#15 : Rahasia Manis Yang Dirahasiakan

260K 18.5K 224
                                    

Satu tahun yang lalu...

Lelaki muda yang sebentar lagi bergabung dengan tim dokter bedah itu senyum-senyum sendiri tidak jelas di depan Masjid Rumah Sakit. Setelah melakukan salat isya', pemuda itu mengirim pesan singkat dengan aplikasi Line ke seseorang. Beberapa kali dia tersenyum saat setelah membaca pesan masuk yang dia terima.

Setelah terpisah selama dua belas tahun sejak pertemuan pertama, baru beberapa minggu yang lalu dia bertemu dengan gadis yang dia kirimi pesan itu saat dirinya baru masuk Rumah Sakit ini menjadi residen bedah.

Dia akui, saat kali pertama bertemu dengan gadis itu, dia mempunyai perasaankagum padanya. Gadis itu mempunyai tawa yang renyah, lantunan istighosah yangbagus, senyum yang indah, dan berjiwa sosial yang tinggi. Meski perasaan itutak terlalu membuatnya paham, tetapi Wildan masih menyangkal bahwa itu adalahrasa cinta pertama. Dia hanya sebatas kagum, itu saja.

Wildan tertawa lagi setelah membaca pesan masuk di aplikasi Line-nya. Gadis itu lucu, menurutnya.

"Ngapain sih ente senyum-senyum gitu, Wil?" sapa seseorang yang baru keluar dari pintu Masjid.

Wildan menoleh," Nggak, ini. Lagi chat-an sama temen," balasnya.

"Siapa, sih?" seseorang itu duduk dan ingin mengintip isi chat Wildan. Tetapi Wildan segera menutupinya.

"Pelit," cibir orang itu kepada Wildan yang dibalas dengan gelak tawa mengejek.

Seseorang di sampingnya itu adalah sahabatnya, teman seperjuangan saat di bangku kuliah. Genta lebih dulu bekerja di Rumah Sakit ini karena setelah mengambil Program Profesi dia tidak melanjutkan mengambil spesialis, dia dokter umum yang dinas di bangsal rawat inap, sedangkan Wildan, setelah program profesi ia mengambil spesialis bedah dan akan lulus beberapa bulan lagi.

"Ohya, ente kan mau cerita tentang perawat yang ente suka, siapa sih? Kerja di sini?" tanya Wildan.

Yang semula Genta jengkel dengan ejekan Wildan barusan, kini tampak wajahnya berseri karena Wildan menanyakan seorang gadis yang tengah dia suka.

"Iya, dia kerja di sini. Di bagian Perinatologi."

"Namanya siapa? Shalihah nggak?"

"Tunggu dulu. Ane mau cerita dulu tentang pertama kali ane ketemu sama dia."

"Lanjut!" kata Wildan mengiyakan saja.

"Waktu itu ada keluarga pasien yang bayinya abnormal, bayi itu lahir dengan ancheppal, ngotot masuk ke ruang Peri karena ingin membawa pulang paksa bayi tersebut. Kebetulan ane lewat depan ruang Peri dan melihat keributan di depan pintu ruang itu. Semula sih ane nggak mau ikut campur karena bukan ranah ane di tempat itu. Tetapi, setelah melihat salah satu perawat bicara dengan tegas dan membujuk keluarganya untuk tidak membawa paksa bayi tersebut, ane jadi ikut-ikutan. Dari sekian perawat yang membujuk keluarga tersebut, cuma dia yang berhasil memberi pengertian kepada keluarga itu." Cerita Genta panjang lebar dan pastinya dengan senyuman yang lebar pula.

"Menurut ane, dia perawat yang ajaib. Dari tatapan, tutur kata, dan sentuhan lembut tangannya mampu membuat keluarga tersebut yang semula emosi menjadi paham dan membiarkan bayi tersebut dirawat di ruang tersebut. Sejak itu, ane penasaran sama dia dan mulai mencari tahu. Informasi yang ane dapat dari temannya yang satu bangsal dengan ane, ternyata dia memang bidadari dunia yang selama ini ane cari," lanjutnya.

"Mashaallah, semoga dia yang jadi jodoh ente, Ta," kata Wildan.

"Aamiin," balas Genta mengaminkan doa sahabatnya itu.

"Ohya, ane boleh nanya nggak?" lanjut Genta, "teman chat ente itu?"

Wildan tertawa. Ternyata Genta menjadi penasaran sama teman yang tadi mengirim pesan untuknya.

[DSS 1] Dear Allah [NOVEL VERSION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang