Sebuah ketidaksengajaan menjadikan saya menemukan blog pribadi kamu. Saya baca pelan-pelan tulisan kamu. Saya terpekur sesaat. Saya menyadari bahwa kamu adalah orang yang pantas untuk dikagumi; bukan sebab fisik, tetapi dalam kepiawaianmu dalam tulis-menulis dan juga kepintaranmu.
Satu tulisan saya baca hingga habis. Saya tertarik. Kemudian, saya baca lagi tulisan-tulisan kamu yang lain. Sebutlah saya perempuan aneh, saya menyukai kamu sebab tulisanmu. Tidak munafik, saya mencari akun media sosialmu. Kemudian, saya melihat berbagai aktivitas-aktivitas kemanusiaan di akun-akun media sosial kamu. Saya semakin tertarik.
Namun, saya sadar. Bahwasanya kagum hanyalah sekedar kagum. Kamu dan saya tidak saling mengenal. Kamu dan saya bergelut dalam lingkup yang berbeda dan suasana yang berbeda. Disaat kamu sibuk dengan alat-alat dan helmmu, saya sibuk dengan angka dan kalkulator. Disaat kamu visit lapangan terkena terik matahari, saya justru duduk diam di ruang berpendingin.
Saya hanya sebatas menganggumi. Namun, terkadang saya juga ingin mengenal. Ingin bertanya tentang bagaimana kamu hingga bisa dititik yang semua orang harapkan. Namun, lagi-lagi saya sadar. Saya bahkan tidak pernah merasa pantas untuk sekedar bertanya. Kamu terlalu tinggi untuk saya gapai dan saya imbangi. Iya, memang betul bahwa saya setidakmampu itu.
Bahkan, ketika saya dan kamu berada dibawah langit kota yang sama. Saya masih ragu untuk meminta bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unspoken Heart
PoetryHalo! Jika kamu mengira bahwa ini adalah sebuah cerita, jawabannya adalah bukan. Saya tidak tahu ini apa, tetapi jika kamu ingin, kamu boleh membacanya. Lalu, jika ada yang tidak tepat dengan isi hati dan kemauanmu, maka tinggalkanlah koreksi dan ke...