Bangun sendirian dengan bermodalkan alarm ponsel adalah pertama kalinya bagi Felli karena saat di Bandung, alarm yang setiap hari membangunkannya adalah suara Mamanya. Ketukan pintu, namanya yang berulangkali dipanggil adalah makanan pagi Felli saat masih di Bandung. Namun sekarang, ia harus bangun dengan nada lagu kesukaannya. Tentu sulit sekali, karena Felli masih belum terbiasa.
Hari ini merupakan awal dari kehidupan Felli di ibukota tercinta kita, Kota Jakarta. Karena hari ini,Felli serba baru. Lingkungan baru, suasana baru, sekolah baru, dan lainnya. Sudah mengenakan pakaian seragam abu-abu, Felli menuruni tangga rumahnya sambil menenteng tas ransel dan sepatunya. Masih ada waktu banyak untuk bagi Felli untuk sarapan.
Namun, ia tersadar kalau ia tidak punya apa-apa untuk dimakan selain makanan yang semalam ia masukkan ke dalam kulkas. Makan makanan dingin pagi-pagi sepertinya bisa membawa masalah bagi perutnya. Mendingan, tidak usah sarapan daripada membawa bencana dipagi hari, apalagi di sekolah yang baru. Felli bisa membayangkan jika dirinya berlari kesana kemari mencari toilet sekolah yang ia tidak tahu dimana.
Melangkahkan kembali kakinya menuju ruang tengah, Felli sedikit terkejut begitu bertepatan dengan pintunya yang diketuk berapa kali. Gadis itu segera berjalan cepat dan membuka pintu dengan tergesa.
Felli tersenyum ramah begitu mendapati Mark sedang berdiri di depan pintunya dengan pakaian sekolah lengkap. Mark membalas senyuman Felli.
"Lo udah siap, 'kan? Berangkatnya bareng gue aja. Nanti lo kesasar, bisa berabe." Kata Mark, kemudian terkekeh.
Felli tersenyum semakin lebar. "Lo kira gue nggak pernah ke Jakarta ya, Kak?" Tanya Felli.
"Jadi lo udah pernah ke Jakarta?"
"Pernah. Jadi gue nggak bakal kesasar."
"Iya deh. Ayo berangkat!"
Felli mengangguk semangat. Dengan cepat ia kembali masuk ke dalam rumah, mengambil tasnya, lalu memakai sepatunya di teras setelah mengunci pintunya rapat-rapat.
Mark sudah nangkring diatas motor ninja merahnya yang ditempelkan beberapa stiker ala cowok-cowok. Sudah mengenakan helm full-face, Mark menatap gerak-gerik Felli yang begitu lincah mengikat tali sepatunya.
Tangan Mark terulur memberikan helm lainnya kepada Felli dan disambut semangat oleh gadis itu. Setelah memasukkan kepalanya ke dalam helm, Felli terdiam sebentar. Tangannya mencoba memasang pengaitnya, namun tak kunjung bisa. Percayalah, Felli memang jago dalam hal beladiri, namun tidak dengan mamakai helm secara baik dan benar.
Mark terkekeh geli melihat tingkah menggemaskan Felli yang tak kunjung berhasil memasang helmnya.
"Sini gue bantuin." Mark menarik tali helm itu hingga Felli ikut mendekat kepadanya. Jarak wajah mereka lumayan dekat hingga Felli bisa melihat wajah Mark dari dekat, dan tak kalah tampan dari teman-temannya.
Clek.
"Udah." Ucap Mark seraya mengembalikan badannya pada posisi semula, menghadap ke depan. Nyatanya, cowok itu merasakan hal lain begitu melihat wajah Felli dari dekat.
"Makasih." Felli langsung memegang pundak Mark dan naik ke atas motor yang terbilang tinggi itu.
"Jago amat naiknya. Udah biasa naik ninja, ya?"
"Iya. Cowok gue motornya ninja. Jadi udah biasa."
Jawaban Felli sontak membuat raut wajah Mark berubah. Seperti kaget, dan juga kecewa. Tapi tidak dapat diketahui apa yang ia pikirkan.
Melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan besar yang belum terlalu ramai kendaraan, Mark merasa lega begitu sampai tepat waktu di sekolah tercintanya, SMA Pancasila. Meski jalanan yang tadi mereka lewati masih lengang, tetapi area sekolahnya sudah mulai ramai. Terlihat ada beberapa motor siswa yang memasuki gerbang.
Felli menoleh kesana kemari. Memperhatikan lingkungan parkiran sekolah yang sangat bagus. Ada banyak pepohonan yang bisa dijadikan tempat meneduhkan motor. Ada juga lapangan berpasir yang ada didekat parkiran mobil. Sekolah yang akan menjadi sekolah barunya benar-benar menunjukkan bahwa sekolah itu memang ternama.
Motor Mark berhenti dibawah pohon yang memiliki daun lebat. Di samping motor Mark, ada dua motor yangsama persis dengan motor cowok itu. Hanya ada sedikit pembeda, yaitu stiker yang menempel. Felli mengerutkan alisnya. Ia pernah melihat dua motor yang kini berada dihadapannya.
"Ini motor siapa? Kok mirip motor lo?" Tanya Felli penasaran.
"Motor temen-temen gue."
Felli mengangguk paham. Tentunya ia mendapat satu hal, kalau teman-teman Mark yang semalam ia lihat di rumah cowok itu bersekolah di SMA Pancasila juga. Setelah menyimpan helm yang dipakainya di atas tangki, Felli menyusul Mark yang lebih dulu berjalan memasuki gedung sekolah.
Felli kini masih memakai seragam putih abu-abu polos tanpa lambang SMA Pancasila. Seluruh mata kini memandang ke arahnya. Penuh tanya, dan ada juga yang menatapnya sinis. Felli menoleh, menatap wajah Mark dari samping, kemudian beralih lagi kepada orang-orang yang menatapnya sinis.
Gadis itu menghela napas. Tentu ia tahu alasan tatapan sinis yang ditujukan kepadanya. "Lo jalan duluan aja! Gue ke ruang kepsek sendiri aja." Kata Felli sembari berhenti berjalan.
Mark ikut menghentikan langkahnya, berbalik badan dan menatap penuh tanya gadis itu. "Kenapa emangnya?Biar gue anter. Lagian lo belum tahu tempatnya dimana, 'kan?"
"Gue mending nyari ruang kepsek berjam-jam daripada dikeroyok fans lo, Mark." Ucap Felli setengah berbisik.
Mendengar itu, Mark tertawa lebar. Felli sedikit terpana begitu melihat Mark tertawa seperti itu. Pagi-pagi seperti ini, Felli sudah mendapatkan sarapan manis dari senyuman Mark.
"Gue nggak punya fans, Fel. Itu semua fansnya Farga." Ujar Mark santai, sembari menarik tangan Felliagar kembali berjalan memasuki area sekolah.
Gadis itu melepaskan tangannya dengan cepat. "Gue tetep nggak enak diliatin orang, Mark!" tekan Felli.
Mark tersenyum tipis. Sebenarnya, cowok itu sedikit kecewa karena Felli seolah menolaknya. "Terserah deh. Ayo cepet!"
Felli mengangguk lalu mengikuti Mark dari belakang. Keduanya berjalan menyusuri koridor kelas yang akan mengantarkan mereka di ruang kepala sekolah. Beberapa siswa yang kebetulan berpapasan dengan mereka melemparkan tatapan penuh tanya kepada Felli. Tentu saja karena gadis itu baru pertama kali dilihat.
"Fel, ini ruangannya.Tapi ini bukan ruang kepsek. Tapi ruangan yang punya sekolah ini. Baca aja namanya yang tertulis." Kata Mark saat mereka berdua sudah berdiri tepat didepan ruangan.
"Frederik Grandellio?" Ucap Felli, membaca papan nama yang tertempel di depan pintu.
"Iya. Tapi Pak Frederik nggak jarang datang. Kecuali ada acara sekolahan dan diundang." Jawab Mark, memperkenalkan. "Dan yang sana, itu ruangan kepala sekolah." Lanjut Mark lagi sembari menunjuk pintu yang berjarak tak jauh dari ruang direktur.
Felli mengangguk paham. "Kalo gitu, gue kesana sekarang deh. Dikit lagi upacara soalnya." Sanggah Felli.
"Lo nggak ikut upacara dulu, Fel. Paling lo disuruh nunggu sampe upacara selesai, terus langsung masuk kelas."
"Serius?"
"Biasanya sih gitu. Tapi nggak tahu kalo sekarang."
Felli sekali lagi mengangguk paham. "Kelas lo dimana emang?"
Mark menunjuk sebuah gedung bertingkat yang panjang. "Itu disana. Lantai dua, kelas XII-1." Jawab cowok itu.
"Wih, pinter dong!" puji Felli sembari terkekeh.
"Gue mah nggak terlalu. Tapi yang lain emang pinter sih."
Tak lama, suara bel panjang memotong pembicaraan mereka. Felli berdecak kagum karena suara bel SMA Pancasila sangat bagus dan keras sehingga terdengar diseluruh penjuru sekolah.
"Udah bel, Mark. Sana ke lapangan! Gue mau ke ruang kepsek sekarang." Felli menepuk lengan Mark satukali.
"Oke. Nanti kita ketemu di kantin, ya?"
"Oke!"
TBC
Hai. Jangan lupa vote dan comment ya guys! Aku usahakan buat update tiap hari. Vote dan comment kalian, motivasiku😘
KAMU SEDANG MEMBACA
ELFARGA
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan hati. Mampu menangkis pukulan lawan, namun tidak dapat menangkis pesona seorang Elfar Gabrielo. #27 diteenfiction