.:5:.

6.3K 1.6K 393
                                    

Dering telepon membuyarkan fokus Helen. Ia baru saja akan membalik pancake tanpa menggunakan spatula – seperti yang biasa dilakukan koki lain di televisi, dan suara itu sukses membuatnya gagal menangkap pancake tersebut. Calon sarapan paginya jatuh dengan indah ke atas kompor.

"Sial! Siapa, sih, yang menelepon pagi-pagi begini??"

Setelah mengelap tangannya di celemek, ia mengambil ponsel yang terletak di atas counter di sebelahnya.

Nathalie...

"Halo, Nathalie. Ada apa meneleponku? Apa Aram berulah lagi?"

"Siapa yang kau bilang berulah, huh?"

Helen kaget, secara refleks menjauhkan telepon dari telinganya, "Aram??"

"Maaf, Helen...aku menggunakan mode loudspeaker sekarang." kekeh Nathalie.

"Oh, aku pikir si bodoh itu membajak teleponmu."

"Can you stop insulting me? I'm your own brother, damn it!"

"Ya...ya...ya...aku tidak sedang dalam mood untuk berdebat denganmu, Aram." Helen memandang bakal sarapannya yang tadi, aku harus mengulanginya lagi, keluhnya dalam hati, "kembali ke pertanyaan awal, ada apa?"

"Kapan kau ke London?"

"Aww....apa adikku yang manis ini merindukanku?"

"Kami bermaksud mengajakmu makan malam, Helen." Kali ini suara Nathalie yang terdengar.

"Makan malam? Sure, I'd love to...tapi tampaknya aku belum bisa memastikan kapan akan berangkat sekarang, aku harus melihat jadwal bus..."

"Aku bisa menyuruh orang untuk menjemputmu." potong Aram.

"Tidak, terima kasih. Mobil-mobilmu terlalu mewah untuk daerah ini, Aram, aku tidak ingin orang-orang memandangku berbeda nantinya."

"I know you'll say it, so I prepare a counter plan. It should be there any minute."

TING TONG!

"Ada tamu, nanti aku telepon lagi." Helen mematikan sambungan teleponnya lalu memasukkan benda mungil itu ke saku. Setelah melepas celemek dan menggantungkan benda itu di tempatnya, ia berjalan ke arah pintu dan membukanya sedikit, "Ya?"

Sesosok pria muncul di hadapannya, "Nona Helen?"

"Benar..." Helen mengernyit, ia tidak pernah mengenal orang ini.

"Saya datang untuk mengirimkan ini," pria itu menyodorkan selembar kertas dan pena ke tangan Helen, "tolong tanda tangan di sini." ujarnya sambil menunjukkan tempat yang harus Helen tandatangani.

"Maaf, tapi apa ini?" Helen baru saja menyelesaikan kalimatnya saat ponselnya kembali berbunyi, "Maaf, sebentar..." ia mengangkat tangannya, meminta izin untuk mengangkat telepon itu, "Halo?"

"Lama sekali." suara Aram terdengar dari seberang sana.

"Sebentar...aku sedang ada tamu, bisakah kau bersabar sedikit?" Helen mulai jengkel dengan kelakuan adiknya.

"Apa tamu itu menyodorkan kertas kepadamu?"

Helen menautkan alisnya, bagaimana Aram bisa tahu?

"Kuanggap diam mu sebagai 'iya', bubuhkan saja tanda tanganmu di sana – itu bukan sesuatu yang berbahaya."

Helen menurut – awalnya dia memang ingin membaca dahulu apa isi kertas itu karena ia tidak ingin asal dalam memberikan tanda tangan. Bagaimanapun juga ia masih seorang Alford.

My Unintended [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang