Raut wajah Hideki yang mendadak ceria pun kini mendadak menjadi muram. Bocah kecil itu hanya diam memandang kebawah, seakan tak berani berkutik melakukan apapun, bahkan menoleh ke samping saja tidak. Jangan tanya karena siapa, karena ini semua disebabkan karena kakaknya. Hideko sangat murka pada adiknya saat adiknya membahas sebuah gang yang akan masuk ke sebuah perumahan yang mereka lewati.
"Jangan kau menyinggung hal itu lagi di hadapanku!" bentak Hideko yang tetap memandang lurus ke depan.
Hideki menelan ludahnya. Ia bergidik ketakutan.
Taka yang sejak tadi hanya menyimak pun kini tak bisa diam saja. Taka pun ingin mencairkan ketegangan antara kakak beradik itu.
Taka menghela nafasnya dan melirik gadis di sampingnya "Hideko, sudahlah. Dia masih anak-anak. Dia tak perlu tahu masalah itu" ucap Taka menasihati.
Hideko menyangga kepalanya dengan tangannya di kaca mobil. Ia pun memejamkan matanya, berusaha meredakan amarah di kepalanya yang baru saja meluap-luap. Hideko membutuhkan ketenangan untuk enjernihkan pikirannya, karena yang Taka ucapkan itu sangat benar.
Masih menyetir, Taka pun melirik Hideki melalui rear view mirror. Nampak jelas kalau wajah Hideki terlihat kaku sejak tadi. Tak bergerak sama sekali, hanya memandang ke bawah seakan menyembunyikan wajahnya yang nampak ingin menangis namun ia tahan.
"Hideki, kenapa diam saja? Kita akan pergi makan ramen, kan?" Taka berusaha menetralkan pikiran Hideki juga.
Hideki masih diam.
"Hide kun, kau ingin mainan kan? Kau boleh membeli mainan sebanyak yang kau mau. Jadi, tersenyumlah" Taka berusaha merayu Hideki, namun bocah itu masih bungkam.
Hideko melepas sabuk pengamannya. Dengan masih memegang bunga, Ia pun berpindah kursi ke belakang untuk mendekati Hideki.
Hideko duduk di dekat Hideki, namun bocah kecil itu hanya diam saja, masih dengan posisi yang sama.
Hideko menyentuh pundak sang adik, menyangga kepalanya di pundak adiknya. Tak hanya di situ, tangannya pun memeluk tubuh gempal adiknya.
Namun Hideki masih diam
Hideko mendapat ide, ia pun mengusili adiknya dengan menekan-nekan, memainkan hidung bulat adiknya.
Masih tak dilayani, Hideko pun mencubit pipi adiknya pelan.
"Hide chan, gomen ne," tutur Hideko lembut seraya membelai rambut adiknya "aku mengaku salah. Kau tahu kan rumah itu bukan milik kita lagi?" Hideko mencoba menjelaskan alasan kemarahannya.
Terdengar suara tangisan Hideki yang sangat pelan, namun perlahan suara tangisannya terdengar hingga ke telinga Taka. Bulir air mata pun membanjiri pipi chubby Hideki.
"Maafkan aku, Hide chan. Nee chan memang salah," ucap Hideko berusaha menenangkan adiknya "kau boleh memukulku, menjambakku, menyakarku, apapun. Asal kau memaafkanku" lanjutnya
Hideki menoleh, menatap kakaknya "nee chan tidak salah. Aku yang salah"
"Kau memaafkanku?"
Hideki mengangguk cepat.
"Kau adikku" Hideko tersenyum lebar seraya memeluk adiknya erat-erat.
Taka terkekeh melihat kedua Hide di belakang.
"Mori san, maafkan kami. Kami malah menciptakan drama di sini" ucap Hideko yang merasa tak enak hati karena tingkahnya dan adiknya.
Taka tersenyum lebar "kau ini seperti apa saja, semua kakak beradik pasti melakukan hal yang sama," ucapnya seraya menggeleng pelan "bahkan di usiaku yang setua ini aku masih berbuat kekanakan dengan adikku di rumah" lanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE 24K
Fanfiction++BEBERAPA CHAPTER DIPRIVAT++ Setelah kematian orang tuanya, kehidupan Hideko menjadi rumit. Semua Harta benda dirampas begitu saja oleh orang terdekatnya, yang membuat Hideko dan adiknya tinggal di tempat yang kumuh. Namun pada akhirnya, Hideko ber...