What's In 293

475 34 4
                                    

aku berjalan masuk ke dalam kelas sambil membawa diary yang akan kuberikan ke Asta.

Aku bingung, ada cewe duduk di tempat dudukku.

Selama ini tidak ada yang mau duduk di tempat dudukku.

"Lo siapa?" Tanyaku dingin. Jutek.

"Tempat duduk lo di sini ya? Maaf ya gue di sini." Katanya dengan suara yang takut.

Aku mengangguk pelan, "Oke." Sambil duduk di bangku sebelahnya.

"Kelas lo di mana?" Tanya Aku mencoba mencari teman baru.

"Sebenernya gue ..."

"Oh gue tau. Lo anak baru kan?"

"Iyasih, tapi gue ... duduk di sini dan kejebak sama lem di bangku ini..."

Alhamdulillah bukan gue yang kena.

"Astaga masih pagi dan lo kejebak di kursi orang? Kok bisa?"

"Jadi gue datang pagi banget, terus pas gue keluar liat-liat sekolah bentar, bekal gue ilang. Ternyata di sini. Yah beginilah." Katanya sambil menunjuk laci mejaku.

Memang ada bekal di situ sih.

"Eh gue lupa, nama gue Adel. Adelia Faranisa Aznii, dua 'i' di belakang." Ujarku sambil mengulurkan tangan.

"Gue Zena. Snazne Zena. Oh ya, Cuma lo yang mau ngulurin tangan untuk kenalan sama gue." Jawabnya sambil menjabat tanganku.

Ampun dah, itu nama z nya banyak.

"Lo orang bule ya?"

"Engga. Keturunan seumprit mungkin? Lo kali yang bule?"

"Sama deh, keturunan seumprit." Kataku lalu kami berdua tertawa.

"Jadi kelas lo di mana?"

"Di sebelah."

Sekelas sama Asta dong ya?

"Kenal Asta gak? Adhyasta?" Penting banget yak nama panjangnya?

"Yang ganteng itu kan? Jangan bilang siapa-siapa ya, gue naksir sama dia."

Nak, kamu berbicara pada orang yang salah, Batinku sambil tertawa jahat dalam hati.

"Oh ya? Gue kenal gitu deh sama dia."

"Serius lo? Kasih tau dong dia orangnya gimana!" Katanya semangat. Untung saja hanya ada kami berdua di kelas ini.

"Ssssttt... Orangnya multitalented banget, baik,-"

"Jir, bantuin gue ngedeketin dia yak?"

"Oke." Kataku sambil tersenyum lebar.

Lalu kuhabiskan waktu berbicara dengan Zena. Orang yang menyenangkan. Apalagi kami mempunyai masalah yang sama di sekolah ini. Sama-sama dikucilkan, dianggap tak ada.

Saat istirahat, aku masuk ke kelasnya. Berniat menjumpainya dan melihat jika Asta sudah sekolah.

Ternyata Asta belum sekolah. Mungkin besok.

"Zen, lo mau ga gue ajak ke rumah Asta?" Ajakku padanya.

"Serius lo? Boleh-boleh."

Lalu aku menelfon Asta.

"Ta, lo kok engga sekolah sih?"

"Gila lo masa gue baru sembuh langsung sekolah? Pemulihan dulu gue."

"Kalo gitu gue boleh ke rumah lo ya?"

"Yaudah dateng aja, tapi jangan ngerusuh."

"Oke."

Lalu aku memutuskan sambungan telfon.

"Gimana Del?" Tanya Zena antusias.

"Boleh."

"YIPPIYEY!"

Bukan temen gue, bukan, batinku sambil geleng-geleng.

*

Saat pulang sekolah aku pergi sesuai rencana - ke rumah Asta. Saat sampai aku menekan bel rumahnya.

"Assalamualaikum." Sapaku saat melihat Mamanya Asta membuka pintu.

"Waalaikumsalam. Kamu mau jenguk Asta ya? Dia di halaman belakang tuh." Ucap Mama Asta sambil senyum lebar.

Lalu aku mengangguk dan langsung ke halaman belakang.

"Hei." Sapa Asta padaku.

"Ini Ta. Gue bawa ini nih." Ucapku sambil memberikannya diary punyaku. Yang berisi tentangnya.

"Lo masih inget 293?"

"Udah lo isi? Bagus bagus! Mana?"

"Lo boleh baca ini, tapi pas gue ga di sebelah lo. Gue ke dapur dulu ya, ngambil cemilan."

Oh ya, Zena ga jadi mau ke rumah Asta. Dia mendadak punya urusan. Yaudah deh, jadinya aku sendiri ke sini.

So, back to the topic.

"Aku membuka diary Asta dan membaca tulisan yang berawalan "293".

293, ( 244, Adelia Faranisa Aznii, gue sebenernya ga mau nulis apapun di '293' ini. Karena di tanggal 29 Maret, gue punya momen yang ga enak banget. Gue ga mau ngungkap ngungkap itu lagi. Tapi, semenjak lo mau gue tulis, bakalan gue tulis.)

Hari ini mungkin salah satu hari terbaik yang pernah ada. Aku bakalan pergi ke mall sama Kakakku sendiri. Kakak kandung. Mungkin ini terkesan bencong. Tapi terserahlah, aku ingin sekali jalan - jalan dengan seorang Kakak. Tapi, saat aku memperbolehkan Ka Disha berbelanja, aku melihat sesuatu. Adel. Dan Gala. Baru saja ini akan menjadi hari terbaikku. Sudah hancur semuanya. Dan yang lebih buruk adalah, aku mendengar Gala menyatakan perasaannya. Bodohnya aku. Seharusnya aku melakukan itu duluan tempo hari. Aku langsung mengajak Ka Disha pulang, dan aku melakukan sesuatu yang sangat salah. Menginjak pedal gas begitu kencang, sehingga kami menabrak truk.

234, Saat aku sadar di rumah sakit, hal yang terfikir olehku adalah, kalian jadian dan bahagialah. Disaat aku mencoba melepaskanmu, kamu datang, dan kamulah orang kedua yang menanyakan jika aku baik - baik saja. Tentu yang pertama pak dokter. Tapi aku bingung, kenapa Gala sama Ka Disha berpegangan tangan? Tentu saja sekarang aku tau alasannya, Ka Disha sudah memberi tauku. Mungkin sekarang saatnya aku merelakan Gala menjadi orang yang baik di mataku.

244 (lagi), mungkin saat lo baca ini gue udah buat plan untuk ke dapur untuk ngambil cemilan. Dan lo ngeliat gue. Well, ini ga romantis kalau gue kasih tau, tapi saat Asta masa-depan-yang-membawa-cemilan-di-tangannya datang, pura - pura terkejutlah. Dia buat sesuatu untukmu.

Lalu Asta datang sambil membawa piring di tangannya.

"Buka." Katanya padaku.

Aku membuka penutup piring itu dan melihat agar - agar dengan tulisan "I Wuv You, Adelia."

"Wuv?" Kataku sambil terkekeh.

"Ga ada waktu untuk buat L O dan E. Actually, wuv is kinda cute." Jawabnya.

Lalu ia memetik bunga di halaman belakang. Aku khawatir Mamanya marah.

"Adel, seharusnya gue udah nyatain ini ke elo dari jauh - jauh hari. Tapi gapapa deh, sekarang juga cocok."

"Lo kan udah nyatain?"

"eng ... okedeh, langsung gue tembak aja kali ya?"

"Gue belum mau mati Asta." Kekehku.

"Jadi pacar gue ya?"

Zena, kayanya ga jadi deh gue ngejodohin kalian, aku ... udah mulai suka Asta.

*

AN

Maaf ya lama buanget ga ngupdate.

Kayanya bentar lagi bakalan lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa like lama banget ngupdatenya, soalnya bentar lagi ujian semester, jgn bosen ya :)

My ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang