Suara keributan yang berasal dari luar tirai membangunkan Felli dari tidur nyenyaknya yang benar-benar nikmat. Gadis itu membuka matanya perlahan. Ada sedikit rasa bahagia begitu ia tidak merasakan sakit lagi dilambungnya. Ia menengok kiri kanan. Seingatnya, tadi Mark ada di sampingnya hingga tertidur. Namun sekarang cowok itu hilang entah kemana.
Felli bangun dari posisi baringnya, mengambil posisi bersandar pada kepala ranjang. Ia merasa lebih segar karena tidur. Matanya melirik arloji putih yang melingkar manis dipergelangan tangan kirinya. Jam sudah menunjukkan pukul tiga lewat sepuluh menit, tanda lima menit lagi bel pulang akan berbunyi dan ia sudah tertidur selama tiga jam lebih.
Tirai penutup ranjang tiba-tiba terbuka, memperlihatkan Rini yang tampak khawatir. Rini hanya sendirian, tidak ditemani Nisa.
"Fel, lo udah bangun? Perut lo gimana? Masih sakit?" Rini langsung menyerbu dengan pertanyaan-pertanyaannya.
"Udah nggak sakit. Nisa mana?"
"Dia masih di kelas, lagi beresin barang-barang lo sama gue. Maaf, ya, tadi gue nggak bisa nemenin lo. Soalnya lo sendiri denger, 'kan, Pak guru ngelarang?" Kata Rini dengan nada sedih bercampur rasa kesal.
Felli mengangguk pelan. "Iya nggak papa. Lagian tadi Mark ada kok. Tapi pas gue bangun dia nggak ada. Lo liat nggak?" Tanya Felli.
Rini menautkan kedua alisnya, lalu mencoba memutar otaknya. "OH IYA!" Seru Rini tiba-tiba dengan suara kencang. Beruntung hanya ada mereka berdua dan seorang petugas UKS disana. Jika tidak, mungkin Rini akan diomeli. "Gue tadi ketemu Kak Mark di depan. Katanya dia mau balik kelas dulu ambil tasnya," lanjut Rini.
"Berarti daritadi Mark yang nemenin gue?"
"Iya. Karena gue disini baru sepuluh menit."
Suara bel yang berbunyi cukup keras menghentikan pembicaraan mereka sesaat. Rini segera melihat arlojinya lalu tersenyum.
"Udah pulang, yes! Kita tungguin Nisa dulu, ya? Dia yang bawa tas kita," ujar Rini. "Katanya lo sakit apa?"
"Maag gue kambuh," jawab Felli dengan nada tak bersemangat. Felli memang sejak dulu terkena penyakit maag akut. Penyakit itu ia dapat dari faktor turunan Papanya, dan hanya dia yang mengambilnya, kakaknya tidak sama sekali.
"Oh. Makanya, tadi, 'kan gue udah nyuruh lo pesen makan. Jadi gini, 'kan?" Rini mulai menyerocos seperti emak-emak.
Felli memanyunkan bibirnya, lalu mendengus sebal. "Kalo waktunya cukup, gue pasti pesen kok. Kan tadi tinggal lima menit," sanggah Felli, membela diri.
"Ye, lo aja yang nggak mau makan. 'Kan bisa aja lo izin sepuluh menit."
"Serah deh, Rin, serah."
"Assalamualaikum!"
Rini segera membuka lebar-lebar tirai yang menutup ranjang UKS. Nisa yang sedang berjalan ke arah mereka langsung tersenyum sumringah hingga gigi gingsulnya terlihat. Rini berdiri dengan tatapan heran karena baru kali ini ia melihat senyuman terbaik dari Nisa. Biasanya Nisa tertawa ngakak hingga wajahnya tak terdefinisi.
"Napa lo?" Tanya Rini. Cewek itu menatap Nisa dengan tatapan ngeri karena Nisa benar-benar aneh.
"Rin, Fel..." Nisa masih belum menghilangkan senyuman creepy-nya. Malah sekarang Nisa tampak gemas dengan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELFARGA
Teen Fiction[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan hati. Mampu menangkis pukulan lawan, namun tidak dapat menangkis pesona seorang Elfar Gabrielo. #27 diteenfiction