XXXII. Misteri/Thriller

58 8 2
                                    

Judul : Revenge
Genre : Misteri/Thriller

19.46 WIB
Jalanan masih sangat ramai. Aku duduk mengamati hilir mudiknya kendaraan bersama dua orang manusia yang tak kukenal di sebuah halte tengah kota.

Bus yang menuju ke daerah perumahanku masih tiba sekitar 30 menit lagi. Dan apa yang kulakukan agar tidak bosan? Tidak ada.
Baterai ponselku habis, aku tak membawa novel, dan tak seorangpun yang berniat mengajak diriku ngobrol.

Sebuah bus datang, dua orang yang turut duduk bersamaku di sini beranjak sebelum masuk ke dalamnya. Dan kini tinggal aku sendiri.

Aku mencoba mencari kegiatan yang kubisa agar tidak sampai tertidur di sini. Aku mengeluarkan notebook dan pensil yang selalu kubawa. Setelahnya aku sudah sibuk pada puisi yang sedang kurangkai.

Sebentar lagi busku datang. Aku memasukkan notebook dan pensilku sebelum berdiri. Namun bumi seolah terbolak balik, pandanganku memburam. Cepat cepat aku meraih pegangan. Nafasku memburu dan keringat membanjiri kaosku. Sudah lama vertigoku tidak kumat. Dan kenapa harus sekarang?

Aku masih mencoba mengendalikan diriku. Memejamkan mata seerat mungkin berharap semuanya menjadi lebih baik.

Kurasakan pusing di kepalaku sudah agak mendingan. Aku membuka mata dan langsung terkunci oleh sosok di seberang jalan yang sedang mengawasiku tajam-tajam. Dan lagi, dia membawa sebuah pisau?

Aku mengernyit dan mencoba mengabaikan. Melirik jam tangan, seharusnya busku sudah tiba. Namun hingga sekarang belum ada tanda tanda. Aku kembali menatap ke seberang jalan dan sedikit terlonjak ke belakang karena lelaki yang tadi mengawasiku sudah berdiri di trotoar tengah jalan. Hanya menunggu jalanan agak lengang sebelum dia tiba di hadapanku.

Mengapa aku?

Aku memberanikan menatap wajahnya. Memang aku tak kenal. Namun matanya, seolah aku pernah melihat sorot tajam itu. Dan sepertinya dia mengenal diriku.

Pikiran yang sedari tadi kupaksa untuk berpikir positif kini sudah tak mau menurut. Berbagai pikiran negatif dan kemungkinan-kemungkinan terburuk mengisi penuh otakku.

Entah mengapa, tiba-tiba saja jalanan mulai lengang. Dia berjalan cepat ke arahku sementara aku cepat-cepat berlari kemanapun asal tak bertemu dengan dirinya. Namun tasku ditarik oleh tangan seseorang hingga membuatku terjatuh ke belakang. Dia tersenyum menyeringai. Senyum yang sangat mengerikan dan sarat akan pembunuhan.

Rasanya hidupku sudah tak akan lama lagi.

Dia semakin mendekat sementara aku mencoba mengendalikan diriku. "S-siapa kamu?"

Aku merutuki diriku sendiri. Mengapa suaraku seperti Aziz Gagap.

"Kau lupa padaku ya?" suaranya serak dan berat. Belum lagi aura gelap yang menyelimuti tubuhnya yang seolah mengintimidasi diriku.

Mataku melirik pada pisau di tangan kanannya yang berkilap kilap tiap kali terkena lampu jalan seiring langkahnya yang mendekat.

"A a-aku tak kenal dirimu. Apa maumu?"

"Tidak ada. Hanya ingin kau merasakan apa yang pernah aku rasakan dulu."

Aku tersudut pada kursi halte. Dia jongkok di depanku dan tersenyum.
"Apa kau ingat dengan Dani?"

Aku memutar otakku. Mencari cari siapa kiranya lelaki dengan nama Dani tersebut. Dan ingatanku tertuju pada kisah 5 tahun silam.

Keringat dingin semakin menbuat basah kaosku. Tubuhku semakin gemetar.

"Dari ekspresimu, rupanya kau sudah ingat ya."

Aku menatap matanya. Dan mata itu, persis seperti mata milik Dani.

Dani adalah sahabatku. Sahabat kecilku yang sayangnya mati di tanganku. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana aku menyayat tiap bagian tubuhnya. Jeritan permohonan ampun. Atau saat saat tertakhir sebelum dia menemui ajalnya.

Masih kuingat semuanya.

Itulah mengapa selama 5 tahun aku berada di rumah sakit jiwa. Namun saat hari kebebasanku tiba, atau hari ini tepatnya, haruskah aku mendapat pembalasan dendam darinya?

"K k-kau m-m-mau..."

"Seperti yang ada di pikiranmu."

"Tapi kau sudah mati! Hantu tak bisa membunuh!" jeritku mencoba menarik perhatian orang di sekitarku. Namun mereka seolah buta dan tuli terhadap diriku. Seolah diriku tak pernah ada di dunia.

"Aku tahu. Itulah mengapa aku meminjam tubuh pemuda ini," ucapnya seraya menyeringai kian lebar.

Hal terakhir yang kuingat adalah sensasi dingin pisau itu pada leherku.

*****

30 Mei 2018
Nrs

RS (Random Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang