Chapter 22 - Penipu

119 18 5
                                    

Aku melangkah kedalam gerbang sekolah dengan senyum sumringah diwajahku. Setiap orang tersenyum ramah menyapaku dan menanyakan tentang keadaanku yang sekarang sudah bisa dibilang cukup baik. Aku tak tau apa yang kurasakan tapi aku kesal harus berpura-pura seperti ini.

Keadaan membuatku harus berpura-pura tegar didepan semua orang. Termasuk targetku, Ken —Hantu sialan yang telah mengirim pacarku ke surga dengan cara yang menyakitkan— yang saat ini sedang berjalan dengan senyum ceria palsu diwajahnya, seperti biasa. Atau ia memang sedang ceria karena baru saja menghabisi Dean?

"Hey tuan putri, sudah membaik?"

Aku tersenyum, "Hey, aku baik-baik saja."

Ken berjalan mendekatiku, "Aku akan membantumu sampai ke kelas dengan selamat."

Aku mengendus tanpa diketahuinya. "Terimakasih Ken tapi aku bisa lakukan itu sendiri."

Ken menuntun lenganku, "Kau jangan membuatku takut. Aku tak ingin kau celaka."

Hah, satu-satunya yang ingin mencelakaiku adalah dirimu. Namun aku memaksakan lagi untuk tersenyum dan mengucapkan terimakasih padanya dengan berat hati.

"Charity!"

Aku menoleh kearah beberapa orang yang memanggilku. Disana berdiri Tricia, Shania, Federick, Cory, dan Bobby yang sedang berjalan kearahku.

"Hey teman-teman, akhirnya kita yang tersisa sudah berkumpul." Suaraku yang keluar begitu saja dari kerongkongan mengejutkan semua dari mereka. Aku berani bertaruh, aku telah menyakiti perasaan mereka dengan mengatakan hal itu.

Ketika mereka telah sampai ditempatku berdiri, para gadis memelukku satu-persatu secara bergantian.

"Senang kau sudah kembali." Ucap Shania.

"Senang sekali melihat senyum diwajahmu." Tricia ikut tersenyum.

"Aku sudah tau kau akan segera sehat dan kembali." Ujar Cory. Diikuti oleh anggukan Federick dan Bobby.

Aku terkekeh, "Kalian tau kan? Aku beruntung sekali beberapa kali selamat dari maut. Entah keberuntungan apa yang menghampiriku belakangan ini. Tapi well, keberuntungan tidak selalu akan berada didalam dirimu, apalagi kalau sesuatu didalam dirimu telah dipaksa menghilang."

Cinta.

Cintaku telah lenyap, karena seorang hantu penipu disebelahku.

"Apa yang kau katakan?" Bobby bertanya. Mereka semua tampak kebingungan dengan apa yang kukatakan, termasuk Ken yang kurasakan menegang.

Aku menggeleng, "Tak apa, aku hanya sedikit frustasi atas segalanya yang terjadi belakangan ini. Kurasa ini adalah pekerjaan terberatku selama aku memiliki kekuatan itu."

Sedikit? Kurasa rasa frustasiku sudah memuncak.

Shania dan Tricia mengusap pundakku dengan lembut.

"Ayo kita pergi ke kelas. Bel telah berbunyi sejak 5menit lalu." Federick berjalan mendahului. Diikuti oleh kami yang mengekor dibelakangnya.

***

"Nona Russell."

Ketika namaku disebutkan dengan pengeras suara, aku tersadar dari lamunanku dan berjalan menuju loket tujuan.

"Obat ini harus diminum 3x sehari, yang lainnya 2x sehari, diminum sampai habis. Mengerti?"

Aku mengangguk pada apoteker berambut seperti wol domba itu sembari memberikan uang beberapa belas dollar yang Mom berikan kepadaku untuk menebus obat-obatku yang telah habis. Karena aku masih dalam masa pemulihan akibat kejadian yang menimpaku sekitar seminggu yang lalu.

Fear Street: CharityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang