Elfarga | Thirty Eight

13.3K 706 133
                                    

Masih ingat cerita ini?

I'm back.


***




Felli tidak tahu harus menjelaskan seperti apa perasaannya sekarang. Intinya, ia senang. Senyum lebarnya lagi-lagi tercetak ketika Danendra melakukan tingkah konyol, bahkan sekali-kali Felli tertawa terbahak-bahak karena itu. Ia masih tidak menyangka jika Danendra yang dari penampilannya terlihat seperti cool boy dan terlihat garang ternyata bisa melucu.

“Haus nggak, Fel?” tanya Danendra tiba-tiba. Keduanya berhenti berjalan.

Felli tampak berpikir sebentar. Namun, begitu ingin menjawab, Danendra langsung menyambar.

“Aduh lupa, cewek kapan nggak perlu ditanyain. Gue beli minum dulu, ya? Tunggu disini, jangan kemana-mana, nanti hilang.” Danendra langsung berjalan pergi, meninggalkan Felli yang terbengong diposisinya sekarang.

Felli tersenyum kecil, merasa lucu dengan tingkah Danendra yang kadang terlalu tiba-tiba. Tidak bisa Felli pungkiri bahwa ia merasa nyaman berada didekat Danendra saat ini, padahal mereka baru saja kenal.

Felli melirik kursi taman yang berada tak jauh darinya, lalu berjalan kesana, memutuskan untuk menunggu Danendra sembari memainkan ponsel, memeriksa beberapa pesan yang masuk dan belum sempat dibukanya karena asyik mengobrol dengan Danendra.

Satu pesan teratas berasal dari Mark yang menanyakan keberadaannya—ia lewati. Jarinya terus menggulir ke bawah, menemukan beberapa pesan dari teman-temannya yang belum sempat ia balas.


Rini
Besok abis sekolah gas mall yuk ama Nisa

Felli tersenyum tipis dan mulai mengetik balasannya.

Felli
Skuy. Sekalian temenin gue daftar les ya?

Rini
Ngoheyy


Chatan sama siapa tuh? Kok senyam-senyum?”

Felli reflek mengangkat pandangannya. Danendra sudah berdiri di hadapannya sambil menyodorkan satu botol minuman bersoda.

"Thanks,” ucap Felli sembari menerima botol dari Danendra.

“Pertanyaan gue belum dijawab.”

“Oh ini, gue bales chat temen gue.”

"Disuruh pulang?”

"Enggak kok.”

Danendra mendudukkan dirinya di samping Felli. Helaan napas panjang terdengar dari Danendra, membuat Felli menoleh karena itu adalah pertama kalinya bagi Felli, mendengar Danendra menghela panjang seperti itu.

“Lo kenapa?”

Danendra tersenyum tipis. “Peka juga lo,” jawab Danendra tanpa melihat ke arah Felli. “nggak kenapa-napa. Gua mah selalu baik-baik aja.”

“Tapi mata lo ngatain yang sebaliknya,” sanggah Felli.

“Emang mata gue nunjukin apa?” tanya Danendra sembari menatap dalam mata Felli.

Felli membalas tatapan Danendra. “Lo banyak pikiran, ya?”

Danendra tampak terkejut kecil mendengar pertanyaan Felli.

“Emang kelihatan jelas, ya?”

Felli mengangguk kecil, lalu menggeleng lagi. “Gue sebenarnya nggak pandai ngebaca ekspresi, tapi muka lo kelihatan banget kalo lagi banyak pikiran.”

Danendra tersenyum tipis. “Padahal gue lagi nggak mikirin apa-apa,” katanya kemudian.

“Berarti dugaan gue salah dong.”

“Entahlah.” Danendra mengangkat pundaknya sekilas lalu beralih melihat sekelilingnya. “Udah mau larut, gua anter balik yok.” Danendra berdiri dari tempat duduk.

Felli menggeleng pelan. “Nggak mau ah, gue gabut kalo di rumah. Lagian belum malem banget kok, baru juga jam delapan.”

Danendra melirik arlojinya. Benar, jam baru mau menunjukkan pukul delapan malam.

“Emang lo nggak papa gitu jalan sama gue?” tanya Danendra dengan alis terangkat satu. Benar-benar mempesona.

“Enggak kok, selagi lo-nya nggak jahat dan nggak macem-macemin gue,” jawab Felli, lalu terkekeh.

Danendra tertawa kecil. Tangannya terjulur,  menyentil pelan jidat Felli.

“Jangan nethink ke gua lu.”

“Gue nggak nethink kali. Kan harus waspada aja.”

Danendra menggeleng kecil. “Gue nggak sejahat kelihatannya kok. Luarannya doang berandal, dalemnya mah tetep anak emak.”

Felli reflek tertawa. Tidak dapat dipungkiri bahwa Danendra memiliki pembawaan yang bagus sekali. Itu penilaian Felli, entah salah atau tidak, namun ia merasa mood-nya membaik.

“Fel, lo tahu nggak, apa yang paling menyakitkan selain ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya?”

Felli mengangkat alisnya sebelah. “Apa?” tanyanya.

“Musuhan sama sahabat sendiri.”


***


Felli langsung berbelok, memutar haluan ketika tak jauh darinya, terlihat Mark yang sedang berjalan ke arahnya bersama Aldo di koridor sekolah. Felli hanya sendirian kali ini karena Rini dan Nisa masih berada di kantin, sedangkan Felli harus kembali ke kelas untuk mengambil tumbler yang kelupaan.

Tidak dapat dipungkiri jika Felli masih marah dengan sikap Mark kemarin, yang menyalahkan Felli atas masalah dirinya dengan Cinta.

Semalam, Mark terus saja menghubungi Felli hingga datang ke rumah gadis itu dengan menggedor-gedor pintu. Namun, Felli memilih menyumbat telinganya dengan earphone dan menyelimuti dirinya, lalu tertidur. Hingga pagi tiba, Felli memutuskan untuk lebih awal berangkat ke sekolah agar Mark tidak dapat menemuinya di rumah.

"FELLI!”

Felli mempercepat langkahnya begitu suara Mark terdengar memanggil namanya. Ia yakin, kini Mark mengejarnya karena suara hentakan sepatu dari arah belakangnya.

Ia hendak menoleh ke belakang, namun tiba-tiba sebuah tangan tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya, menarik lalu membawanya pergi dengan berlari. Felli terkejut, kemudian reflek berlari.

Sekali lagi ia terkejut. Terkejut luar biasa ketika menyadari orang yang berlari di sebelahnya sambil memegang tangannya adalah Farga.


TBC

Fiuhhh. Setelah setengah tahun gak update akhirnya bisa update juga.

Masih ingat cerita ini nggak sih? Wkwk semoga aja deh hehe.

maaf kalo chapter ini pendek, soalnya sebagai tes ombak HAHAHA

SEE YOU❤️



@jeantandungan



ELFARGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang