5. Buku Bahasa Inggris.

527 45 3
                                        

"Anjrit!" Dita memegangi perutnya yang rasanya seperti dikelitiki dengan tetap terpingkal-pingkal, "lo serius duduk sama Yuda?"

Rosa yang kini duduk berhadapan dengan gadis keturunan tionghoa itu memanyunkan bibirnya.

"Gue gak tahu harus nyelamatin lo atau ngasih ucapan duka cita, ck...ck."

Rosa menenggak airnya hingga tandas setengah. "Ganteng sih Yuda. Tapi horror duduk sebangku sama dia. Gue aja semalem susah tidur mikirin ini, mampus aja dah gue."

"Lo mikir ga, Dit? Harusnya siswa model mereka berlima itu udah dikeluarin, atau minimal skorsing lah."

Dita mengangguk setuju. "Dan setiap kasus mereka tuh kaya ditutup-tutupi gitu."

"Hm."

***

"Mampus gue!" Rosa menggaruk kepalanya dengan panik. Gadis itu terus mengacak-acak tas-nya guna menemukan apa yang ia cari, "duh, ini pasti gara-gara gue telat bangun."

Dengan cerobohnya, Rosa tak membawa buku Bahasa Inggris yang merupakan pelajaran saat ini, melainkan ia membawa buku Bahasa Indonesia.

Yuda sejenak mengamati perilaku gadis di sebelahnya dengan bingung, lalu memilih tak peduli. Cowok itu masih sempat bermain ponsel sebelum jam pelajaran berlangsung, padahal kini sudah duduk di bangku paling depan.

Namun, sikap apatis Yuda akhirnya runtuh juga ketika mendengar isakan tertahan dari gadis di sebelahnya. Akhirnya cowok itu mendecak. "Kenapa lo?"

Rosa hanya menggeleng dan terus terisak.

Yuda mengangkat bahu enteng seraya melirik arlojinya. "Ntar lagi pelajaran dah mulai. Lo mau guru liat lo nangis?"

Rosa masih tak menjawab hingga membuat cowok itu menggaruk kepala dengan frustasi. Hingga akhirnya Yuda baru menyadari bahwa tulisan buku berwarna hijau yang ada dihadapan gadis itu adalah Bahasa Indonesia. Dan saat itu juga Yuda mengetahui betapa cerobohnya gadis ini.

Suara langkah kaki mendekat membuat Yuda langsung berdiri merapat ke jendela. Dengan tubuh jangkungnya, cowok berkulit sawo matang itu langsung bisa melihat siapa yang datang tanpa harus berjinjit.

"Hei, nama lo Roshita kan? Bu Seti udah menuju kesini." Yuda mengguncang-guncangkan tubuh Rosa yang kini sedang menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan.

Gadis itu mengangkat kepalanya lalu berjinjit di depan Yuda membuat dada cowok itu langsung menempel di kepalanya. Sontak dua orang yang 'mencurigakan' itu membuat pandangan seluruh kelas terarah pada mereka.

"Sekarang lo berhenti nangis. Ntar dikiranya gue yang ngusilin."

Rosa kembali duduk di kursinya tanpa menjawab.

"Ck," Yuda menyodorkan buku miliknya, "Lo akuin aja ini punya lo. Nggak ada namanya juga."

Ucapan singkat dari Yuda otomatis membuat Rosa yang tadinya menatap kosong, beralih membulatkan kedua mata ke arahnya.

"Kenapa? Gak mau?" Cowok itu mengangkat alis tebalnya.

"Te-terus lo gimana?"

Yuda tersenyum simpul, dan itu adalah senyum termanis yang pernah Rosa lihat dari cowok itu. "Gue udah biasa dihukum. Lo enggak."

***

Seatmate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang