Obrolan Santai Tentang Puisi Cut Up ( 3 Agustus 2017)

141 30 5
                                    

Angga: Bang @Dimas Albiyan kemarin di sebelah kan bahas tehnik puisi cut up gitu, masih kurang paham dengan tehnik potongan-potongan puisi gitu.

Baris awal dan akhir harus nyambung gitu ya?

Bang Dimas: Iya itu teknik menulis puisi yang berisi potongan-potongan kalimat atau baris yang secara sekilas tidak nyambung.
Tapi "diikat" oleh 1/2 kalimat yang menyatukan semuanya jadi satu kesatuan.

Banyak para penyair modern dunia yang telah menggunakan teknik "cut up" ini, di antaranya Wallace Stevens, Dylan Thomas, T. S. Eliot, Pablo Neruda, Shinkichi Takahashi, Bei Dao, Octavio Paz, Joseph Broadsky, John Ashberry, Paul Celan, hingga Thomas Transtromer. Meski demikian, kritik atas teknik ini adalah kecenderungannya untuk membuat sintaksis puitik menjadi semacam "racauan", sebuah kalimat tanpa makna karena mengabaikan prinsip kohesi dan koherensi di dalam puisi.

Oleh sebab itu, pertaruhan terbesar dari para penyair yang menggunakan teknik "cut up" ini adalah bagaimana membuat potongan-potongan kalimat yang tak lengkap itu tetap mampu membangun kohesi dan koherensi di dalam komposisi teks puitiknya. Puisi modern pada akhirnya tetaplah sebuah teks yang minta dibaca dan digapai maknanya, dan, karenanya, sama sekali bukan racauan.

April: Nyimak... bentuk puisi teknik itu baru tahu soalnya.

Bang Dimas: Jadi itu semacam teknik puisi yang antara 1 kalimat dengan kalimat yang lain tidak nyambung. Seperti racauan atau orang yang meracau.

Dial-A-Poem

+43 1 58 50 433

kau bertanya bagaimana cara membaca puisiku?
aku berikan permen pelega tenggorokan
ke makam franz schubert di wina
kenangan ave maria tentang kematian yang pendiam
lahar dalam bahasa yang membeku
mencari kata kerja di antara kata benda. atau,
vitamin c yang hangus dalam pelajaran linguistik
john giorno memberikan nomor para penyair
mengontak puisi dalam telegraf bahasa
empat pesawat telfon hitam dan hitam
dial-a-poem ... telinga tak mendengar bayangan
lahar mengecor kata kembali purba
membuka pintu untuk melihat ke belakang
kau bertanya tentang penggaris yang patah
dalam kerja alam dan kerja bahasa
memberikan garis seismograf ke leher makna
tentang bahasa jadi pengungsi dalam kode-kode digital
kata majemuk yang semakin pendiam
di depan keributan kata tunggal.
proyek puisi kontemporer
kursi diperbanyak 5.000 kursi untuk ruang tunggu yang dikosongkan.
- aku berjanji bertemu denganmu tanpa diperbanyak.
sepatu diperbanyak 5.000 sepatu untuk jadwal perjalanan yang dikosongkan.
- kamu sudah datang sebelum aku tanpa diperbanyak.
kunci diperbanyak 5.000 koper untuk gudang yang dikosongkan dan gudang yang dikosongkan.
- kamu seperti tukang cat menungguku tanpa diperbanyak.
arsip diperbanyak membedakan sejarah dan bungkusan coklat dikosongkan dari coklatnya.
- kita saling menyapa lebih tegas lagi tanpa diperbanyak.
kata-kata dicopy-paste agar penyair tahu bahasa terkapar
di mesin percetakan setelah diperbanyak.
- kita tertawa tanpa ha ha ha, katamu tanpa diperbanyak.
spiker diperbanyak untuk berbagai suara bisa melihat sebuah sudut yang telah hilang dan tetap disudutkan. gesekan materi dan media - (gitar yang membakar senarnya).

hari ini: seorang-bekas-aku melihat seorang-bekas-masakini, seperti saudara kembar dalam pesawat terbang yang tidak pernah mendarat.

(Afrizal Malna, 2015)

Dari contoh di atas kita bisa lihat antara 1 kalimat dengan kalimat yang lain tidak ada hubungannya.
Baris kedua bicara tentang permen pelega tenggorokan (relaxa)
Baris ke3 langsung tentang makam franz schubert
Begitu pun seterusnya.

Tapi puisi Afrizal Malna di atas itu kalo dibacakan enak bunyinya..
Bentuk pengucapannya asik.

Iman

Apple, Motorola
Sony Ericson, Nokia
Blacberry, Xiaomi
Yamaha, Honda
breeeeeeem!
siapa Tuhanmu?

stabat, 2017
-----

Bang Dimas: Puisi di atas seolah mengejek manusia modern sekarang yang cenderung menuhankan gadget.

Antara nama merk-merk gadget itu diikat oleh kalimat kunci "siapa tuhanmu" dan judulnya "Iman"

Iya saya juga jadi pengen buat.
Keren 😀 maknanya

Bang Dimas: Puisi M Aan Mansyur ini sedikit banyak menggunakan teknik cut up tadi guys.

She: Puisi Aan itu antar bait memang gak nyambung, tapi dalam satu baitnya/paragraf berkesinambungan kok.

Bang Dimas: Iya She, kalau dalam 1 bait masih nyambung banget.

Bang Ude: Bikin puisi seperti ini mau tanya tentang berita juga ya, yang terkini dan sejarah juga masuk tuh.

Bang Dimas: Temanya bebas Bang @Ude. Kalau Cut Up ini teknik penulisan puisinya.

Di campur aduk aja ya, kayak gado-gado gitu yang penting rasanya pas di lidah.

Bang Ude: Pemilihan judul agak bingung.

Bang Dimas: Kalau tentang judul pilih aja hal yang paling ingin ditonjolkan, Bang.

Bang Ude: Lihat sekilas nampak mudah, apa susahnya tinggal meracau aja terus tulis tapi pada kenyataannya itu susah yang bikin ini harus kreatif menyusun setiap larik.
Dan aku tergolong orang yang gak kreatif, kayaknya bang van @S.S.Van Beuteles ini jago.

Bang Van: Puisi-puisi cut up (di atas) masuk golongan puisi gelap ya bro Dimas?

Bang Ude: Puisi Afrizal malna rata-rata gelap.

Bang Dimas: Sepertinya gitu, Bang Van.
Soalnya ketidakterikatan antar barisnya jadi bikin maknanya gelap.

Note:

Ini hanya obrolan santai di grup chat, bukan saat sesi belajar. Jadi tidak begitu detail. InsyaAllah, nantikan materi dan kelas diskusi lainnya ya.

Btw, GBS bentar lagi aniv loh. InsyaAllah kita mau mengadakan event seperti 6 bulanan lalu. Doakan lancar ya. Pastinya lebih seru deh, ditunggu aja infonya. Pantengi akun medsos kami yang lainnya.

Makasih 😘😘

Materi Dan Kelas Belajar GBSpiritTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang