah pelengkap, seperti lapisan Nutella di toast bread. Ilmu jauh lebih berguna, bagaikan alat toaster itu sendiri.

"Kudengar kau tampil di Carniage" itu kata seorang kawanku. Dia pemain cello dari kelas cewek, sebut dia Mia. Berbeda dari cewek-cewek lainnya, yang genit bukan kepalang meladeni cowok-cowok sok keren, Mia tidak tertarik untuk jadi primadona musim panas. Jadi, dialah satu-satunya cewek yang kuladeni kalau sedang berbicara. Harga diri menentukan tempatmu ketika kau masuk dalam dunia orang berakal.

"Ya. Buruk sekali. Itu saja yang dpaat kukatakan"

"Aku malah merasa rugi tidak menontonmu. Maksudku, Carniage Hall! Aku sangat bangga kalau temanku bersinar disana" ia menjentikkan satu jari di senar keempat. Membunyikan suara indah. Temanku, ia bilang. Padahal kami belum mengenal satu sama lain sebelumnya, bahkan sebelum Carniage Hall.

"Trims. Tapi omong-omong, aku tidak bersinar samasekali disana"

"Malam itu, aku dengar penampilanmu sempurna. Sehingga ketika kau pingsan, tak ada yang menyalahkanmu" Mia benar. Tidak ada yang menudingku. Pemain orkestra bahkan bersimpati dan menyayangkan yang terjadi. Komposernya membayar rumah sakitku. Para penonton menjengukku. Kelebihan simpati. Tapi aku senang.

"Mereka menyayangkan konser yang berhenti di tengah" kataku.

"Menyayangkan beda dengan menyalahkan" ia berkata, mengarahkan pandangan pada segerombolan cewek-cowok di dekat danau. Di Juiliard, kelas kami terpisah-pisah. Bertemu lawan jenis bukanlah hal yang biasa. Ada Juiliard for girls dan for boys. Dua-duanya terpisah beberapa blok satu sama lain.

Jadi, summer camp ini seperti ajang buat yang genit atau kesepian buat mencari gebetan. Bukan levelanku. Kau tidak perlu caper atau butuh perhatian lawan jenis kalau kau yakin dirimu sendiri sudah keren dan mendapat perhatian cukup. Kau harus merasa puas dengan dirimu sendiri bukannya terseok-seok mengejar lawan jenis.

Seminggu berlalu di summer camp tersebut, waktu lebih banyak kuhabiskan dengan bermain di tepi danau, hanya celloku yang menemani. Angin malam membawa berita baik, karna artinya ada api unggun. Ada bonfire ada musik. Ada musik ada pendengar. Aku dapat melatih rasa nervous dengan membayangkan mereka semua, yang duduk berjejer diatas pohon yang direbahkan, mengitari api dengan bentuk kotak, sebagai penontonku.

Esoknya aku menceritakan satu hal kepada Mia. "Sebenarnya, Carniage Hall bukanlah konser terakhir. Abangku sudah mempersiapkan satu Hall lain untuk kutaklukan"

Will mengontak Zankie Hall, yang langsung berhubungan dengan Carniage. Dua-duanya menandatangani kontrak persetujuan. Mendengar insiden yang terjadi di Carniage, mereka tidak lantas membatalkan kesempatan buatku untuk tampil. Tak lama kemudian, mereka menghubungi Will dan bilang aku harus jaga kesehatan serta sudah fit total ketika supaya mereka bisa menyambutku ke kediaman mereka dengan baik.

Aku tidak boleh melempar dollar pembayaran tiket ke wajah penonton kali ini.

Mia girang mendengarnya. "Aku senang karna aku percaya pada kesempatan kedua"

Aku menggeleng. Sehempas angin menerbangkan dedaunan di sekitar kami. "Kupikir ini hanya kebetulan"

"Tidak. Ini sudah digariskan. Tahukah kau itu, Harry?" ia terlewat ceria sehingga aku harus mengeluarkan segala macam keceriaan yang kubisa untuk menyamainya.

The MemoirWhere stories live. Discover now