Ada lara yang menjalar, menyusup melalui arteri. Perih menghujam dada, menusuk bak sembilu.
Semenjijikan itukah, daku?
Terkadang daku bingung. Tentang bagaimana cara untuk menyiapi dirimu. Mengambil tindak yang selalu menjaga perasaanmu. Menempuh langkah agar dikau selalu bisa dijamah oleh mata.Kerap kali, daku menjumpai dikau. Dalam diamnya, daku mengagumi caramu berkedip. Caramu bertutur, dan rahang tegasmu yang tatkala mengetat.
Daku bertanya-tanya, mengapa Tuhan mencipatan seorang yang begitu sempurna dalam wujud fisik, namun cacat dalam bersikap?
Perwujudanmu layaknya Dewa Zeus Yunani. Sangat gagah dengan perawakannya. Namun, bedanya. Engkau begitu menikam dalam hal bincang.
Sakit adalah pakaian yang sering daku kenakan manakala daku harus bersibaku denganmu. Perih adalah rasa yang berjalan berdampingan denganku saat daku memilih untuk berdekatan denganmu.
Sekejam itukah engkau?
Menatap daku bagai luka nanah yang membuncah dan berbelatung? Menganggap daku sebagai kotoran dalam sela alas sepatu?Sekeji itukah engkau?
Kepadaku, kau selalu berbuat tak adil. Suara kerasmu adalah lagu yang kerap kali menemani. Bagiku, senyummu selayaknya berlian. Ada, namun sangat mahal harga yang harus daku tebus.Terkadang, daku merasa aneh kecil. Ketika daku tidak sebanding dengan yang lain. Yang mampu mengimbangi dikau dalam bertutur, dalam bergaul. Bisakah daku? Mengambil senyummu? Menikmati sikap hangat yang selalu dikau tebar kepada orang lain diluaran sana? Merajut asa hanya sebuah kata berteman?
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Heart
PoetryHalo! Jika kamu mengira bahwa ini adalah sebuah cerita, jawabannya adalah bukan. Saya tidak tahu ini apa, tetapi jika kamu ingin, kamu boleh membacanya. Lalu, jika ada yang tidak tepat dengan isi hati dan kemauanmu, maka tinggalkanlah koreksi dan ke...