XXXVII. Teen-fic

35 6 0
                                    

Judul: Kepergianmu
Genre: Teen Fiction

Waffle pagi ini terasa tak lagi enak, sebab bukan tanganmu yang membuatkan untukku. Karamel yang bisanya begitu kusuka, kini terasa pahit hingga susah payah aku menelannya. Hingga pada akhirnya sepiring waffle yang masih utuh itu harus tergeletak di meja makan, sebab diriku yang sudah tidak lagi selera memakannya. Waffle itu semakin mengingatkanku tentang kamu.

Aku berjalan gontai ke arah kamar. Sweater kebesaranku melorot pada bahu kanan, menampilkan singlet hitam dan bahu putihku. Satu tanganku menggenggam tisu dan yang lain berpegangan pada tangga. Sesekali aku menyeka ingus yang keluar. Mataku sulit untuk membuka sebab bengkak yang teramat sangat. Kuncir rambutku berada di ujung rambut, tinggal menunggu jatuhnya saja. Entah bagaimana nampaknya aku saat ini, yang jelas aku tak berani bercermin.

Aku membuka pintu ruangan satu satunya di lantai dua. Berjalan ke dalam dan menutup pintu perlahan. Kepalaku pening sebab terlalu banyak menangis semalam dan malam-malam yang lalu.

Aroma tubuhmu tiba-tiba tercium. Mengingatkanku pada sosok dirimu yang dulu sering mengerjakan tugas bersama atau hanya sekedar menonton film hingga pertengkaran kecil saat aku yang bersikukuh menolak film bergenre horor. Kau tahu, aku gadis yang penakut tapi kau terus saja menggodaku. Kadang kau yang mengalah, mengizinkan aku memutar film komedi atau romance. Namun beberapa kali aku yang mengalah, menbuat diriku beberapa malam tak berani tidur sendirian. Dan lebih seringnya, kita menonton film kesukaan kita, film action atau fantasy.

Aku rindu obrolan kita yang teramat sangat panjang jika sedang membahas soal mitologi yunani atau teori konspirasi. Pengetahuanmu luas, sehingga lebih sering aku kau gurui. Tapi aku senang, sebab kau begitu mengayomi.

Aku menarik lembar tisu yang ke tiga sejak aku menginjakkan kaki di kamar beberapa menit lalu. Air mataku tak mau berhenti mengalir, pun ingusku juga. Selalu seperti ini saat mengingat betapa banyak kenangan kita dulu. Begitu banyak sesuatu yang kita lakukan bersama hingga mudah sekali aku mengingatnya bahkan pada hal sepele sekali pun. Toilet misalnya. Aku masih ingat, kau yang siang itu naik turun tangga hanya untuk pergi dari kamarku ke toilet bawah sebab perutmu yang tak bisa mentoleransi pedas sedikitpun. Sementara aku yang terbahak-bahak menyaksikan dirimu yang mulai lemas sebab rencanaku berhasil: membuatmu diare dengan memberi beberapa cabe rawit pada mie mu. Walau pada akhirnya, aku juga yang merawatmu. Membelikanmu obat, menyuapimu makanan, dan mengantarmu pulang. Semua kenangan kita masih sangat jelas kuingat, bahkan kaos yang kau pakai saat itu: merah maroon bertuliskan I Love Bali.

Mataku tiba-tiba menangkap sebuah potret dirimu yang luput kubersihkan. Fotomu yang kuambil secara diam-diam menggunakan kamera polaroid milikmu waktu di kampus dulu. Kini foto itu terasa mengiris hatiku. Mengetahui bahwa dirimu tidak lagi bisa kujadikan model fotoku.

Aku berdiri dari tidurku, mengambil foto berbingkai hitam di atas lemari itu, dan membuangnya ke dalam kardus besar berisi semua tentangmu. Aku ingin segera melupakanmu. Aku terlalu lelah tiap malamnya harus ditemani hingga aku terlelap agar tak menjerit histeris seperti orang kesurupan. Hari ini akan jadi malam yang ke empat sejak kepergianmu ke pangkuan Tuhan. Kupastikan malam ini akan jadi malam yang terakhir aku menangisi kepergianmu. Semoga.

29 Juni 2018
Nrs

RS (Random Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang