25 Juli 2016
Felli mendengus kasar saat baru menginjakkan kakinya di stasiun. Ada rasa lega, lelah, bosan, dan lainnya. Melewati perjalanan yang cukup membosankan membuat Felli lelah sendiri. Apalagi, ia harus menunggu orang yang akan menjemputnya.
Sebelum berangkat, Mama Felli mengatakan kalau Felli akan dijemput oleh anak dari teman Mamanya, sekaligus tetangga Felli selama tinggal di Jakarta. Felli sedikit penasaran siapa sosok anak teman mamanya itu. Hingga dimana, seseorang mencolek pundaknya dari belakang.
"Felli, ya?"
Felli menolehkan kepalanya ke belakang, kemudian memicing. Memperhatikan seorang cowok dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Iya. Lo Mark, ya?" Tanya Felli memastikan.
Cowok itu tersenyum seraya menganggukkan kepalanya. "Bener. Ayo gue bantu!" Cowok bernama Mark itu bergerak membantu Felli membawa tasnya menuju sebuah mobil jazz yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tampak lebih keren dari aslinya.
"Lo tahu darimana nama gue Felli?" Tanya Felli penasaran. Ia tak menyangka kalau cowok manis disebelahnya ini, yang sibuk dengan jalanan di depannya adalah anak dari teman Mamanya.
"Dari Mama gue." Jawab Mark. "Lo kayanya nggak kenal gue lagi deh." Sambungnya lagi.
Felli mengerutkan dahinya. "Emang kita pernah ketemu sebelumnya?" tanya Felli.
Mark mengangguk. "Gue juga nggak inget sih. Kata Mama gue, kita dulu sering main bareng." Jawab Mark.
Felli mencoba mengingat masa kecilnya, namun tak ada satu pun ingatannya yang menggambarkan sedang bermain dengan anak laki-laki. Mungkin saja itu kenangan lama dan singkat sehingga ia tidak dapat mengingatnya. Beberapa saat kemudian, mobil memasuki sebuah perumahan yang gerbangnya dijaga ketat oleh seorang satpam.
"Rumah gue di sini?" Tanya Felli sambil mengedarkan pandangannya keluar jendela.
"Iya. Rumah gue juga disini. Rumah lo di depan rumah gue."
Felli diam saja setelah itu. Ia sudah tahu dari Mamanya kalau ia akan bertetangga dengan Mark. Sekitar sepuluh rumah dari gerbang, mobil Mark akhirnya berhenti.
"Udah sampai?" Tanya Felli.
"Iya. Ayo turun!" Mark keluar duluan dari mobil kemudian berjalan ke belakang mobil untuk mengambil barang-barang Felli.
Felli terperangah sesaat setelah turun dari mobil. Ia tak menyangka akan tinggal di rumah yang cukup besar untuk dirinya sendiri. Rumah bercat putih yang minimalis membuatnya takjub.
"Gue nggak nyangka bakal tinggal di rumah gede. Kirain bakal nge-kost rumah." Felli terkekeh.
"Nggak mungkinlah. Tega bener nyokap lo kalo biarin lo nge-kost di Jakarta." Sahut Mark sambil mengangkut tas Felli ke teras rumah.
"Rumah lo mana?" Tanya Felli.
"Tuh, di depan." Mark menunjuk rumah yang berada tepat di depan rumah Felli menggunakan dagunya. Rumah yang sama persis dengan rumah Felli.
"Salam kenal, ya tetangga baru!" canda Felli. Mark tertawa seraya menganggukkan kepalanya.
"Besok berangkat ke sekolahnya bareng, 'kan?" tanya Mark. "Kata nyokap lo sih iya."
"Iya. Nanti bareng. Makasih sebelumnya."
Seperti itulah awal mula bagaimana Felli dan Mark bisa kenal. Dan itulah awal kehidupan baru Felli di lingkungannya yang baru. Tentunya nanti ia akan mencari teman baru juga.
***
Felli turun ke lantai bawah rumah barunya setelah mendapat pesan dari kurir yang mengantar pesanan makanannya kalau kurir itu sudah sampai di depan rumahnya. Ia sengaja memesan dua porsi untuk dirinya dan akan mengajak Mark untuk makan bersama.
Sebelum kembali ke rumahnya tadi, Mark sempat bilang kalau ia juga sedang sendirian dirumah karena Mamanya sedang sibuk mengurus butiknya. Akhirnya, Felli berinisiatif untuk mengajak Mark makan.
"Makasih, Mas." Ucap Felli setelah menerima makanannya dan memberikan bayaran.
Kaki jenjang Felli melangkah menuju dapur dan menyimpan beberapa kotak makanan di atas meja makan. Awal pindah tadi, Felli sedikit terkejut melihat bagaimana isi rumahnya yang sudah lengkap.
Ada kulkas, dispenser, dan masih banyak barang-barang lain.Intinya, rumah sekarang yang ia tempati itu sudah layak huni. Felli juga barutahu jika ia memiliki rumah di Jakarta. Kata Mamanya, rumah itu sudah dibeli saat Felli masih SMP. Tentunya, untuk Felli.
Niat Felli memesan banyak makanan malam ini adalah mengajak Mark untuk makan bersama sebagai tanda terima kasihnya karena Mark sukarela menjemputnya di stasiun, juga sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan tetangga sekaligus kakak kelasnya nanti. Darimana Felli tahu, tentu dari Sang Mama.
Felli memukul jidatnya sendiri karena melupakan hal penting, yaitu kontak Mark. Bagaimana bisa Felli mengajak Mark makan jika kontak cowok itu saja ia tidak punya. Ia benar-benar lupa akan hal itu. Felli akhirnya berinisiatif untuk datang ke rumah Mark saja.Toh, rumah mereka hanya berjarak beberapa langkah saja.
Baru sampai di depan pintu, Felli berhenti melangkah. Tiga motor bermerk sama dan berwarna sama terparkir rapi di depan rumah Mark. Yang membedakan hanyalah beberapa aksesoris motor.
Felli terdiam sebentar di depan pintu rumahnya. Ia bingung antara mau ke rumah Mark atau tidak. Disisi lain, ia ingin mengajak cowok itu makan, disisilain ia takut mengganggu waktu Mark bersama teman-temannya. Felli bisamendengar tawa khas anak cowok yang menggelegar dari rumah Mark.
"Nggak usah deh." Felli berbalik masuk ke dalam rumahnya, menutup pintunya dan menguncinya rapat-rapat. Terpaksa, ia makan sendirian dan menyimpan makanan sisanya ke dalam kulkas.
Hingga menjelang tengah malam, mata Felli belum juga tertutup. Berulangkali ia mengganti posisi tidurnya yang paling nyaman, namun tetap dirinya tak bisa tertidur. Mungkin efek kamar baru, pikirnya. Matanya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
Jika sedang berada di Bandung, mungkin sekarang ia sedang menonton film bersama kedua sahabatnya, Yuyun dan Shafira. Felli sekarang beralih memikirkan bagaimana dirinya akan mendapatkan teman baru di sekolahnya yang baru. Ia berharap, ia bisa mendapatkan sahabat yang sama seperti Yuyun dan Shafira, yang selalu ada bersamanya dalam suka duka.
Sebelum beralih memikirkan yang lain, tiba-tiba suara deru motor yang berasal dari luar rumah mengalihkan perhatiannya. Felli menatap jendela kamarnya yang menghadap langsung ke rumah Mark. Ada keinginan dihatinya untuk mengintip dan mengetahui ada apa di luar. Apalagi, terdengar suara laki-laki yang sedang tertawa ringan dan saling mengejek.
Perlahan namun pasti, Felli beranjak turun dari kasur berukuran sedangnya dan menuju jendela kamarnya. Sedikit membuka gorden dan mengintip.
Gadis itu menajamkan penglihatannya, mencoba melihat jelas tiga orang cowok yang sedang berada dihalaman rumah Mark. Satu orang sudah berada di atas motornya yang sudah menyala, sedangkan dua lainnya terlihat sedang bercakap-cakap dengan Mark diteras rumah.
Masih setia mengintip, Felli tiba-tiba membulatkan matanya begitu satu dari dua orang itu berbalik dengan senyum kecil diwajahnya. Felli terpesona beberapa detik dengan ketampanan cowok itu, sebelum akhirnya dirinya mematung karena cowok yang satunya lagi ikut berbalik. Namun yang membuat Felli membelalak sekaligus mematung, yaitu dirinya terciduk sedang mengintip.
Felli menahan napasnya begitu mata mereka terkunci selama beberapa detik. Tatapan setajam silet itu seperti sedang mengulitinya hidup-hidup. Tapi Felli tidak bisa menyangkal, kalau ketampanan cowok yang menatapnya itu...luar biasa. Meski melihat dari jauh, Felli sudah bisa merasakan kalau cowok itu memiliki aura yang kuat.
"Dia siapa?" Tanyanya pada diri sendiri. Entah mengapa, dirinya langsung penasaran siapa cowok hebat yang bisa tahu kalau mereka sedang diintip. Kemudian Felli tersenyum. Sepertinya, ia akan betah tinggal di Jakarta.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
ELFARGA
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan hati. Mampu menangkis pukulan lawan, namun tidak dapat menangkis pesona seorang Elfar Gabrielo. #27 diteenfiction