Komunitas Anak Kesehatan, komunitas ini ada sejak empat tahun yang lalu, tepatnya ketika aku baru masuk ke Rumah Sakit ini. Komunitas AK dicetuskan oleh Puja dan berjalan sampai sekarang dengan diketuai oleh Aisyah. Anggota berasal dari sebagian tenaga kesehatan Rumah Sakit ini, dari Dokter, Perawat, Ahli Gizi, Analis sampai helper Rumah Sakit, total jumlah anggota saat ini ada 60 anggota.
Komunitas kami berfokus pada kegiatan bakti sosial berupa pemeriksaan gratis dan bagi-bagi obat maupun vitamin bagi anak panti asuhan atau anak jalanan. Tetapi, tidak menuntut kemungkinan jika ada donatur kita bisa memberi lebih, bisa pakaian, sembako, dan paling sering buku-buku anak.
Aku menjadi bagian dari pengelolaan keuangan Komunitas, mengatur pemasukan dari uang kas, uang donatur, dan uang bantuan dari pihak Rumah Sakit. Kami biasanya mengadakan baksos dua bulan sekali saat mendapat uang tunjangan dari Rumah Sakit. Sebagian dari uang tunjangan itu kami gunakan untuk membeli obat-obatan dan beberapa kebutuhan pemeriksaan kesehatan.
Aku merasa senang dengan pengajuan proposal untuk sponsor baksos ke Direktur Rumah Sakit disetujui, tetapi hatiku seharian ini bergulat pada perasaan bimbang karena Genta yang akan mendampingi kegiatan baksos kali ini.
Semua kegiatan mengharuskan aku untuk selalu berkoordinasi dengannya, sedangkan sikapnya tempo hari masih mengganggu pikiranku hingga saat ini. Untuk sementara aku meminta Puja meng-handlenya, aku yang akan membantunya mengakumulasi dana baksos.
Aku menjatuhkan kepalaku di kaca atas inkubator, bahkan perasaan mengganjal ini menggangguku di waktu bekerja. Aku melihat bayi prematur tergeletak di dalam sana, memakai alat bantu napas yang bahkan menutupi semua bagian wajahnya. Ah, bayi yang malang. Dia saja bertahan untuk hidup, kenapa aku yang sehat malah ingin menyerah pada hidup?
Setelah dinas pagi ini, aku berniat langsung pulang saja. Aku berniat memutar arah agar tidak melewati bangsal Melati, namun lagi-lagi Allah tidak suka jika aku harus bersikap pecundang. Devita menitipiku resep obat untuk diantar ke Farmasi dan kebetulan Farmasi itu tepat setelah bangsal Melati. Aku berharap tidak bertemu dengan Genta hari ini.
"Nai!"
Saat di depan bangsal Melati, aku mendengar seseorang memanggil namaku. Padahal bangsal Melati adalah tempat yang sementara aku hindari karena ada Genta. Tetapi nyatanya ada saja yang menghentikan langkahku di bangsal ini.
Aku menoleh, ternyata Aisyah. Dia melambai dari dalam nurse station bangsal Melati.
"Ada apa?" tanyaku dengan intonasi nada yang sengaja aku pelankan.
"Sini bentar!" katanya.
Refleks aku menggeleng hingga berhasil membuatnya mengangkat satu alisnya, heran.
"Wait!" dia keluar dari nurse station dan berjalan mendekatiku. "Ada apa?" tanyaku setibanya dia di depanku.
"Kamu ngelimpahin tugas baksos ke Puja ya?"
Wah ketahuan deh, aku nyengir sambil menggaruk tengkukku yang tidak gatal. Dan Aisyah menimpukku dengan map yang dia bawa ke lengan kananku. Aku meringis kesakitan sembari terkekeh.
"Kamu ini.. Dasar nggak biasa-biasanya kayak gitu," ocehnya,
"emangnya kamu nggak dibolehin ikut komunitas sama suamimu?" "Ah, nggak-nggak. Bukan itu," tepisku.
Aku memutar otak untuk mencari alibi yang tepat biar Aisyah tidak curiga karena hubunganku dengan Genta kurang baik.
"Itu, kemarin pas nyerahin laporan ke Ketupel. Aku sibuk, ada bayi yang harus diobservasi ketat, jadi aku nyuruh Puja buat nyerahin laporan itu," alibiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DSS 1] Dear Allah [NOVEL VERSION]
SpiritualCinta diam-diam Naira tersimpan rapi bertahun-tahun kepada Wildan yang hatinya telah tertambat pada gadis lain. Naira harus menahan rasa sakit saat mendengar Wildan selalu menceritakan gadis yang ia cinta di hadapan Naira. Cinta diam-diamnya begitu...