Unspoken Heart

Kasih Tak Sampai

Halo, kamu yang beberapa waktu lalu saya persembahkan rasa. Apa kabar? Baikkah, atau ada kendala? Tidak usah dijawab, karena saya akan menebak. Saya tebak jika kamu sedang sangat baik-baik saja dengan kebahagiaan yang meruah.

Saya ingin bertanya sebenarnya. Bertanya tentang alasan kamu acuh, alasan kamu menjauh, dan alasan semakin tak tergapainya kamu. Apakah ini karena rasa yang saya miliki? Atau karena gosip murahan yang beredar? Jika kamu ingin tahu, saya lebih tertekan daripada kamu dan dia. Saya lebih stres ketimbang kamu dan dia. Tapi, saya yakin jika kamu tidak mau tahu. Tahu tentang apa yang saya rasakan, tentang malu yang semakin menghimpit wajah, atau perih yang semakin parah.

Bersikap seolah-olah saya baik-baik saja didepan umum demi menutup banyaknya luka yang selalu timbul. Terkadang saya ingin menangis. Menangisi rasa yang malang, separuh hati yang tak berbalas. Akan tetapi, semua itu tak ada guna. Karena saya sadar dari awal ketika saya memiliki rasa untuk kamu dulu, saya mulai mengenakan pakaian yang bernama sakit.

Saya tidak pernah memiliki niatan sedikitpun untuk mengusik kamu ataupun merusak kamu dengan dia. Rasa saya ini murni, tanpa embel-embel apapun. Memang benar saya memiliki rasa, namun hanya sebatas rasa. Tanpa ada niat untuk memiliki atau mengambil. Saya sadar diri tentang posisi saya, tentang posisi serta hubungan dan status kamu yang tidak lagi milik publik. Saya tidak berharap muluk, melihat kamu dari kejauhan saja saya sudah bersyukur.

Hi laki-laki yang kini kian menjauh. Salahkah rasa saya?  Salahkah cinta saya yang tumbuh? Jika saya bisa mengontrol, saya tidak ingin memiliki rasa kepada kamu. Saya tidak ingin menggenggam separuh hati untuk kamu. Namun, rasa itu datang tanpa ada pemberitahuan. Saya menerima jika saya disalahkan, namun saya tidak terima jika rasa saya yang disalahkan. Karena ia datang tanpa salah. Meskipun rasa saya berbuntut luka yang semakin melebar, saya terima. Saya ikhlas.