Pagi ini Aku juga yoris and the geng sedang berkumpul ditempat penjual capuchino cincau kesukaan kami. Kami semua baru saja selesai menjalani UN dan UASBN. Rasanya senang, sekali! Bercampur rasa takut juga, sih! Karena besok hari minggu, Aku dan Yoris and the geng sedang merencanakan liburan bersama.
"Jadi besok kita mau kemana, nih!?" tanya Yoris membuka pembicaraan.
Semua orang langsung memikirkan tempat yang tepat. Yang pasti tempat ini harus santai untuk merefreshingkan otak kami yang sudah kusut karena ujian ini. Sebetulnya Aku dan Willy sudah merencanakan sesuatu kemarin. Tapi kami belum mendiskusikannya dengan mereka.
"Gimana kalau kepantai?" usul Dandi.
"Ah! Pantai terus. Bosan!" celetuk willy.
"Mall?" Usul Nicolas.
"Apalagi itu!" kataku dan Willy bersamaan.
"Jadi kalian mau kemana manusia!!!" ucap Ikhwan yang sudah kesal.
"Tapi dengerin Zahra dulu, ya!" pinta Willy. Teman-teman langsung mengangguk dan melihatku.
"Jadi gini. Udah sebulan ini teman DM ku ngga pernah ngobrol satu sama lain. Aku sudah mencari cara apapun tapi tetap ngga berhasil. Jadi, aku sudah mengajak teman-teman DM ku untuk pergi kemping sore ini. Kebetulan hari ini kami libur. Dan aku pengen, kalian semua ikut juga." jelas Zahra panjang lebar.
"Memangnya apa gunanya kami disana?" tanya Yoris.
"Kalian sangat berguna. Kita lihat saja nanti. Gimana? Setuju?" tanya Zahra pada semua teman lelakinya.
Mereka semua mengangguk. Zahra sangat senang! Karenanya. Tapi tiba-tiba Rizki yang dari tadi diam mengangkat tangannya. Membuat semua orang tersentak dan bingung.
"Kenapa ki?" tanya Nicolas.
"Maaf aku ngga bisa ikut. Tapi kalau minggu depan mungkin bisa. Sorry ya, aku ngga ikut" kata Rizki sambil meminta maaf.
Semua orang langsung mengeluh kecewa. Kalau kurang satu orang rasanya kelompok kami ngga pas. Kami semua segera memikirkan seseorang yang tepat untuk diajak bersama kami. Seseorang yang kira-kira lucu, bawel, pintar, dan manis. Semua orang langsung memutar otak
Rifal tampaknya sedang berpikir. "Gimana kalau aku ngajak Rindu nanti? Dia sangat suka kemping!" usul Rifal.
"Wah ide bagus tuh!" kata Willy sambil mengacungkan jempolnya.
Ikhwan menangguk, "Kalau ada Rindu pasti lebih seru plus heboh!" timpalnya.
Kami semua mengangguk dan tertawa. Rindu itu teman sekelas kami. Dia pintar dan mukanya juga lucu. Di kelas seringkali dia membuat kami tertawa. Ya! Dia orang yang pas untuk diajak kemping bersama kami. Dan terlebih lagi Rindu itu anak pramuka. Dia pasti punya lebih banyak pengalaman berkemah dari kami.
"Ya udah. Kita semua nanti pulang kerumah, bawa benda-benda apa saja yang bisa dibawa, lalu kumpul dirumah Zahra. Key?" kata Yoris mengomandoi.
"Oke!!!" teriak kami semua bersamaan.
Mereka memang sekumpulan cowok ribut populer yang aneh. Tapi kalau soa kesetiaan dan persahabatan, mereka adalah orang yang paling bisa diandalakan. Syukurlah! Ucap Zahra dalam hati lalu menatap teman-temannya. Ternyata masih ada orang seperti mereka yang berdiri di sampingku.
Lalu kami semua pulang kerumah masing-masing. Asyik! Kalau mereka bertujuh ikut. Pasti lebih menyenangkan banget! Sorak Zahra dalam hati. Zahra menjadi sangat tidak sabar menunggu sore ini.
***
Sejak kemarin malam, sebelum membicarakan tentang perkemahan. Zahra sudah sibuk merapikan perlengkapan bawaannya untuk kemping bersama teman-temannya. Setelah itu, dia mandi lalu berpakaian rapi.
Dari luar, Zahra mendengar teman-temannya memanggil namanya dengan keras. Zahra tersenyum lalu membuka jendela kamarnya dan melambaikan tangannya. Dengan tergesa-gesa ia turun dan segera menyusul teman-temannya.
Di lihat teman-temannya sudah rapi semua. Mereka serempak memakai kaos oblong yang ditutupi jaket hitam, celana panjang, sepatu kets, topi, dan kacamata hitam. Dengan dandanan seperti itu mereka lebih seperti orang yang akan pergi ke mall dibandingkan pergi kemah. Yah! Mereka memang nyentrik.
"Hai gyus! Waw, kalian pada cakep-cakep semua, ya!" seru Zahra pada teman-teman lelakinya.
"Thanks!" jawab Yoris dan Dandi.
"Kamu ngga tau ya? Aku ini cowok tercakep sedunia masa lupa, sih?!" kata Willy seraya merapikan lengan bajunya.
Kami semua menggeleng dan tertawa melihat tingkah laku temannya yang banyak gaya itu. Terutama Willy dan Yoris. Yah karena mereka playboy Zahra sudah biasa melihat mereka seperti itu. Bahkan dulu Zahra pernah melihat yang lebih parah dari itu.
"Eh, semuanya udah bawa tenda dan makanan instan, kan?" tanya Zahra. Semuanya mengangguk mantap.
"Rindu bawa tenda pramuka yang cukup untuk kami semua. Aku dan Ikhwan yang mengurusi makanan. Kami bawa banyak makanan. Sedangkan Yoris dan nicolas membawa selimut. Oh, ya! Dandi dan Willy membawa obat," jelas Rifal panjang lebar.
"Wah! Kalian sudah siap sedia, ya!" puji Zahra.
Yoris sepertinya menyadari sesuatu, "Zahra! Teman-temanmu dimana?" tanya Yoris.
"Oh, mereka sudah nunggu di pasum. Ayo kita kesana!" ajak Zahra.
Mereka pun berjalan bersama menuju pasum yang jaraknya tidak jauh dari rumah Zahra. Di pasum teman-teman Zahra sepertinya sudah berkumpul. Tapi mereka tak bicara sedikit pun. Hawa dungin sepertinya tercium dari ketika Zahra mendekati mereka.
"Wow! Sepertinya kalian benar-benar bertengkar, ya!" bisik Rindu yang sedang terkagum-kagum pada Zahra.
Zahra mengangguk. Sebenarnya Zahra sudah bosan dengan kelakuan teman-temannya yang kekanakan ini. Tapi Zahra tau, mereka tetap memiliki rasa kasih sayang dihati masing-masing. Kalau tidak, mereka pasti tidak akan mau diajak kemping bersama. Hanya saja gengsi mereka lebih tinggi. Mereka mungkin biasa saja, tapi yang melihat yang akan risih nantinya.
Zahra menundukkan kepala dan menghela nafas panjang. Walaupun begitu Zahra tidak boleh menyerah untuk mempersatukan mereka kembali. Dan acara ini merupakan satu-satunya kesempatan untuk bisa mempersatukan mereka. Yoris menyenggol bahu Zahra dan mengacungkan jempolnya. Zahra mengerti dan mengangguk. Ia menarik napas panjang lalu,
"Hai! Ini teman-teman cowokku yang ikut dengan kita," seru Zahra pada teman-teman DM nya.
"Wew! Ngga bilang ya nih, Zahra. Punya temen cakep!" Kata Anggi sambil menyenggol bahu Zahra.
Zahra tertawa, "Biasa aja kali!"
"Eh? Ini mobilnya ada dua, ya? Kami naik di mobil yang mana, nih?" tanya Nicolas sambil menggaruk kepalanya yang ngga gatal.
"Kami naik di mobil yang pertama, Abang-abang sama Kak Zahra di mobil yang kedua, ya," jelas Nahwa.
Kami mengangguk dan menaiki mobil yang kami telah di bilang oleh Nahwa tadi. Bu yanti dan Bu Anis menemani kami sebagai wali. Yah, semoga saja. Ini bisa mempersatukan persahabatan yang telah dirusak oleh kesombongan.
***
Dalam mobil...
"Hei, ngomong-ngomong, kita kemping di mana, Za?" tanya Ikhwan yang sedari tadi sibuk gangguin Nicolas.
"Ng ...," gumam Zahra dan menoleh kearah rindu yang tepat berada disampingnya. "Di mana, ya? Kalo ngga salah, sih! Di hutan pancur dam. Nanti kamu bakalan nengok sendiri. Kita bakalan mandi di telaga, mengelilingi api unggun, memancing, dan masih banyak lagi! Pokoknya asyik deh! Jadi ngga sabar, rasanya." celoteh Zahra panjang lebar.
Ia melihat teman-teman lainnya yang ternyata sudah tertidur pulas.
"Ya, elah! Dah tidur rupanya? Enak banget, ya," kata Zahra di akhiri dengan tertawa.
Mereka sampai cukup lama. Zahra dan Rindu sibuk berbicara tentang rencana kemping. Mereka berbicara cukup lama, mereka tak sadar mobil telah berhenti.
"Zahra, Rindu. Cepat bangunin teman kalian." pinta Bu Yanti. Zahra mengangguk.
"Rindu, tolong tutup kupingmu," ucap Zahra. Rindu mengangguk dan langsung menutup telinganya.
Zahra menarik napas panjang lalu, "KYA!!! ADA CEWEK CANTIK LEWAT!!!" teriak Zahra sekeras mungkin.
Suara Zahra tadi terdengar sangat keras dan jelas. Semua anak lelaki itu langsung krasak-krusuk bangun sendiri tanpa dibangunin. Bahkan Willy dan Yoris sampai terjatuh. Ini benar-benar hal yang memalukan
"Astaga! Mana ceweknya?" kata Willy dengan rambut yang masih kusut dan iler yang mengalir.
"Hahaha" Rindu dan Zahra tertawa terbahak-bahak melihat tingkah laku teman-temannya yang sedang linglung. Hanya Nicolas dan Rifaldi yang tidurnya malah bertambah pulas.
"Ngga lucu tau!" kata Dandi kesal.
"Ya, menurutku itu lucu," ucap Rindu.
Willy mulai marah, "Awas, ya! Kalian berdua."
Zahra bersamaan dengan Rindu keluar dari mobil. Mereka berlari hingga jarak cukup aman. Meninggalkan teman-teman lainnya yang masih diliputi kemarahan. Seluruh anak DM yang telah turun melihat mereka berdua.
"Kalau berani kejarlah kami!" kata Zahra sambil melambaikan tangan.
"Bersiap-siap lah!"
Yoris, Ikhwan, Willy, dan yang lainnya segera keluar dari mobil. Mereka berlari saling mengejar dengan tawa terdengar dimana-mana. Zahra tak melihat di depannya ada akar pohon, sehingga Zahra dan teman-temannya terjatuh bersamaan. Semua orang tertawa bersama.
"Nak! Jangan jauh-jauh, ya!" pesan Bu Yanti.
"Iya!" jawab anak-anak itu bersamaan.
Walaupun sudah berkata begitu mereka tetap saja lari tanpa menghimbau perkataan Bu Yanti tadi. Bagi mereka kesenanganlah hal yang terpenting. Lala yang melihatnya terbakar api cemburu. Baginya itu adalah hal bodoh yang kekanakan. Tak ada yang namanya kesenangan dalam kamusnya.
"Konyol!" seru Mbak Lala yang dari tadi memperhatikan Zahra.
"Bukan!" ucap Anggi tiba-tiba. Ia melihat Zahra dan teman-temannya tertawa, "Itu kebahagiaan dari persahabatan."
Semua anak DM kaget mendengar perkataan Anggi. Mereka menundukkan kepala dan memikirkan apa yang baru saja Anggi bilang. Lalu mereka melihat Zahra dan teman-temannya lagi. Anggi dan Laras mencuri pandang melihat mantan temannya. Begitu juga dengan Nisa dan Faiza, juga Citra dan Nahwa.
"Bu! Dari sini kita jalan ke mana?" tanya Zahra gembira.
"Nanti kita menyusuri jalan setapak dam. Kalau ketemu jembatan, kita lewati itu. Jalan saja terus sampai kalian menemukan jembatan sebanyak tiga kali. Nah! Sampailah di tempat kemping-nya!" jelas Bu Anis panjang lebar.
Zahra mengangguk ia kembali berlarian. Tapi ia berhenti ketika melihat sesuatu yang mencuri perhatiannya. Ia melihat teman-teman DM nya hanya diam. Ia memutuskan untuk menghampiri teman-temannya. Ia melihat satu-persatu temannya.
"Kalian kenapa hanya melihat kami saja? Ayo! Kita bermain bersama!" ajak Zahra pada teman-temannya.
Yoris tiba-tiba datang menghampiri Zahra, "Hai cantik! Kenalkan aku Yoris. Kalian teman-teman Zahra, kan? Wah! Aku beruntung bertemu kalian. Salam kenal, ya!" kata Yoris memperkenalkan diri sambil tebar pesona.
Teman-teman lelaki Zahra yang lain juga datang menghampiri Zahra dan Yoris dengan berlari-lari sambil tertawa. Ah! Mereka memang suka berlari sambil tertawa. Bagi orang seperti Lala mungkin itu konyol. Tapi jika tidak ada orang yang seperti itu, hidup tidak akan berwarna.
"Yoris! Kami sudah menemukan jembatannya!" kata Nicolas sambil menarik lengan baju Yoris. Tapi ia kaget setelah melihat anak-anak cewek DM.
"Zahra! Siapa temanmu yang manis itu!" kata Anggi sambil menunjuk Nicolas.
Nicolas sangat ketakutan. Perlahan ia bergerak mendekati Yoris dan bersembunyi di balik badan Yoris. Ya, Nicolas itu berkulit putih, bermata sipit dengan bola mata besar, bibir merah kecil, bulu mata yang hitam dan lentik, juga muka yang sangat gemesin dan imut. Dia yang paling cantik! Tapi ada satu hal, ia sangat takut bila pipinya di cubit-cubit anak cewek.
"Yoris..." Nicolas mulai merengek ketakutan.
Anggi dan Citra yang melihatnya berteriak, "Kya! Ngegemesin banget, sih! Ih! Pengen ku cubit-cubit" seru Citra.
"Jangan!" seru Zahra, "Nanti dia nangis. Dia paling ngga sukak digituin," kata Zahra sambil melirik Nicolas.
Di sisi lain, Laras dan Mbak Lala mencoba untuk deketin Rifaldi. Sebetulnya percuma, sih! Deketin Rifaldi. Dia memang cowok yang paling keren. Tapi dia di juluki "Pangeran es". Ngga tau kenapa? Padahal dia itu baik lho.
"Lihat! Dia jalan kearah kita!" bisik Laras pada Mbak Lala. Mbak Lala mengangguk.
"Hai! Namaku Lala dan dia Laras. Apa kabar!" ucap Mbak Lala
Bukannya berhenti Rifaldi malah tetap jalan di tengah-tengah mereka dengan santai tanpa menyapa mereka sedikitpun. Ia malah menghampiri Zahra yang tepat berada di belakang mereka. Laras dan Lala ternganga melihat hal itu.
Rifaldi meraih tangan Zahra, "Ayo kita lanjut jalan saja. Aku sudah muak di sini." katanya tanpa dosa.
Zahra sedikit bingung, "Ayo!" ucap Zahra. Lalu mereka pergi bersama dengan bergandengan tangan.
Lala dan Laras yang melihatnya sangat kesal dan malu. Mereka menatap Zahra dengan tatapan iri. Bisa-bisanya dia di kelilingi cowok ganteng tanpa usaha tebar pesona sedikitpun. Mereka hanya bisa melihat Zahra dan Rifaldi jalan sambil berdua bergandengan tangan.
Ikhwan menggelengkan kepalanya, "Kasihan..." ejek Ikhwan pada mereka berdua lalu pergi begitu saja.
Dandi dan Rindu sibuk bermain dengan Vira. Mereka berdua memang sangat menyukai anak kecil, apalagi yang imut kayak Vira. Sedangkan Willy sibuk ngelawak di depan Nahwa, Nisa, Alvi, Nabila, dan Faiza.
Mereka pun mulai menyusuri jalan setapak dam. Mereka berjalan sambil bernyanyi. Hutan rimbun, udara sejuk, angin sepoi-sepoi bertiup, dan suara kicauan burung yang saling bersahutan menambahkan ketenangan dalam perjalanan.
"Hei, lihat! Jembatan!" seru Willy. Ia segera berlari kearah jembatan pohon itu.
"Willy, hati-hati!" seru Rifaldi memeringati Willy. Tapi Willy tak peduli.
"Sepertinya kita harus kesana" kata Yoris. Kami mengangguk dengan serentak.
Kami berlari mengejar Willy yang sedang berdiri di tengah jembatan memperlihatkan ia tidak takut dengan apapun. Setelah melewati jembatan, kami berjalan terus hingga telah melewati tiga jembatan kecil itu, hingga kami tiba di tepi sungai berair jernih.
Zahra berputar-putar kesenangan, "Wah! Rindang dan teduh sekali. Anggi, Nisa, Vira, Nabila, Nahwa. Kita taruh tenda kita di bawah pohon ini, yuk!" seru Zahra yang tengah berdiri di bawah pohon yang lebat.
Nahwa mengangguk, "Ia! Kayaknya seru, tuh!" timpal Nahwa.
Kami segera mendirikan tenda kami, di bantu oleh Rindu. Tenda kami berdiri tepat berhadapan dengan tenda anak lelaki. Sedangkan tenda Laras, Mbak Lala, Citra, Faiza, dan Alvi berhadapan dengan tenda guru.
"Ayo kita bagi tugas!" kata Yoris, "Aku, Nicolas, Anggi, dan Laras mencari kayu dihutan. Rindu, Rifaldi, Nisa, dan Faiza memancing di telaga. Dandi, Ikhwan, Nahwa, dan Citra tolong cari kayu di sisi hutan yang lain. Yang lainnya tolong rapikan benda-benda yang akan digunakan untuk kemping. Gimana? Ngga ada yang keberatan, kan?" ucap Yoris panjang lebar memberi instruksi.
Semuanya diam. Yoris and the geng mengangguk tidak keberatan. Sebetulnya banyak yang keberatan, apalagi anak DM. Tapi mereka ngga ingin para anak lelaki tahu akan hal itu. Makanya, mereka diam saja.
"Oke! Malam mulai menjelang. Ayo kita selesai kan tugas kita masing-masing. Ganbatte!" kata Yoris menyemangati temannya.
"Kayaknya kau memang ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, yor?" ledek Ikhwan.
"Bisa aja kamu, wan!" kata Yoris tersipu.
Kami tertawa bersama-sama melihat Yoris yang sedang malu-malu kucing. Kami tidak sadar, sepasang mata melihat kami dengan tatapan yang tidak mengenakan.
***
"Ih, jijik! Bajuku kotor! Hush! Hush! Nyamuk nyebelin! Aw! Jariku ketusuk duri! Kenapa ini bisa terjadi?!" eluh Nicolas di sepanjang perjalanan.
Mereka mencari kayu di sisi kanan hutan. Sebetulnya Nicolas paling benci hal seperti ini. Tapi karena ada Yoris, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia lebih memilih memasak di dapur daripada mencari kayu disini.
Yoris menggelengkan kepalanya, "Namanya juga mencari kayu, pasti banyak hal bisa terjadi."
"Tapi..." rengek Nicolas.
"Sudah, lah! jangan banyak mengeluh. Nanti kalau sudah selesai kita berenang di telaga, ya!" bujuk Yoris.
Nicolas menganggukkan kepala. Ia mengambil setiap kayu yang dilihatnya. Tapi tetap saja sambil mengeluh. Anggi dan Laras sampai pusing mendengarnya. Walaupun begitu Anggi dan Laras belum akur sampai sekarang.
Nicolas berjalan terus, ia tak sadar di depannya ada sarang laba-laba. Ia menabraknya dan, "AAA!!! MENJIJIKKAN! BAGAIMANA BISA ADA LABA-LABA DI SINI?!" teriak Nicolas spontan.
Yoris dengan sigap menyingkirkan sarang laba-laba dari Nicolas, "Tenang Nic... Tenang...," ucapnya menenangkan Nicolas.
Nicolas memandang Yoris aneh, "Tenang, katamu?! Ada sarang laba-laba kau suruh aku tenang?!" katanya sambil mengipasi dirinya dengan tangannya sendiri.
"Tunggu, ya...," Yoris celingak-celinguk mencari sesuatu. Dia menemukannya, "Itu ada sungai, cepat bersihkan dirimu. Kami akan menunggumu di sini" kata Yoris sambil menunjuk sungai yang tidak jauh dari situ.
Nicolas berdiri, "Baiklah, tapi jangan pergi kemana-mana, ya!"
Yoris mengangguk. Nicolas segera berlari meninggalkan Yoris. Anggi dan Laras menghela napas panjang. Yoris hanya tertawa melihat tingkah laku Nicolas yang bagi dia menggemaskan tapi bagi orang itu sangat menyebalkan. Yah, mungkin bisa dibilang Yoris agak sedikit terobsesi mengenai Nicolas. Tapi bukan berarti mereka lgbt, ya. Mereka masih lelaki normal yang mencintai wanita.
"Akhirnya..." ucap Anggi lega. Lalu dia melihat Yoris, "Bagaimana kalian bisa berteman dengannya?" tanya Anggi.
Yoris terheran-heran dengan pertanyaan Anggi, "Maksudnya?" tanya-nya
"Maksudnya, bagaimana kau bisa berteman dengan orang cengeng dan manja yang mengeluhkan banyak hal," kata Laras menjelaskan.
Semua orang terdiam. Yoris menjadi bingung dan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia melihat wajah Anggi yang menunggu jawabannya, dan wajah Laras yang sudah benar-benar kesal terhadap Nicolas. Bagi mereka yang masih baru mengenal Nicolas mungkin ia memang agak sedikit menyebalkan. Tapi...
Yoris mengangguk-anggukan kepalanya. Ia berpikir sejenak, "Ya aku setuju Nic itu cengeng, manja, dan mengeluhkan banyak hal. Tapi dia itu polos, setia, baik, dan tidak ingin melihat temannya bersedih. Dia memang ngga membuat kami tertawa ketika sedih, tapi...,"
"Tapi apa?" tanya Anggi penasaran.
"Ia membuatkan kami makanan. Makanan buatannya sangat lezat asal kau tahu!" ucap Yoris sambil mengedipkan salah satu matanya.
Anggi benar-benar tidak mengerti. Apa karena makanan saja mereka bisa berteman dengan Nicolas tukang mengeluh itu. Jika membuat makanan mereka pun bisa. Anggi berusaha menerka-nerka apa yang dimaksud Yoris sebenarnya.
Laras kebingungan, "Hanya makanan? Apa yang membuat makanan itu spesial?"
Yoris menatap Anggi dan Laras, "Bukan makanannya yang spesial. Tapi cinta dan kehangatan ketika membuatnya itu yang spesial. Itu lebih dari cukup, bukan?"
Anggi dan Laras tertegun dengan ucapan Yoris. Mereka melihat satu sama lain. Mereka tak pernah berpikir tentang hal itu. Walaupun jijik pada apa saja dan tukang mengeluh, jika diperhatikan lebih baik, Nicolas selalu berusaha membuat mereka tersenyum walau dengan caranya sendiri.
Yoris memang contoh pemimpin yang baik. Ia bijaksana dan tak pernah menyerah. Memang dia adalah playboy kelas kakap untuk laki-laki seumurannya. Tapi dia selalu tersenyum dan berusaha menutupi kelemahan anggotanya. Dia itu contoh pemimpin dewasa yang penuh kasih sayang.
"Kya! Yoris! Aku dapat ikan!" teriak Nicolas histeris sambil tersenyum bangga.
Anggi memandang Nicolas. Cowok imut berkulit putih dengan wajah tampan mirip seperti tokoh utama artis korea pemain film goblin ini tak buruk juga. Walaupun menyebalkan dan selalu ingin dimanja. Mungkin karena ia anak lelaki satu-satunya. Tapi terkadang tingkahnya membuat orang tertawa. Ia jujur dan penuh dengan cinta.
Nicolas menunjukkan ikan hasil tangkapannya dari jauh dengan bangga. Ia melihat Anggi yang terus tersenyum melihatnya. Badannya jadi kaku dan pipinya memerah. Ia ingin berbalik, tapi ia justru malah kepeleset dan terjatuh. Anggi kaget dan tertawa melihatnya. Nicolas menutup wajahnya dan teriak, "YORIIIIS!!!"
Yoris tersenyum, "Ya! Aku datang!" seru Yoris santai sambil berlari mendatangi Nicolas.
Ia meninggalkan Anggi dan Laras berdua. Sunyi sekali, tak ada yang bicara. Hati mereka berdua ingin bicara terhadap satu sama lain. Tapi seperti ada yang membatasi. Mendengar ucapan Yoris mereka ingin seperti dulu lagi. Yang selalu dikelilingi cibta dan persahabatan.
Anggi menggaruk pipinya dan memainkan jarinya, "Hm..." gumam Anggi, "Maaf kan aku, aku tau aku salah,"
Laras tersentak mendengar ucapan Anggi. Dia menundukkan kepalanya sambil memikirkan banyak hal. Jika dilihat betul-betul, sebetulnya dialah yang memulai kesalahan dari awal. Laras mengepalkan tangannya. Angin pagi ini membuat pikirannya lebih segar.
"Engga!" elak Laras, "Aku lah yang salah karena mudah terhasut omongan orang, maaf...,"
Anggi menatap Laras tak percaya. Belum pernah selama mereka berteman Laras mengakui kesalahannya sendiri. Mereka berdua maju selangkah agar mereka bisa melihat lebih jelas satu sama lain. Anggi sangat bahagia sekali, ternyata kau sudah dewasa.
Anggi tersenyum, "Teman?" tanya Anggi sambil mengulurkan tangan.
Laras membalas uluran tangan Anggi, "Teman!" jawab Laras mantab.
"Hei!" teriak Nicolas yang membuat mereka kaget, "Di sini banyak kayu! Ayo cepat!"
Anggi tersenyum mendengar suara Nicolas yang cempreng minta ampun. Anggi menatap Laras, "Ke sana?" tanya Anggi.
Laras menggangguk mantap, "Iya, ke sana!"
Mereka berdua pun berlari sambil bergandengan tangan, menuju tempat Nicolas dan Yoris dengan penuh canda tawa dan kehangatan. Yoris sangat senang dengan kembali bertemannya mereka.
***
Suasana sangat tenang di telaga. Orang-orang terlalu sibuk untuk menangkap ikan. Angin sepoi-sepoi pun membuat segalanya terasa lebih nyaman. Tapi tidak terlalu tenang untuk Rifaldi dan Faiza.
"Kalau kau sakit, kau tau apa yang bisa kau pakai?" tanya Rindu.
"Ngga tau. Apa?" kata Nisa balik bertanya.
"Kain kaffan! Hahaha!"
Nisa dan Rindu tertawa terbahak-bahak karena guyonan Rindu tadi. Padahal sedikit lagi ikan akan memakan umpan Faiza. Tapi setiap kali ikan ingin memakan umpan, Nisa dan Rindu selalu tertawa yang membuat ikannya lari. Tawa mereka besar lagi.
Faiza sudah sangat kesal dengan kelakuan mereka berdua, "Bisakah kalian diam sedikit? Kita belum mendapat ikan satupun!"
Rindu dan Nisa menatap Faiza aneh, lalu mereka bertatapan dan mengangkat bahu bersama. Hanya Rifal yang tetap cuek dan memancing. Faiza sangat kesal, kali ini serius. Bukan main-main.
"Bukan salah kami," elak Rindu.
"Ya! Itu tadi lucu!" kata Nisa bersemangat.
Faiza kesal sekali, "Kali...," baru saja Ia ingin marah tapi Rifaldi menghalanginya dengan memegang bahunya.
Rifaldi tersenyum melihat Faiza, "Mungkin umpannya kurang enak." Rifaldi melihat Nisa dan Rindu, "Bisa kalian mencari umpan di sekitar sini?" tanya Rifaldi.
Nisa dan Rindu mengangguk , "Ayo bang! Kita cari cacing di sekitar sini." seru Nisa
Mereka berdua pun pergi mencari umpan yang entah akan mereka temukan atau tidak. Faiza sangat lega. Ia bisa melanjutkan kembali memancing nya. Tenang dan sunyi sekali. Terlalu sunyi mungkin... Mereka mendapat banyak ikan!
"Nisa, lihat! Ini ikan ku yang ketujuh! Nisa?" Faiza celingak-celinguk mencari Nisa.
"Apa kau lupa kita menyuruhnya mencari umpan?" tanya Rifaldi mengagetkan Faiza.
Faiza tertegun, "Oh, iya! Aku lupa...," katanya sambil melempar umpannya lagi.
Faiza menunduk sedih. Percuma saja Ia mencari Nisa, Ia juga sedang bertengkar dengan Nisa. Tapi ia baru sadar, ternyata dunia bisa sangat sepi tanpa orang seperti Nisa. Rifaldi yang melihat Faiza sedang sedih tersenyum.
"Orang-orang tak mengira aku bisa bersahabat sejak kecil dengan Rindu." ucap Rifaldi sambil mengingat masa lalu.
Angin berhembus perlahan membuat rambut Rifaldi berkibar. Ia menjadi semakin tampan! Faiza menatap Rifal dengan pipinya yang mulai memerah. Rifaldi membalas menatap Faiza dengan senyum manis. Faiza menjadi salah tingkah.
"Ke-kenapa b-begitu bang?" tanya Faiza terbata-bata.
"Umurmu berapa?" Rifaldi malah balas bertanya.
Faiza agak bingung, "10 tahun..." jawab Faiza.
"Panggil aku Rifal saja. Kita cuma beda dua tahun." pinta Rifaldi.
Faiza menjadi semakin salah tingkah, "Beda dua tahun?! Berarti masih ada kesempatan?" seru Faiza.
Rifaldi sangat kaget. "Kesempatan?" tanyanya.
"B-bukan apa-apa!" kata Faiza sambil tertawa. Faiza memukul jidatnya. Bagaimana bisa ia bilang seperti itu? Aduh! Malu banget!
Rifaldi tertawa, "Ya! Masih ada kesempatan antara kau dan aku," katanya yang membuat Faiza bingung.
Rifaldi kembali melemparkan pancingnya untuk yang kesekian kali. Sedangkan Faiza duduk sambil menggoyang-goyangkan ke dua kakinya. Tanpa di sadari angin lembut berhembus menyapa mereka berdua.
Rifaldi yang sangat dingin dan membenci wanita tak disangka mau mengobrol dengan Faiza. Sesekali Faiza mencuri pandang untuk melihat wajah Rifaldi. Tadi ia sangat menakutkan. Faiza tak mengira jika Rifaldi mengukir senyum di wajahnya ia bisa menjadi begitu tampan.
Rifaldi menghela napasnya, "Aku dan Rindu sangat bertolak belakang. Aku sangat menyukai ketenangan, sedangkan Rindu sangat suka tertawa. Tak jarang kami bertengkar karena sifat kami itu. Tapi aku tak bisa lama-lama bertengkar dengannya," cerita Rifaldi panjang lebar.
Faiza bingung, "Kenapa? Yang abang itu tertawakan hanya hal-hal yang konyol saja?" tanya Faiza.
"Dia memang konyol, ribut, bawel, kadang kurang ngajar, dan nyebelin. Tapi mereka yang konyol membawa kita yang hanya suka ketenangan ke dunia yang lebih berwarna. Jika tidak ada orang seperti itu di dunia ini, dunia akan menjadi membosankan. Benar, kan?" ucap Rifaldi panjang lebar.
Faiza mendengar setiap kata dari Rifaldi. Ia pun berpikir, memang semenjak ia bertengkar dengan Nisa, ia memang sangat kesepian. Tak ada yang membuatnya tertawa. Ia menjadi teringat kembali kenangannya dengan Nisa. Perlahan air mata mengalir membasahi pipinya.
"Kami menemukan beberapa cacing!" teriak Rindu tiba-tiba.
Faiza dan Rifaldi sontak langsung melihat kebelakang. Nisa dan Rindu memang membawa sedikit cacing di gelas aqua yang di bawa Rindu. Nisa awalnya tersenyum, tapi ia langsubg kaget melihat Faiza menangis.
"Faiza? Kamu kenapa?" tanya Nisa khawatir.
Faiza menaruh alat pancingnya di tanah. Perlahan-lahan ia mulai berdiri. Ia menatap Nisa dengan tatapan bahagia. Ia langsung berlari dan memeluk Nisa.
"Ma-maafin aku, hiks! A-aku s-s-sudah jahat sama kamu, hiks! Hiks! A-aku, hiks! Aku benar-benar j-jahat...," tangis Faiza sesegukan.
Nisa melepaskan pelukan Faiza, lalu memegang erat bahu Faiza. Ia menatap Faiza lekat-lekat. Sedangkan Faiza masih menangis. Rindu dan Rifaldi saling bertatapan lalu tersenyum. Rencana mereka berhasil.
"Dengar ya," kata Nisa sambil menatap Faiza, "Kita ini sahabat! Apapun perbuatan mu, aku telah memaafkan mu. Tanpa mu, hidupku terasa hampa. Sekarang, tersenyumlah! Aku tak ingin melihat sahabat ku bersedih. mengerti?"
Faiza mengangguk. Ia menghapus air matanya dan digantikan senyum yang terukir karena kebahagiaan. Lalu mereka berpelukan bersama. Rindu mengahapus air matanya. Sepertinya ia agak sedikit terbawa suasana.
Rindu menatap Rifaldi dengan mata berbinar. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan!" kata Rifaldi dengan nada kesal.
Rindu pun langsung memeluk Rifaldi erat-erat. Rifaldi sangat risih sekali dengan pelukan Rindu. Sedangkan Faiza dan Nisa tertawa melihat kekonyolan Rindu dan Rifaldi. Hati mereka semua sekarang telah penuh kehangatan dan cinta.
***
"We! Aku mau nanya, kita di suruh cari apa?" tanya Ikhwan.
"Kayu...," jawab Dandi
"Kenapa kita bawa keranjang buah kalau gitu?" tanya Ikhwan lagi.
"Untuk naruh kayu," jawab Citra.
"Lalu apa isi keranjang kita?" tanya Ikhwan lagi.
"Buah," sekarang Nahwa yang menjawab pertanyaan Ikhwan sambil menujukkan isi keranjangnya.
Ikhwan memukul jidatnya. Sedangkan Dandi, Nahwa, dan Citra menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memang mereka sebetulnya mencari kayu, dan keranjang buah yang mereka bawa untuk menaruh kayu. Tapi pada akhirnya mereka malah mencari buah.
"Ih, ini semua salah bang Dandi!" kata Citra kesal. Semuanya mengangguk membenarkan ucapan Citra.
"Kok aku?" tanya Dandi heran.
"Kalau abang ngga berhenti untuk mengelus binatang setiap ada binatang lewat, kita ngga bakalan metik buah. Lihat?! Ngga ada satupun kayu yang kita pungut!" kata Nahwa kesal.
Dandi tidak bisa berkata-kata lagi. Karena itu memang kesalahannya. Dandi itu pecinta binatang dan tumbuhan. Terlalu mencintai, mungkin? Setiap ada binatang yang lewat, Ia akan mengejarnya lalu mengelusnya sampai Ia puas. Dan tempat Dandi berhenti untuk mengelus binatang, selalu di bawah pohon buah. Makanya, daripada nungguin Dandi selesai mengelus binatang, mending mereka sekalian metik buah.
"Lagian mana ada mungut kayu pakek keranjang buah? Salah kalian, lah!" kata Dandi mencoba membela dirinya. Nahwa dan Citra melihat ke arah Dandi.
"Heh! Emang siapa tadi yang nyuruh kami bawa keranjang buah!" kata Ikhwan mengingati. Nahwa dan Citra melihat ke arah Ikhwan.
"Ya, kenapa kalian nurut?" tanya Dandi. Nahwa dan Citra melihat ke arah Dandi.
"Karena kamu bilang itu perlu, kacang panjang!" ejek Ikhwan.
"Oke! Ini salahku! Puas, sipit!"
"Kacang panjang!"
"Sipit!"
"Kacang panjang!"
"Sipit!"
"Cukup!" teriak Nahwa yang sudah sangat kesal, "Nahwa ngga suka ada yang saling ngejek-ngejek! Nahwa pergi!"
Dandi dan Ikhwan melongo melihat Nahwa pergi dengan menghentak kaki. Mereka menjadi kebingungan. Mereka lalu melihat Citra. Citra memalingkan wajahnya letika Ikhwan dan Dandi menatapnya.
"Ih! Nahwa jadi marah, kan! Citra sebel, deh! Citra mau pergi juga!" kata Citra lalu berbalik dan lari, "Nahwa! Tunggu!"
Citra pergi menyusul Nahwa. Meninggalkan Dandi dan Ikhwan yang sedang menyalahkan satu sama lain. Citra dan Nahwa sudah pergi jauh dari Dandi dan Ikhwan. Mereka memutuskan untuk duduk sebentar di dahan pohon. Tapi Citra duduk di dahan kanan yang lebih tinggi sedangkan Nahwa duduk di sisi lain yang lebih rendah. Nahwa dan Citra saling diam. Citra asyik melempar batu yang ia kumpulkan sebelum memanjat pohon. Sedangkan Nahwa duduk sambil memikirkan pertengkaran Dandi dan Ikhwan tadi. Apa kami semua seperti itu ketika kami saling bertengkar. Nahwa melihat Citra. Apa Nahwa seperti itu ketika bertengkar dengan Kak Citra?
"Kak Citra!"
"Hm?"
"Apa kita terlihat seperti itu ketika saling bertengkar? Apa kita terlihat sangat mengerikan?"
Citra terdiam. Lalu Ia kembali melempar batu lagi. Nahwa membenamkan mukanya di atas lututnya. Angin bertiup kencang sekali, langit pun sudah menunjukkan tanda-tanda akan datangnya hujan. Perlahan Citra berdiri. Ia merentangkan tangannya dan membiarkan angin menerpanya.
"Kenapa Awa berpikir seperti itu?"
Nahwa kaget dengan perkataan Citra tiba-tiba. Ia melihat ke arah Citra. Tatapannya menunjukkan bahwa ia sangat kebingungan.
"Kita ini teman! Dan kita akan slalu begitu! Untuk urusan bertengkar, dalam pertemanan itu pasti akan terjadi! Tapi bukan berarti akan terus-menerus begitu," kata Citra dengan senyuman manis.
Citra menunduk, ia mengulurkan tangannya ke arah Nahwa. Nahwa yang melihatnya terperangah. Citra tersenyum lalu mengangguk. Nahwa berdiri perlahan dan mencoba untuk menggapai uluran tangan Citra. Mereka saling berusaha untuk menggapai tangan masing-masing.
"Ngga bisa!" seru Nahwa.
"Pasti bisa! Jangan menyerah!" kata Citra memberi semangat. Nahwa mengangguk.
Citra mencoba untuk lebih menunduk lagi, sedangkan Nahwa mencoba untuk jinjit lebih tinggi. Semakin lama jarak yang memisahkan gapaian tangan mereka semakin tipis. Dan akhirnya, mereka dapat saling menggapai! Senyuman terukir jelas di bibir mereka. Ikatan persahabatan yang baru akan segera di mulai!
"Nahwa! Citra!" teriak seseorang tiba-tiba.
Nahwa dan Citra sangat kaget dan... Bruk! Mereka terjatuh. Dua anak lelaki yang tadi memanggil mereka, segera berlari ke tempat mereka.
"Aduh! Ih! Siapa, sih! Ngaget-ngagetin aja!" seru Citra.
Citra berusaha duduk sambil mencoba membersihkan pakaiannya. Sedangkan dua anak lelaki tadi, sekarang tepat berada di sampingnya. Yang satu berkulit putih dan tinggi sedang berusaha membujuk Citra, sedangkan yang agak pendek dan bermata sipit, sedang menolong Nahwa berdiri.
"Maafin kami, kami tau kami salah, kami minta maaf. Tapi jangan main pergi-pergi aja gitu, dong! Kami juga khawatir kalau terjadi apa-apa sama kalian," ucap Dandi tulus sambil membantu Citra berdiri.
Citra dan Nahwa saling lihat-lihatan lalu menunduk. Mereka merasa bersalah. Dandi dan Ikhwan mendatangi mereka dengan baju basah dan kotor. Mereka sepertinya telah mencari Citra dan Nahwa kemana-mana.
"Maaf..." ucap Nahwa dan Citra bersamaan. Mereka menyesal.
Ikhwan tersenyum, "Ngga papa. Kami juga mengerti kenapa kalian kesal. Kami memang seperti itu dari dulu, kami tidak tahu kalau itu sangat menganggu," kata Ikhwan sambil mengelus kepala Nahwa. Lalu Dia berpikir sebentar, "Tapi kami ngga mendapat kayu. Kami justru mendapat buah-buahan enak!"
Nahwa dan Citra melihat keranjang buah yang di bawa oleh dua anak lelaki itu. Dandi membawa keranjang yang isinya dua buah pepaya besar, sedangkan Ikhwan mengisi keranjang-nya dengan beberapa buah sirsak dan belimbing. Nahwa melihat keranjang-nya. Selama perjalanan, Nahwa memenuhi keranjang-nya dengan berbagai macam buah jambu. Citra mengisi keranjang-nya dengan beberapa buah mangga. Mereka melihat satu sama lain lalu tertawa.
"Yah, setidaknya ini bisa dimakan?" kata Nahwa sambil tertawa.
"Ya udah. Pulang, yuk!" ajak Dandi.
"Tanpa kayu?" tanya Ikhwan heran.
"Ih! Banyak tanya, ah! Ikut aja," kata Citra kesal. Ia menarik tangan Ikhwan agar mereka dapat segera pulang.
Dandi dan Nahwa mengangkat bahunya, lalu mereka segera berlari menyusul Ikhwan dan Citra yang telah jauh di depan. Semua bunga telah bersatu kembali. Apakah bunga sakura bisa menyadarkan bunga terompet?
***
Di perkemahan
Willy dan Zahra yang telah selesai mempersiapkan barang-barang, sedang menunggu teman-temannya. Willy yang tengah sibuk berjalan kesana kemari, sedangkan Zahra duduk melihat Willy dengan dagu bertumpu di atas punggung tangannya. Mereka sangat bosan sekali. Sebentar lagi hujan akan turun. Tapi teman-temannya belum terlihat juga. Mereka sangat khawatir dan bosan.
Tiba-tiba ada suara langkah kaki. Zahra dan Willy sontak melihat ke sumber suara. Di samping mereka, ada empat orang yang terlihat kesulitan membawa kayu.
"Yoris! Nicolas!" teriak Willy yang langsung berlari ke tempat Yoris.
Zahra sangat senang. Ia langsung bangun dan menghampiri teman-temannya itu. Willy dan Zahra segera membantu mereka membawa kayu-kayu yang sangat banyak itu.
"Apa kalian tahu? Di sana tadi sangat menjijikkan! Ada nyamuk dan sarang laba-laba di mana-mana. Pokoknya aku ngga mau ke sana lagi!" celoteh Nicolas.
Zahra menggeleng. Ia melihat Yoris dan mengangkat salah satu alisnya, Yoris membalasnya dengan mengangkat bahunya. Zahra tertawa, lalu Ia melihat Anggi dan Laras yang sedang asyik bercanda.
"Bagaimana mencari kayunya menurut kalian?" tanya Zahra pada Anggi dan Laras.
"Ini sangat menakjubkan!" seru Anggi.
Laras memegang bahu Anggi, "Ini bukan sekedar menakjubkan,"
"Ini SEMPURNA!!!" teriak mereka bersamaan di akhiri dengan tawa bahagia.
Nicolas memandang Anggi dan Laras heran. Lalu Ia menyilangkan jarinya dan menaruhnya di atas dahinya. Dia menuduh Anggi dan Laras sudah gila.
Tidak berapa lama kemudian, datang beberapa orang membawa alat pancing dan ember. Mereka segera berjalan ke arah kami. Dan setelah tepat di dekat kami, mereka langsung menaruh dua ember berisi ikan dan alat pancing mereka di tanah. Dan mereka segera duduk begitu saja sambil memijat bahu mereka masing-masing.
"Kalian kenapa?" tanya Yoris.
"Entah! Rasanya kami capek banget. Padahal cuma nangkap ikan." keluh Rindu.
Kami semua tertawa. Tiba-tiba datang lagi empat orang yang tengah membawa keranjang buah. Kami tau dua orang anak perempuan itu Nahwa dan Citra. Tapi dua orang lagi kira-kira siapa, ya? Mereka berpakaian compang-camping yang di penuhi lumpur. Tubuh mereka dari atas sampai bawah basah kuyup! Kami sempat takut melihatnya.
"Jangan takut! Ini Bang Dandi dan Bang Ikhwan," sergah Nahwa.
"Ngga mungkin! Dandi itu cowok tinggi yang manis dan Ikhwan juga ngga jelek-jelek amat!" seru Willy. Ikhwan langsung cemberut mendengar perkataan Willy.
Nahwa dan Citra saling melihat, "Ini salah kami berdua. Gara-gara kami mereka berdua jadi begini," kata Nahwa dan Citra bersamaan.
Kami semua menghela nafas lega. Yoris berjalan menghampiri mereka, "Apa yang kalian bawa?" tanya Yoris sambil mengambil keranjang yang di bawa Dandi, "Buah?! Ta-tapi, mana kayunya?"
Nahwa, Citra, dan Ikhwan memandang Dandi bersamaan. "Ini salahku. Tapi lihat sisi baiknya! Kita bisa sarapan besok pagi," kata Dandi yang akhirnya angkat bicara.
Yoris mengangkat bahunya lalu mengangguk, "Oke!"
"Astaga! Kalian sudah datang tapi ngga bilang-bilang!" teriak beberapa orang tiba-tiba.
Itu Alvi, Nabila, Vira, dan Lala. Mereka sangat senang dengan kedatangan mereka. Apalagi melihat orang-orang itu sudah berbaikan kembali, hanya Lala yang kelihatannya sangat marah. Lala berhenti di tempat, melihat kami yang sedang tertawa bersama. Perasaan kaget, kesal, dan tak percaya sedang bercampur aduk di dalam dirinya. Ia menunduk dan mengepalkan tangannya kesal.
"Kenapa...,"
Kami semua memandang Lala bingung. Lala menatap kami. Terlihat sekali kemarahan yang terpancar di matanya. Kami mengerti kenapa. Langit sedari tadi gelap mulai bergemuruh, angin kencang tiba-tiba datang begitu saja. Kami semua masih menatap Lala yang juga menatap kami dengan penuh kebencian.
"Kenapa? Kenapa kalian bahagia?" Tanyanya.
Kami saling melihat satu sama lain sambil tersenyum. "Karena kami sedang bersama." Celetuk Nabila.
Perkataannya membuat Lala kaget dan sempat terdiam untuk beberapa detik. Namun ia menggelengkan kepalanya, "Itu namanya bukan kebahagiaan. Kalian hanyalah anak-anak polos yang tidak mengerti arti kebahagiaan sesungguhnya. Tapi kenapa kalian terlihat bahagia. Kenapa?!" tanya Lala berkali-kali.
Perlahan rintik hujan mulai turun. Beberapa dari kami segera masuk ke tenda. Hanya Lala, Zahra, Anggi, Yoris, Ikhwan, dan Dandi yang masih berada di luar. Mereka berdiri didalam kesunyian yang sedang memeluk mereka. Perlahan Zahra berjalan dengan tenang, hingga ia tepat berhadapan dengan Lala lalu berhenti.
"Jika maksudmu kebahagiaan itu adalah berdiri di atas penderitaan orang lain, itu bukan kebahagiaan. Bukan," kata Zahra sambil menggelengkan kepalanya, "Jika kau mengira itu kebahagiaan berarti kau lah yang tidak mengerti arti kebahagiaan!" tegas Zahra.
Lala mengepalkan tangannya, "Kau sendiri! Apa yang kau mengerti tentang kebahagiaan? Aku menenggelamkan mu di bawah penderitaan sangat lama. Dan apa yang kau mengerti tentang hal itu?" tanya Lala.
"Aku mengerti Lala, Aku mengerti. Karena sekarang, aku ada bersamanya. Bersama teman-temanku, adalah kebahagiaan terbesar di hidupku," kata Zahra sambil tersenyum.
Lala tersentak dengan perkataan Zahra. Hujan bertambah deras membasahi mereka. Gemuruh di langit saling bersahut-sahutan. Perlahan-lahan Lala mundur kebelakang sedangkan Zahra semakin berjalan maju.
"Bersama Anggi," Zahra melihat kearah Anggi, yang dibalas senyuman bahagia Anggi.
"Bersama Yoris," Zahra melihat kearah Yoris, yang dibalas anggukan mantap.
"Bersama Dandi dan Ikhwan," Dandi mengacungkan jempolnya sedangkan Ikhwan memamerkan kesombongannya dengan berkacak pinggang.
Anggi, Yoris, Dandi, dan Ikhwan maju berdampingan dengan Zahra, lalu mereka bergandengan tangan bersama. "Dan bersama teman-teman yang lainnya. Itu kebahagiaan ku. Sedangkan kau? Kau bersama siapa?"
Lala tak bisa mundur lagi. Tubuhnya tertahan pohon yang ada dibelakangnya. Sedangkan mereka terus maju dengan bangga. Lala memalingkan mukanya, ia tidak ingin orang-orang itu tahu ia sedang menahan air mata. "Aku tidak butuh bersama siapa pun!" katanya lalu berlari meninggalkan Zahra.
"Lala!" teriak Zahra, "Kita harus mengejarnya! Sekarang sedang hujan deras!" kata Zahra pada teman-temannya.
"Apa katamu? Setelah yang ia lakukan pada kita?" tanya Ikhwan.
Yoris menyuruh Ikhwan diam, "Kami akan pergi bersamamu!" kata Yoris.
Anggi juga mengangguk. Zahra tersenyum bahagia. Kalian benar-benar kebahagiaanku. Kata Zahra dalam hati.
Dandi mengangguk, "Ok! Tapi kalian butuh kami," kata Dandi di ikuti anggukan Ikhwan.
"Kenapa?" tanya Anggi.
"Karena kami telah menyusuri bagian hutan yang tadi dilewati Lala. Disana banyak jalan terjal, menurut kalian kenapa kami bisa kotor begini? Karena kami tadi terjatuh di setiap jalanan yang terjal. Makanya, kami sudah hafal jalannya." celoteh Ikhwan panjang lebar.
Yoris juga membawa senter. Kami mengangguk dan sepakat. Akhirnya kami menyusul Lala, dengan Dandi dan Ikhwan berjalan di depan sebagai pemandu. Kami harus bisa menemukan Lala.
***
Lala...
Kalian tidak pernah tahu bagaimana perasaanku, kan! Tiap kali kalian bermain atau tertawa bersama. Aku hanya ingin diperhatikan orang! Apa salahnya! Teriak Lala didalam hatinya. Ia terus berlari tanpa mempedulikan alam sekitar. Ia tidak melihat ada batu didepannya.
"Ah...!"
Lala tersandung batu. Badannya terasa sangat lemas, tidak bisa gerak! Air mata mengalir deras. Ia menjadi teringat dengan ucapan Zahra. "... Sedangkan kau? Kau bersama siapa?"
"Benar...," Lala menyilangkan tangannya lalu membenamkan mukanya disana, "A-aku tidak punya siapa-siapa, hiks!"
"Lala!" teriak seseorang.
Lala kaget dan segera bangun. Cahaya senter yang menyilaukan bersinar ke arahnya.
"Itu Lala!" teriak seseorang lagi.
Kini orang-orang itu berlarian ke arahnya. Lala mengambil kayu dan perlahan ia berdiri. Ia mengibas-ngibaskan kayunya agar orang-orang itu tidak bisa mendekatinya.
"Mundur!" pinta Lala.
Semua orang berhenti tiba-tiba. Lala mundur perlahan. Dandi dan Ikhwan khawatir melihat Lala yang terus bergerak mundur.
"Lala! Ku sarankan kau jangan mundur lagi!" kata Dandi memeringati.
Lala melihat kebelakang. Di belakangnya ada tanah yang terjal, "Memang apa untungnya bagi kalian! Kalian tidak tahu bagaimana penderitaan ku dan terus saja pura-pura bahagia di depanku! Kalian tidak tau betapa sedihnya berdiri di dalam kesendirian dan tidak mempunyai teman! Aku benci kalian!"
Zahra tertegun. Ia menggelengkan kepalanya, "Kau salah Lala! Aku tau betapa sedihnya itu. Di pandang sebelah mata oleh orang, di anggap pembuat masalah. Sendirian tanpa ada yang menemani. Rasanya sakit... Sakit, sekali!"
Lala terdiam mendengar ucapan Zahra. Lalu Zahra mengulurkan tangannya pada Lala. Zahra tersenyum manis melihatnya.
"Aku tau penderitaan mu. Tapi lari bukanlah jawaban dari semua masalah. Raihlah tanganku, dan kita akan memulai semua ini dari awal." ucap Zahra. Lala tak bergeming, "Bersama."
Lala mengusap air matanya. Ia melemparkan kayu yang tadi ia pegang. Perlahan ia menggapai uluran tangan Zahra. Tapi kejadian selanjutnya sangat tak terduga. Lala terpeleset dan akan jatuh, Ia menutup matanya. Tak ingin tau apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Lala!" teriak Zahra yang segera memegang tangan Lala dan menariknya.
Apa aku telah mati? Perlahan Lala membuka matanya. Ia tidak terjatuh. Ia telah di selamatkan oleh Zahra yang tadi dengan sigap menariknya. Semuanya segera membantu Zahra. Mereka semua berhasil menyelamatkan Lala.
"Kamu ngga papa?" tanya Anggi.
"Sudah kubilang, kan! Jangan mundur!" celetuk Dandi.
"Sudahlah Dandi, yang penting dia baik-baik saja. Kamu ngga kenapa-kenapa, kan?" tanya Ikhwan.
Lala menggeleng. Entah mengapa dadanya terasa hangat dengan perhatian yang baru saja diberikan kepadanya. Apa ini yang dinamakan kebahagiaan. Senyuman tiba-tiba terukir dibibir mungilnya.
Lala melihat orang-orang yang telah menerimanya, "Terima kasih, teman-teman!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DM 10 [COMPLETED]
SpiritualKenalkan, namaku Michaella zahra ammelia. Panggil saja aku zahra. Aku sangat pintar dalam mata pelajaran maupun olahraga. Tapi aku benar-benar bodoh dalam mengaji! Aku terkenal sebagai pembuat masalah di tempatku mengaji, Daarul Maghfirah yang disin...