Pada dasarnya perceraian adalah bagian dari program besar iblis.
Raja setan ini sangat bangga dan senang ketika ada anak buahnya yang mampu memisahkan antara suami dan istri. Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya. Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada yang melapor, "Saya telah melakukan godaan ini."
Iblis berkomentar, "Kamu belum melakukan apa-apa."
Datang yang lain melaporkan, "Saya menggoda seseorang sehingga ketika saya meninggalkannya dia telah berpisah dengan istrinya."
Kemudian iblis mengajaknya untuk duduk didekatnya dan berkata, "Sebaik-baik setan adalah kamu." (HR. Muslim).
Ayah Wildan menceritakan hadits tersebut saat Latifa tak sengaja mengatakan bahwa dia tidak menginginkan kakaknya bercerai dengan Naira.
Saat itu juga ayahnya juga memberi Wildan nasihat tentang seorang imam yang membuat Wildan merasa berdosa karena selama ini lalai dalam tugas menjadi imam di dalam salat istrinya.
Ayahnya bilang bahwa istri ladang dari kebaikan dan keburukan suami, istri adalah penentu dari nasib suami. Jika istri terluka, niscaya kenikmatan dunia maupun akhirat pasti jauh dari suami. Begitu pula sebaliknya, jika istri senang hatinya kebaikan akan selalu datang ke keluarga itu sendiri. Pesan ayahnya yang terakhir adalah jalani pernikahan bukan karena membenci ataupun mendendam tetapi jalani karena Allah dan karena ingin memuliakan istri.
Mulai saat itu Wildan sadar bahwa selama ini dia telah jauh tersesat. Mengharapkan wanita lain padahal sekarang dia sudah menjadi kepala rumah tangga yang memiliki tugas wajib memuliakan istrinya.
Wildan berjanji akan berusaha menjadi imam yang baik untuk Naira meski masih ada lubang kelaraan di hati karena wanita lain, masih ada.
Zulfa.
Entah bagaimana Wildan bisa melupakan wanita itu padahal jelas-jelas dia bukan yang terbaik untuknya, dia telah menunjukkan kecelaannya sebagai calon istri shalihah. Ingin sekali melupakan dia tetapi bayang-bayang Zulfa selalu menghantui Wildan setiap malam dalam sadar maupun mimpinya. Sebesar apapun usaha untuk melupakan, nyatanya selalu ada celah untuk merindu.
Sekitar jam setengah tujuh pagi, Wildan sarapan bersama Naira. Selain dentingan sendok dan garpu bersinggungan dengan piring, tidak ada suara lain. Setiap hari monoton seperti itu. Dia tidak mau memulai dan Naira juga tidak berniat memulai pembicaraan di pagi ini.
"Aku berangkat," pamit Wildan mengangkat tas kerjanya setelah menaruh sendok dan garpu di atas piring, lalu berdiri.
Naira juga ikut berdiri meskipun sarapannya belum selesai.
"Assalamualaikum..."
Naira mencium punggung tangan Wildan sambil membalas salam.
"Mas, nanti aku ada perkumpulan komunitas jadi pulangnya agak sorean," kata Naira.
"Hmm," balas datar Wildan seraya mengambil langkah untuk berangkat kerja.
***
"Dokter Wildan."
Wildan menoleh dan mendapati residen bedah.
"Ya?"
"Saya sudah memutuskan mengambil penyakit Aids untuk tugas akhir saya," ucapnya, dokter muda berkaca mata bulat itu memperlihatkan keseriusannya.
"Kamu yakin?"
Aids adalah penyakit menular yang mematikan dan sangat menular. Penularannya bahkan melalui darah. Belum ada obat yang ampuh untuk menyembuhkan penyakit itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[DSS 1] Dear Allah [NOVEL VERSION]
SpiritualCinta diam-diam Naira tersimpan rapi bertahun-tahun kepada Wildan yang hatinya telah tertambat pada gadis lain. Naira harus menahan rasa sakit saat mendengar Wildan selalu menceritakan gadis yang ia cinta di hadapan Naira. Cinta diam-diamnya begitu...