Asta's Land of Loneliness

895 33 1
                                    

Aku menyisir rambutku lalu mengikatnya ke belakang. Dengan sweater putih, celana jeans panjang, tas ransel yang imut dan sneakers - sepatu favoritku - aku berjalan keluar kamarku.

"Anak Mama cantik banget sih, mau kemana?" Tanya Mamaku saat aku duduk di sebelahnya - yang sedang menonton tv.

Aku tersenyum, "Pergi sama temen, Ma. Katanya sih ada yang mau diceritain sama dia." Mama hanya mengangguk pelan.

Suara klakson mobil Asta yang kutunggu-tunggu akhirnya sampai di rumahku. "Ma, Adel pergi dulu ya." Setelah mengecup pipi Mama aku keluar rumah. Tak kuduga Mama ikut keluar denganku. "Mama ngapain ikut keluar?" Tanyaku heran.

"Mama mau liat 'temen' kamu aja kok." Emangnya aku kaya mau pergi sama preman apa?

Asta turun dari mobilnya karena melihat Mama yang ikut keluar rumah denganku.

"Pagi, Tante." Sapanya seraya menyalam Mama. "Pagi, nama kamu siapa?" Tanya Mama.

"Asta, Tan. Adhyasta." Mama hanya ber-'oh' pelan lalu berkata, "Jangan lama-lama pulangnya ya, besok kan kalian sekolah." Kami berdua mengangguk.

*

Kami berdua hanya diam di dalam mobil. Sangat tidak enak.

Tiba - tiba radio mobil Asta memutar lagu Glenn Fredly - Sekali Ini Saja.

Bersamamu kulewati

Lebih dari seribu malam

Bersamamu yang kumau

Namun kenyataannya tak sejalan

Sedih banget ya lagunya? Tiba-tiba aku mendengar Asta bernyanyi lirik selanjutnya.

Tuhan bila masih ku diberi kesempatan

Izinkan aku untuk mencintanya

Namun bila waktuku telah habis dengannya

Biar cinta hidup sekali ini saja

Aku menatap Asta dengan pandangan tak percaya. Asta bener - bener multitalented. Jangan bilang dia bisa sirkus juga?

"Jangan gitu banget dong liatin muka gue. Entar naksir lo." Ungkapnya. Baiklah aku ke-gap ngeliatin dia dari tadi.

"Enggalah, najis banget gue naksir lo." Kataku sambil tertawa. Asta ikut tertawa dengan senyuman pahit.

"Jahat lo." Katanya sambil menoyor kepalaku.

"Kita mau kemana sih Ta? Kasih tau gue dong. Atau jangan-jangan lo mau nyulik gue ya?" Tanyaku padanya sambil menunjuk telunjukku ke arah mukanya.

"Bolehkah saya menculik anda, Tuan Putri?" Tanyanya balik padaku. Apaan sih.

Aku menggeleng dengan pasti. Sambil mengerucutkan bibirku. Tunggu, aku kok terlalu manja gini?

"Kalo nyoba nyulik hati lo boleh ga?" Maksudnya apa Astaaaa?

Aku menunjukkan muka tak mengerti padanya.

"Becanda gue, lo gampang ditipuin ya." Katanya sambil tertawa.

"Sebel gue sama lo!" Kataku sambil memukul bahunya.

*

Kami sampai di tujuan yang bahkan aku tak tau di mana. Yang jelas, rumput hijau muda, danau biru muda, pohon berdaun coklat, perfection.

"Welcome to my land of loneliness, Adelia Faranisa Aznii." Ucapnya seraya membungkuk seperti menyapa tuan putri.

"Adhyasta, untuk apa kita kemari?" Tanyaku tak kalah 'baku' padanya.

"Saya, Adhyasta, ingin menceritakan sesuatu kepada anda." Aku sukses melototkan mataku.

Apa Asta mengajakku kemari karena cerita itu akan membosankan? Dan jika aku bosan, aku disuguhi pemandangan yang indah? Baiklah, di sini memang sepi. Enak untuk mencurahkan isi hati.

Aku melihat Asta kembali ke mobilnya, "Bentar ya Del."

Lalu ia kembali sambil membawa tikar yang biasa dipakai untuk piknik-piknik. Setelah mengembangkan tikar di dekat pohon dan duduk, ia menyaratkanku untuk duduk disampingnya. Aku pun mengangguk.

"Jadi lo mau cerita apa Ta?"

"Boleh ya kita to the point aja, ga pake basa-basi?" Tanyanya.

"Oke."

"Ka Disha itu kaka gue." Aku sukses kaget. "Lo ga pernah liat dia kan pas ke rumah gue? Well lo pasti mikir dia lagi di luar. Tapi engga. Dia emang engga tinggal di rumah gue."

Aku bahkan tak sanggup bicara. "Tunggu deh. Gue emangnya boleh tau nih alasannya Ka Disha engga tinggal di rumah lo?"

"Yap, lo boleh. Dan hanya lo yang boleh. Maksud gue, baru lo orang yang gue kasih tau. Sebelumnya, Ka Disha tinggal di rumah adik Mama gue."

"Emangnya dia ga mau tinggal di rumah lo?" Selaku.

"Dia amnesia, Del. Dia ga inget gue, Mama, Papa." Astaga. Rasanya aku mau nangis ajadeh. Drama banget hidupnya Asta.

"Jadi dia taunya Tante lo itu Mamanya?" Kepoku.

"Ya, Del. Untungnya Tante gue ga punya anak, jadinya dia mau ngerawat Ka Disha." Mata Asta mulai berkaca-kaca.

"Sshhh..." Ucapku sambil mengelus punggungnya.

"Makanya ini tempat gue menyendiri, Del. Gue ke sini kalo rindu Ka Disha..." Suaranya memelan, dan aku melihat beberapa tetes air matanya turun. Hanya beberapa tetes.

"Astaaa, gue ga sanggup liat orang nangis. Plis, kita pergi yuk? Cari makanan?" Mohonku. Kurasa aku juga ikut menangis.

"Yuk."

*

"Yang nangis gue, kok mata lo yang bengkak, Del?" Tanya Asta sambil ngakak.

"Ini gara-gara lo! Ah gue benci sama lo." Kataku sambil mengusap-usap mataku.

Tak berapa lama si Mbak pelayannya bawa pesanan kami. Akupun melahap steak daging dengan saus barbeque pesananku. "Selo, Del. Pelan-pelan aja. Ga bakalan kabur tuh steak." Hah aku lapar.

Di tengah perjalanan kami sedang makan (kaya apaan dah), aku teringat sesuatu.

"Eng ... kalo emang cerita Ka Disha kaya gitu, kenapa dia dijodohin sama Ka Gala?"

My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang