4 ~ Takdir

28.7K 1.7K 10
                                    

Selama seminggu ini banyak perubahan dari Abdi. Ia sekarang menjadi dokter yang bekerja keras dan bertanggung jawab. Ia tak pernah meninggalkan rumah sakit meskipun tidak mempunyai jadwal praktek. Itu semua semata-mata untuk menebus dosanya selama ini.

Tapi, sikapnya yang sekarang membuat semua orang segan padanya. Kadang Abdi akan dengan sangat tegas menegur siapa saja yang kelihatan sedang bersantai meskipun sebenarnya mereka tidak bersantai. Dan tidak ada kata istirahat dalam kamusnya untuk saat ini, karena baginya seorang yang bertanggung jawab akan kehidupan orang lain harus siap 24 jam, tanggung jawab dan konsekuensi dari pekerjaan yang mereka pilih.

Seperti saat ini, Abdi berkeliling melihat setiap bangsal dan nengecek keadaan setiap pasien.

"Dok.. ?" Tanya seorang suster yang menemani abdi

"Apa ?"
Abdi tak mengalihkan pandangannya dari selang infus pasien

"hmm, ini kan sudah waktunya jam makan siang.. "
Katanya hampir setengah berbisik

"Kamu mau bilang apa? Katakan yang jelas"

"Dokter.. makan siang dulu saja, nanti ~"

"Apa maksudmu ? Kamu mau bilang istirahat sedangkan banyak pasien yang menunggu kita ingin cepat sembuh tapi kamu ingin mengabaikan mereka dan malah ingin bersantai ? Kamu lupa sumpah janjimu apa hah?"

"bu..bukan, begitu maksud saya dok"

"Lanjutkan pekerjaanmu, jangan bikin saya ingatkan sumpah janji mu itu"

Abdi kembali melanjutkan pemeriksaannya ke bangsal selanjutnya  dan suster yang bersamanya mengikuti dari belakang sambil merasa kesal, pasalnya suster itu belum istirahat semenjak tadi pagi, sarapan pun ia tinggalkan.

"Jalan yang cepat!!"
Intruksi Abdi tegas

○○○

"Yah, mama dengar dari bisik-bisik orang disini katanya Abdi bikin semua orang gak nyaman ya?"

"Abdi hanya workholic ma, ia ingin menebus dosanya"

"Tapi gak seperti itu juga kali yah, ia juga butuh istirahat dan pasien butuh kenyamanan"

"Nanti ayah bicara sama Abdi"

"Iyalah, ayah yang bikin Abdi jadi kayak gini"

Dokter Rizwan hanya mengangguk dan kembali berkutat dengan berkas-berkasnya. Dokter Rizwan merupakan direktur dari rumah sakit ini, jadi sekarang ia sudah jarang memberi pengobatan pada pasien, ia lebih mengelola perkembangan rumah sakit.

○○○

Abdi POV~

Aku sebenarnya masih enggan di rumah sakit ini, tapi itu kemarin seminggu yang lalu. Sekarang, aku akan menebus semua dosaku dimasa lalu.

Mengapa aku bisa berudah drastis begini ? Karena anak kecil itu menyadarkanku. Ya, anak kecil di ruang VIP Melati.

Falshback

Aku berjalan menyusuri rumah sakit ini, entah mengapa aku ingin melihat kembali ruang dimana aku merenggut ngawanya.

Ya, aku membunuh orang yang ku cintai di dunia ini.

Ini yang membuatku enggan berada kembali di rumah sakit ini.

Ketika telah sampai, aku melihat nama pasien dan umurnya

Nama :Rania Anggraini
Umur :5 tahun
  Leukimia

Aku terdiam. Akankah kejadian itu terulang lagi ?.

"Dokter..?"
Aku melihat kearah sumber suara, anak kecil terduduk di kursi roda dan dibelakangnya ada seorang perawat yang menemaninya

Aku melihatnya dengan diam. Anak itu tersenyum ceria dan berkata

"Dokter, dokter baruku ? Wah.. aku senang sekali dokterku sangat tampan"

"Aku bukan doktermu"

"Lalu kenapa dokter berdiri di depan kamarku ? Kau mau menjengukku ? Ayo masuk dokter aku ingin berbicara dengan dokter tampan. Sus, pulang saja aku akan dengan dokter tampan ini"

"Tapi sayang, kau harus istirahat dan dokternya pun akan kembali ke pekerjaannya"
Ucap perawat itu

"Tidak mau!! Aku mau dokter tampan itu yang menemaniku suster pergi saja.."
Rengeknya

"Tapi~"

"Biarkan, biar aku yang urus anak kecil ini"
Ucapku memotong ucapannya

"Baik dok"
Perawat itu pun pergi meninggalkan ku dan gadis cilik ini

"Dokter, ayo kita masuk"

Aku hanya mengangguk dan mendorong kursi rodanya perlahan.

Entah apa yang merasukiku hingga aku mau saja menuruti keinginannya.

Setelah sampai di dalam, aku langsung memangkunya dan membaringkannya di kasur.

"Dokter, dokter maukan menjadi dokterku"

"Tidak"
Ucapku tegas, kulihat matanya mulai berkaca-kaca

"Kenapa?"

"Kau tak takut padaku ?"

"Kenapa harus takut ? Dokter kan tampan aku menyukai dokter"
Ucapnya polos

"Aku bisa saja membunuhmu"

Kulihat dia terkejut. Terdiam. Kemudian kembali tersenyum.

"Kenapa dokter membunuhku ? Dokter penyelamatku"

"Aku bisa saja membunuh mu dalam oprasimu"

"Itu bukan membunuh, tapi dokter penyelamat sampai akhir hayat, jika aku mati berarti itu pilihanku untuk memilih Tuhan dari pada memilih perjuangan dokter"

"Memilih Tuhan?"
Apa yang gadis ini bicarakan. Aku sama sekali tak mengerti tapi aku terus menanggapinya

"Ya, karena aku tau Tuhan sayang padaku. Dokter tak perlu merasa bersalah jika aku memilih Tuhan, karena Tuhan tau apa yang terbaik untukku dan Tuhan sangat menyayangiku hingga aku dibuat memilih pilihan untuk bersama-Nya atau bersama keluargaku. Dan aku memilih Tuhan jika aku tak kembali kesini"

Kata-kata itu terus terngiang dikepalaku. Jadi, dia tau Tuhan lebih menyayanginya hingga dia meninggalkanku dan memilih Tuhannya.

●●●

LovemedicalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang