Prologue

17.6K 2K 233
                                    

"Daaaan...selesai!!"

Helen melihat hasil masakannya dengan puas – savory pancake with bacon, melted cheese and sunny side up at the top, dan jangan lupakan secangkir milk tea hangat sebagai pelengkap. Helen meremas bagian bawah celemek putih yang ia kenakan, ia harus menyombongkan hal ini kepada Nathalie!

Dengan cepat, ponsel berwarna rose gold miliknya sudah berada di tangan. Helen membuka aplikasi kamera dan mengarahkan benda mungil itu ke arah masakan yang sudah ia tata sedemikian rupa.

 Helen membuka aplikasi kamera dan mengarahkan benda mungil itu ke arah masakan yang sudah ia tata sedemikian rupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perfect!

Setelah menekan tombol send, Helen melepas celemeknya, menggantungkan benda itu di dinding yang berada tidak jauh dari kulkas lalu kembali ke counter tempatnya meletakkan sarapan tadi.

Sebenarnya ia ingin makan sambil menonton film yang baru saja ia beli kemarin, tapi melihat tatanan makanan yang sudah ia buat, ia merasa sayang jika harus merusak susunannya. Akhirnya, wanita itu menarik kursi dari sudut ruangan dan meletakkan benda itu di hadapan masakannya.

Helen mengambil garpu dan pisau lalu mulai menikmati sarapan dengan lambat, ia ingin menikmati setiap gigitan dan mungkin juga sedikit melakukan evaluasi terhadap masakannya. Tapi setelah beberapa gigitan, Helen tidak bisa menahan rasa laparnya lebih jauh, jadi ia memutuskan untuk langsung melahap semuanya.

"That was great~" gumam Helen. Tangannya meraih cangkir teh yang terletak tak jauh darinya,. Helen duduk bersandar, matanya melihat ke arah luar jendela dapur sedangkan kedua tangannya memegang cangkir berisi milk tea.

Sudah hampir satu bulan...

Helen teringat kembali masa-masa awal ia pindah ke tempat ini. Daerah pedesaan yang cukup jauh dari pusat kota. Orang-orang berpikir bahwa ia tidak akan betah di sini, mengingat sifatnya yang shopaholic, tapi sejauh ini ia menemukan hal yang lebih menyenangkan daripada belanja di butik-butik ternama sepanjang kota London.

Tempat ini memberikan hal lain daripada sekedar kemewahan. Tidak ada mall, tapi ia bisa menemukan hamparan padang rumput yang luas. Tidak ada mobil dan supir pribadi yang ditugaskan untuk mengantarnya kemanapun, tapi ia bisa berjalan kaki dan tidak khawatir kepanasan atau hal lainnya karena di sini cuacanya selalu sejuk dan sangat menyenangkan untuk berjalan kaki mengelilingi tempat ini. Tidak ada pelayan yang menyiapkan segala keperluannya, tapi ia menemukan kesenangan tersendiri saat mengatur segala sesuatu di rumah barunya. Helen memang menyukai hidupnya yang nyaman bersama Aram...

Ah, itu dia...

...Aram...

...alasan utama ia pindah dan memutuskan untuk tinggal sendirian di sini.

Tidak, bukan karena saat ini Aram sudah menikah dan tinggal bersama Nathalie. Helen sama sekali tidak keberatan tinggal bersama mereka, bahkan ia sangat senang memiliki teman serumah – sesama wanita, yang bisa ia ajak mengobrol tentang berbagai hal yang tidak bisa ia ceritakan kepada Aram.

Tapi Helen tidak memperhitungkan apa yang akan terjadi saat adiknya yang manis itu sudah menikah.

Ia terbiasa dengan sifat Aram yang melampiaskan hasratnya kepada beberapa wanita – dan tolong jangan mulai mengingatkannya dengan jalang itu, tapi tingkah adiknya setelah menikah benar-benar membuat Helen geleng-geleng kepala.

Mereka bercinta di mana saja dan kapanpun Aram punya kesempatan!

Helen tahu Aram sedang sibuk dengan berbagai proyek mengenai pembangunan pabrik coklat yang terbaru sehingga ia harus jauh dari Nathalie untuk kebanyakan waktu, tapi, ayolah...ia membutuhkan kehidupannya sendiri!

Helen sudah sangat mentolerir suara-suara yang mereka timbulkan saat malam, tapi apakah ia juga harus mentolerir keterbatasannya dalam bergerak? Beberapa minggu terakhir, ia bahkan tidak bisa keluar kamar dengan tenang mengingat ia pernah beberapa kali secara tidak sengaja bertemu dengan mereka saat...

Ugh...

Helen menyesap minumannya, mengusir ingatan-ingatan tidak mengenakkan dari pikirannya. Ia menaruh cangkir tersebut kembali di counter lalu menopangkan dagunya di kedua tangan yang siap menyangga kepalanya. Di sini benar-benar tenang, pantas saja Nathalie tidak keberatan dengan rencana kepindahannya – meskipun Aram jelas-jelas menolak apapun alasan yang Helen berikan. Helen merasa beruntung memiliki Nathalie sebagai adik iparnya, gadis itu tampak mengerti dengan keputusan Helen untuk pindah – meskipun Helen yakin Nathalie sama sekali tidak berpikir mengenai alasan sebenarnya...

...ah, sudahlah.

Kembali menyandarkan tubuhnya, wanita berambut pirang itu meregangkan badan. Diliriknya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.

Sebentar lagi...

TING TONG!

Helen turun dari kursinya dan langsung menyongsong pintu depan. Tak butuh waktu lama baginya untuk ke sana dan membuka pintu.

"Fresh milk?" ujar Helen sembali melongok dari balik pintu.

Sosok pria di balik pintu itu menoleh ke arah Helen. Sudut bibirnya tertarik, memperlihatkan deretan gigi yang putih dan rapi. Wajahnya terlihat senang, dapat dilihat dari sudut-sudut matanya yang ikut berkerut saat ia tersenyum, "As always..."

My Unintended [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang