6 ~ Congrat's

24.5K 1.7K 3
                                    

"Scalpel... Peritoneum forceps"

Seorang suster memberikan apa yang Abdi sebutkan.

Operasi berjalan beberapa menit yang lalu, Abdi dengan terampil dan tenang melakukan tugasnya. Tapi, fokus Abdi terbagi. Fokusnya dalam operasi pasien dan pada seseorang yang hanya berdiri di sudut ruangan tanpa melakukan apapun.

Sementara itu, Dania bingung harus melakukan apa. Masuk ke ruang operasi tak pernah sedikitpun terbersit dalam pikirannya. Ia hanya bisa memandangi tubuh yang terbaring kaku diatas kasur operasi itu dengan kulit yang baru saja tersobek.

Ini lebih ekstrim dari Doctor Stranger. batinnya. Entah sejak kapan pandangan Dania beralih dari tubuh yang terbaring kaku itu ke dokter yang sedang membedah tubuh itu.

Dania memperhatikan betapa cekatannya dokter di depannya itu. Wah, ternyata dokter itu lebih keren dari Lee jung suk oppa dan lebih terampil dari yongpal. Ia terus mengagumi sosok dokter di depannya meskipun sang dokter tertutup dengan masker tetapi dimatanya ia terlihat sangat gagah dan keren. hingga pandangan mereka bertemu, dan

Teetet teett tett teett

Dania menatap dokter dan pasien itu bergantian, matanya membulat tak percaya dengan apa yang disaksikannya ini. Apa yang terjadi.

"Tekanan darahnya menurun dok"
Ucap suster yang sedari tadi memperhatikan layar kecil itu.

"Apa yang kau lakukan ? Cepat pompa kantung darahnya"

Pandangan Abdi masih belum lepas dari Dania, sedang yang ditatap hanya diam tidak mengerti jika orang yang disuruh Abdi adalah dirinya.

Sedang disebelahnya sang suster tengah memompa kantung darah tersebut tetapi sedetik kemudian berhenti karena perintah Abdi.

"Kenapa kau diam saja ? Kau ingin pasien ini mati hah!" Ucapnya tajam

Dania mengerjap, ia baru sadar jika sedari tadi Abdi berbicara dan memerintah dirinya.

"Sa.. saya dok?"

"Iya kamu siapa lagi ? Cepat kau pompa darahnya jika tak ingin pasien ini mati!"

"ta..tapi dok.. saya-"

"Kau ingin dia mati!!! Cepat!! Kau yang akan bertanggung jawab jika dia mati"

"Hah?"

Dania mengerjapkan matanya beberapa kali, mencerna apa kata dokter dihadapanya itu. Hingga tak tau dapat keberanian dari mana ia melangkah mendekati kantung darah itu dan mulai memompanya dengan hati-hati.

"KAU!!.. sengaja ingin buat dia mati hah? Bosan kerja disini ? Lakukan dengan benar dan cepat!!"

Dania tercekat, ia pun mulai memompa kantung itu dengan tempo cepat. Bosan kerja katanya ? hah, kontrak kerjaku saja baru dimulai besok. Sebenarnya apa yang kulakukan sekarang.

○○○

Abdi meninggalkan ruangan setelah operasi selesai. Abdi berhasil menyelesaikan operasi itu. Abdi terlihat sangat lelah, lelah fisik dan emosional. Tak pernah terpikirkan olehnya jika operasinya setelah sekian lama akan berlangsung dengan ketegangan lahir batin.

"Apa yang salah dengan rumah sakit ini, mengapa memperkerjakan orang bodoh sepertinya. Apa dia anak salah satu pendiri rumah sakit ? Cih!! Yang benar saja memakai jubah operasi saja tidak bisa"

Abdi membuang jubah bekas operasi itu dengan kasar ke tempat sampah, pandangannya kembali ke belakang ke arah pintu operasi.

"Awas saja jika aku melihatnya lagi nanti"
Ucapnya sambil berlalu.

Sementara itu, Dania terlihat syok. Bagaimana tidak ? Ia belum bekerja saja sudah disuguhkan dengan operasi apalagi besok ketika ia sudah benar-benar bekerja.

Dania terdiam, berjongkok di sudut ruangan sambil memperhatikan orang-orang berjubah yang berlalu lalang membereskan tempat ini. Ia menghela nafas panjang. Tak pernah terbersih dalam pikirannya akan memasuki ruang operasi apalagi menyaksikannya secara live.

"Kau terlihat syok, baru pertama masuk ruang operasi?"

Dania mendongak melihat ke sumber suara. Pemuda tampan, meski tak setampan dokter Abdi. Kalau tidak salah ia adalah orang yang tadi berada di sebrang dokter Abdi.

"ya.." ucap Dania sambil tersenyum kecut.

"Kalau begitu selamat" ucapnya sambil mengulurkan tanganya kedepan Dania.

"Untuk?"

"Operasinya berhasil, dan kau telah menyelamatkan pasien itu" ucapnya sambil tersenyum. Dania membalas uluran tangan itu, kemudian sudut bibirnya mulai terangkat.

Setelah kata-kata kasar yang di ucapkan dokter Abdi, ternyata ada juga orang yang bisa menghibur dirinya. Ia sangat senang mendengar bahwa dirinya telah menyelamatkan nyawa seseorang.

●●●

LovemedicalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang