13. Sinyal.

516 49 0
                                    

Rosa melangkah dengan tatapan kosong disepanjang koridor.

"Gelap," gumamnya pelan seraya melirik arlojinya. Waktu sudah menunjukan pukul 6 sore, biasanya Rosa menghabiskan waktu setengah jam untuk berjalan sampai di rumahnya.

"Oi!"

Rossa menoleh ke sumber suara dan menemukan sebuah cahaya kekuningan dari belakangnya.

Lampu motor Yuda.

"Naek!" perintahnya singkat.

Rosa hanya menatap Yuda dengan sangsi. Bukan karena gelapnya malam, tapi ia membayangkan bagaimana jika ia harus berboncengan dengan Yuda? Canggung? Oh, sudah pasti. Diluar itu semua, ia juga masih kesal dengan sikap Yuda. Dan yang keluar dari mulutnya adalah, "Kok lo disini?"

"Lo amnesia?" Yuda menempelkan tangannya di kening Rossa tanpa ijin, sampai-sampai cewek itu memundurkan kepala tanpa sadar. "Gue kan tadi belajar sama lo. Cepet, naek!"

"Gak! Olahraga 'kan sehat," ucapnya beralasan.

"Lo? Olahraga? Makin lidi dah."

Rosa bersidekap tak terima. "Gak pake acara menghina, bisa?"

Yuda hanya terkekeh pelan. "Hei, ini udah malem, dan pak Ari liat lo terakhir sama gue, kalo lo kenapa-napa gue bakal dibawa-bawa."

"Gue gak suka naik motor." Alasan kedua.

"Ck, lo emang ngeselin," Yuda turun dari motor, mengunci helmnya di jok, dan berdiri seraya melepas jaketnya.

Dan sepanjang aktivitas Yuda yang tak biasa, Rosa hanya mengernyit.

'Ngapain lagi ni anak?'

"Ayo!" Yuda berjalan mendahului Rosa yang masih mengernyit. "Nunggu apa lagi? Cepetan!"

"Ngapain?"

"Ke rumah lo, kan enggak mau naek motor."

"Lo...serius?" Tak ayal gadis itu mensejajarkan langkah dengan cowok kelewat tinggi itu. "Rumah gue jauh, ada kali 30 menit. Terus kalo gue udah sampe, lo balik sendiri? Malem dong? Jalan pula, motor lo kan di sini."

"Cowok biasa kali jalan malem."

"Jangan! Disini tuh rawan kejahatan!"

Yuda menahan senyum mati-matian, dan membuat tampangnya sesantai mungkin. "Kenapa? Khawatir sama gue?"

Ditengah cahaya yang meremang, Yuda melihat semburat merah perlahan menjalari wajah manis seorang gadis yang tingginya hanya sebatas bahu Yuda itu.

Detik ini juga Yuda tak bisa menyangkal perasaannya pada Rosa.

"Ngaco lo!" Rosa mencicit. "Sikap lo berubah-ubah. Kemarin marah-marah, sekarang baik. Tiba-tiba aja sok mau nganterin." Pengalihan.

Yuda tersenyum. "Kan gue temen lo. Kata ibu gue, sesama temen harus saling ban-"

"Sejak kapan lo temen gue?"

"Sejak gue memutuskan jadi temen lo," ucap Yuda disertai senyuman santai.

"Tapi gue udah gak mau temenan sama lo."

"Terserah. Tapi gue nganggap lo temen gue."

Rosa menarik napas panjang. "Untuk bisa jadi temen gue, lo bisa mulai dengan jangan panggil gue 'Rose'."

Yuda tiba-tiba berhenti berjalan, dan menatap wajah Rosa dari samping. Sengaja menunggu apa reaksinya. "Rose itu mawar. Mawar itu indah. Karena lo kaya mawar, jadi gue panggil lo Rose."

Saat itu juga detik serasa begitu lambat. Rosa menatap wajah dihadapannya ragu-ragu. Ucapan Yuda yang menyebalkan terdengar begitu ambigu di telinganya.

Rosa hanya terdiam meneguk ludahnya. Sedikit banyak ia mulai memahami maksud tersirat dari cowok itu, dan itu membuat perutnya seperti digelitiki.

"Bisa nanya soal biologi lagi, gak? Kenapa cewek yang blushing keliatan tambah manis, ya?"

***

Seatmate.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang