Yang Pernah Menetap

106 3 0
                                    

Aku pernah mengagumi orang begitu rupa, menjatuhkan diri sedalam-dalamnya dalam kasih yang ditawarkan. Jiwanya lembut, marahnya damai. Menjadikan aku berpikir bahwasanya aku adalah perempuan yang paling beruntung di semesta ini. Dia tidak segagah Dewa Yunani, atau sekeren manusia-manusia jaman sekarang. Tapi yang jelas, aku mencintaimu, begitu katanya.

Tak pernah tersebesit bahwasanya cerita yang sedang aku lakoni ini akan kandas ditengah jalan. Kandas disaat aku sedang sayang-sayangnya. Ck, sepertinya dosaku terlalu besar terhadap Tuhan, sehingga Tuhan tidak begitu gembira dengan aku yang hangat dalam rengkuhnya.

Hari dimana aku sudah tidak lagi bersama lelakiku, aku menangisinya. Menjadi genderuwo lebih dari seminggu dan ya, aku berpikir bahwasanya aku sebentar lagi akan gila. Serius, aku tidak pernah tahu mantra apa yang dia gunakan sampai aku begitu sulit untuk mengikhlaskan perpisahan kami. Sampai-sampai sugesti akan diri sendiri sudah tidak manjur dan tak punya harga diri.

Jangan salah, aku yang meminta ia untuk melepaskan aku. Aku jelas menyesal dengan permintaanku. Namun, aku tidak lagi bisa untuk membagi lekakiku. Kamu tahu 'kan, kalau aku ini masih manusia? Yang kerap ingin diperhatikan dan tidak hanya jadi pajangan? Oh, ayolah! Aku sudah mengalah begitu banyak untuk dia dan pekerjaannya yang tidak pernah ada habisnya.

Aku bahkan tidak protes tentang dia yang selalu melupakan aku untuk hal-hal yang begitu sepele. Aku bahkan selalu iya iya saja dengan apapun yang dia pilih. Hingga tiba hari itu, aku menyadari satu hal bahwasanya aku tidak bisa berjalan dengan kaki pincang untuk dua beban. Aku membutuhkan dia untuk cerita yang sedang kami lakoni.

Aku memberikannya pilihan, berharap dia akan memilihku meskipun sedikit. Tapi ya, angan hanya sekadar angan. Dia tidak memilihku, bahkan setelah ku ceritakan seberapa pedihnya aku, dia tetap tidak memilihku. Katakan padaku, dia tetap mencintaiku, 'kan?

Sialnya, lima hari setelah perpisahan kami aku kehilangan dia sebegitu dahsyatnya. Aku menangisinya malam-malam panjang, berharap ini hanya sekadar mimpi. Tapi bangsatnya, ini nyata. Aku melepaskan dia. Menangisinya sepanjang malam sampai aku yakin bahwasanya mataku ini sudah membengkak sebesar kelereng jumbo.

Aku kehilangan lelakiku. Melepaskan dia yang dengan sabarnya menghadapi aku ketika aku marah dan diam saat bajunya aku jadikan sebagai lap ingusku. Aku kehilangan manusia yang kerap menyubsidi strawberry untuk aku. Aku menolak beranjak. Aku belum mau beranjak.

Unspoken HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang