6 (alone in the world)

174 21 23
                                    

Hideko menunjuk ke arah empat orang berseragam putih yang membawa dua peti mati ke dalam rumah besar mereka. Hideki masih menatap bingung kakaknya dengan maksud perkataan kakaknya yang terdengar parau.

"Nee chan, siapa mereka? Dimana Ayah dan Ibu?" oceh Hideki masih linglung melihat kehadiran orang-orang asing di depan

Bibir Hideko bergetar, alisnya bertautan lantaran menahan air matanya yang tumpah sejak beberapa jam yang lalu, tak mampu menjelaskan pada Hideki yang masih amat polos untuk menjelaskan tentang 'kematian' .

"Hi.. Hide kun" suara Hideko bergetar, meremas pundak Hideki. Hideko merasa bingung apa yang harus ia katakan. Ia merasa belum saatnya Hideki mengetahui fakta bahwa kedua orang tuanya telah kembali kepadaNya. Dan ia mencari kalimat yang pas tentang kebenaran yang terjadi.

Hideko nenatap mata Hideki lekat-lekat, berkaca-kaca. berusaha mengumpulkan nyali untuk mengatakan pada Hideki yang masih amat kecil tentang kematian orang tua mereka

"Hide kun. Ayah.. Dan .. Ibu.. Sudah berada di surga" tangisan Hideko pun pecah setelah mengatakan kalimat 'kembali ke surga'. Ia memeluk tubuh gumpal adiknya erat-erat. Tangisannya menggema ke seluruh ruangan.

Hideki diam, berusaha mencerna kalimat kakaknya barusan.

"Nee chan.. Itu artinya mereka sudah bersama dengan Tuhan?"

Hideko melepaskan pelukannya yang masih menangis. ia hanya mengangguk, tak kuasa lagi mengeluarkan suaranya.

"Aku ingin ikut. Aku dengar di surga itu sangat Indah. Banyak makanan, banyak Taman bunga yang Indah. Apapun ada disana" ucapan Hideki yang amat polos membuat Hideko mengernyitkan keningnya,

"Apa yang kau katakan? Kau ingin ikut mereka? Lalu bagaimana denganku?" Hideko mengguncang pundak Hideki dengan kasar. geram mendengar ucapan Hideki yang semakin membuatnya rapuh manakala Hideki begitu polos.

Wajah Hideki pun menjadi takut melihat wajah kakanya yang dipenuhi amarah. Pria kecil itu memundurkan langkahnya menjauhi kakaknya. Hideko sontak merasa bersalah, tak seharusnya ia bersikap kasar terhadap adiknya yang belum mengerti apa definisi kematian itu

"Hi. Hideki. Maafkan aku" Hideko berlari kecil menghampiri adiknya lalu memeluknya. Membenamkan kepala adiknya di dadanya, sangat erat.

"Maafkan aku Hide kun. Aku mengaku salah. Tak seharusnya aku memarahimu tadi" Hideko memohon.

Petugas yang dikirimkan dari RS pun hanya memandang maklum kakak beradik yang sedang berduka itu. Salah satu dari mereka menghampiri Hideko untuk berpamitan kembali ke RS.

"Hideko san, kami pamit dulu" sahut si petugas lalu pergi setelah Hideko mengangguk.

Dua orang pasangan suami istri yang sedikit terlihat lebih muda dari orang tua Hideko memasuki rumah lalu menghampiri kakak beradik Hide yang tengah berpelukan itu.

"Astaga, nee san!" seorang wanita dewasa berlari lalu memeluk peti mati yang terletak tak jauh dari pintu masuk. Wanita itu sama seperti Hideko, meraung menangisi kepergian saudaranya.
Sedangkan pria satunya pun hanya berdiri di depan peti, juga terlihat sama sedihnya, namun tidak sampai berusara.

"Aku turut berduka, Hide chan" tutur pria dewasa bertubuh kecil dan kurus itu

"Paman Masaro" Hideko menghampiri pamannya itu lalu memeluknya. Menangis sejadi- jadinya di dada pamannya hingga air matanya membasahi kemeja pria itu.

"Bibi Momoe" Hideki yang masih amat kecil pun berlari menghampiri bibinya yang masih menangisi kepergian kakak satu-satunya yang ia miliki.

Wanita itu pun memeluk keponakannya. Merasa iba melihat bocah sekecil ini sudah ditinggal orang tuanya.

LOVE 24KTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang