Menyusuri Vila Angker

204 16 0
                                    

Teman-temannya mulai panik saat Salman pingsan karena melihat sosok tersebut. Saat Salman pingsan, sosok tersebut hilang begitu saja, namun semuanya belum selesai. Kini sepertinya sosok tersebut masuk ke dalam tubuh Salman, lebih tepatnya Salman kerasukan. Ia tertawa melengking sambil menunduk, kemudian wajahnya menghadap ke arah kamera. Semuanya takut melihat kejadian saat itu. Salman pun berdiri dan mulai berjalan, kameranya ia jatuhkan tapi untungnya masih menyorot ke arah Salman. Ia berjalan ke arah pintu untuk keluar.

''Salmaaaannn !!! woy parah dah, mau kemana dia ?'' ucap Eka.

''Kalo gini udah bahaya banget, bisa ilang dia,'' ucap Gibran.

Namun ia masih terselamatkan oleh pintu yang ia ikat dengan tali, tubuhnya hanya menabrak-nabrak pintu selama berkali-kali.

''Ehhhmm.....oke ini tolol,'' ucap Maudy.

''Mungkin itu setan lupa kalo dia udah ngerasukin tubuh orang yang gak bisa nembus benda, ini bener-bener gob......'' *ceklek* tiba-tiba lampu flash milik Eka mati.

''Lah, Eka ??'' ucap Fathia.

''Aseeeemmm !!! ini flash pake acara mati sendiri.''

Salman yang kerasukan kini kembali pingsan, seolah sosok yang memasuki tubuhnya telah keluar. Ia terkapar di lantai tak sadarkan diri. Sementara itu Eka masih berusaha untuk menyalakan flashnya berkali-kali, tak lama kemudian ia berhasil menyalakan kembali flashnya, namun.....

''Eka, dibelakang lu !'' ucap Gibran.

''Belakang gua ?'' ia pun menoleh ke belakang, ternyata ada sesosok wanita yang mengintip di dekat pintu, Eka pun berdiri dan berusaha mendekati sosok tersebut. Dan saat ia lihat, sosok tersebut sudah berada di ujung lorong sambil menatap ke arah Eka. Ternyata itu adalah kuntilanak, sosok itu mulai melayang perlahan ke arah Eka. Dengan keadaan panik, ia segera menutup pintu. Sayangnya tidak ada kunci, ia terus menahan pintu dengan tubuhnya. Setelah dirasa cukup lama, ia mengambil beberapa benda berat yang ada untuk menahan pintunya.

''Makanya kalo ngomong pada dijaga ngapa sih,'' ucap Fathia.

*23.35*

''Huftt....sekarang giliran gua,'' ucap Maudy. Sementara itu Salman masih tak sadarkan diri.

Vila ini terdiri dari dua lantai di tambah satu lagi di atas lantai dua yaitu sebuah loteng, ia menyusuri lantai dua terlebih dahulu. Dilantai kedua ini terdapat dua buah kamar tidur dan satu buah kamar mandi. Ia menuju ke kamar tidur satunya lagi yang tepat berada di sebelah kamar yang ia tempati. Pintunya sedikit seret saat dibuka, debunya juga banyak. Matanya tertuju pada sebuah laci yang terletak disamping tempat tidur, ia membuka laci tersebut dan menemukan empat lembar foto yang sudah cukup usang. Pada foto pertama terdapat gambar empat anggota keluarga yang terdiri dari ayah yang mengenakan jas hitam, kemudian ibu yang mengenakan gaun putih  sambil menggendong bayi dan seorang anak perempuan berusia sektiar delapan hingga sebelas tahun yang juga mengenakan gaun putih. Mereka berfoto dengan latar velakang vila ini. Pada foto kedua dan ketiga masih sama yaitu tentang mereka berempat, hanya gaya fotonya saja yang berbeda dan di kedua lembaran tersebut terdapat sidik jari darah, kemudian di foto yang keempat terdapat dua buah bayangan hitam yang berdiri tepat di kanan dan kiri keluarga itu, di lembar foto keempat itu juga terdapat suatu goresan. Merasa aneh dengan foto-foto itu, ia menaruhnya kembali ke dalam laci.

 Setelah itu ia masuk ke dalam kamar mandi dan didapatinya noda bercak darah yang menempel pada bathtub, ia berfikir dari noda tersebut pernah terjadi pembunuhan, benar-benar sama seperti cerita yang ia pernah baca tentang vila ini. 

''Hmmm kayanya beneran deh ada yang pernah dibunuh di vila ini,'' ucap Maudy dalam hati.

''Maudy, itu beneran darah ?'' ucap Gibran.

''Yaaa lu pikir apaan ? sirup ? anjir lah malah bau anyir lagi disini, mending gua keluar aja.''

Namun saat ia menoleh ke belakang, senternya menyorot ke sosok anak kecil berwajah pucah yang seolah sedang mengintip Maudy dari dekat pintu. Saat didekati, sosok tersebut hilang begitu saja. Maudy keluar dari kamar mandi dan menuju ke lantai satu. Di lantai satu ini terdapat ruang untuk berkmpul, mini bar, satu buah kamar kosong, dapur dan kamar mandi

''Maudy, lampu gantungnya goyang sendiri masa,'' ucap Eka.

''Ah bodo amat, lagi caper palingan, oia itu Salman belum bangun ?''

''Apa jangan-jangan molor kali yak.''

Maudy berjalan menyusuri lantai satu, di lantai satu ini benar-benar tidak ada yang membuatnya menarik. Hanya suasana gelap yang menyelimutinya, ia menuju ke pintu keluar untuk memeriksa apakah pintu tersebut masih terkunci atau tidak. Saat ia mencoba untuk membukanya, pintu tersebut memang masih terkunci. Maudy mulai kesal karena ia benar-benar terkurung di dalam vila tersebut, ia pun membuka gorden jendela yang berada di samping pintu tersebut untuk mengecek keadaan di luar. Entah kenapa keadaan di luar benar-benar di selimuti kabut yang tebal. Ia pun menutupnya kembali, namun saat ia menoleh ke belakang ia melihat anak kecil itu lagi yang langsung pergi ke lantai dua. Maudy berlari mengejar anak tersebut, namun setibanya di lantai dua ia malah melihat darah di lantai seolah ada sesuatu yang diseret sambil mengeluarkan darah. 

Maudy mengikuti darah tersebut hingga ke ujung lorong lantai dua. Darah tersebut mentok di ujung lorong, kemudian Maudy melihat-lihat ke sekitar dan menemukan sebuah pintu yang berada tepat di atasnya. Pintu tersebut sedikit terbuka dan memperlihatkan kegelapan di dalamnya, Maudy kembali ke kamar untuk mencari barang yang kiranya dapat membantu untuk naik ke atas. Ia mengambil sebuah kursi kecil kemudian naik ke dalam tempat gelap tersbut, tempat itu merupakan loteng yang berukuran cukup kecil hingga membuat Maudy harus merangkak saat masuk ke dalamnya. Makin ia telusuri ke dalam, ia makin jelas mencium bau anyir. Tiba-tiba senternya menyoroti sebuah benda, benda tersebut saat didekati ternyata merupakan tubuh anak kecil yang tergelatak membelakangi Maudy.

''Sialan, ini mayat anak kecil yang ada di foto apa ya?'' tanya Maudy.

''Gua punya firasat gak enak, mending jangan dideketin dah,'' ucap Fathia.

Namun ucapan tersebut tidak ia ladeni dan malah mendekati mayat tersebut. Baru beberapa langkah ia ingin mendekatinya, tiba-tiba tubuhnya terbalik dan kini posisinya telentang dengan sendirinya. Maudy mulai mematung ketakutan.

''Mending lu keluar....,''ucap Eka,

''Sekarang.....,''ucap Fathia.

''Maudy?'' ucap Gibran.

Tidak sampai situ saja, mata dari mayat tersebut langsung terbuka membelalak ke arah Maudy, mata yang hanya berwarna putih sedikit kemerahan tanpa ada pupil. Mulutnya membentuk senyuman yang menyeringai. Maudy kaget bukan main, ia berteriak dan merangkak dengan cepat untuk keluar dari loteng. Ia menjatuhkan diri dan tidak mempedulikan rasa sakitnya, namun saat ia berdiri dan melihat ke ujung lain dari lorong tersebut. Sosok tadi sudah sampai di sana, tepat di depan tangga. Maudy lari menuju kamar dan langsung menutup pintu serta menahannya dengan tubuhnya yang mulai dipenuhi keringat dingin. Dengan cepat, Maudy mengambil sebongkah kayu yang sengaja ia bawa untuk mengganjal pintu.

''Padahal tadi lu gaya-gayaan sok berani eh sekarang malah........,'' *jegrek* *jegrek* belum selesai Gibran berbicara, tiba-tiba daun pintu kelas bergerak sendiri seperti ada yang ingin membukanya.


Uji NyaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang