Koemi

22 13 0
                                    

To: Salwa
Saat pertama kali mata kita saling menatap, saat itu aku tak percaya. Tangannya yang mungil memeluk jariku. Senyum? Kebahagiaan? Tawa? Semuanya ku dapat saat melihatmu. Semyumanmu di bibir mungil itu cukup. Membuat air mataku terjatuh. Kaulah yang membuat hati beku ini mencair. Tangisanmu yang terbawa angin saat itu, hal yang tak pernah kulakukan, hanya dengan kehadiranmu aku bisa tertawa.
Aku melihat kertas yang sudah usang dan lecek di tanganku yang sebelumnya telah kumasukkan ke dalam plastik. Walaupun sudah usang, tapi tulisan tangan di kertas itu masih jelas terlihat. Aku memeluk surat itu. Akhirnya kita bisa bertemu kembali. Walau hujan sederas tumpahan air dan petir yang menggelegar. Asalkan bisa bertemu kembali denganmu, akan kulakukan apapun. Jadi kumohon tunggulah aku. Karena kau orang yang selalu ada saat aku membutuhkanmu.
"Jangan berjuang sendiri. Bukankah bersatu kita teguh bercerai kita runtuh."
Aku menoleh ke belakang dan tertawa. Di antara derasnya hujan, mereka bisa membuat senyum konyol seperti itu. Mereka seperti tak memiliki beban yang mereka tanggung di pundak mereka. Dengan senyum konyol mereka mengacungkan jempol mereka di depanku. Mataku membulat dan aku mengangguk, "Iya!" Aku sangat bersyukur memiliki mereka disisiku. Air mataku perlahan mulai turun. Mungkin air mata itu tak terlihat karena mengalir bersama hujan. Tapi isak tangisku masih bisa terdengar.
"Terima kasih!"
***

Andi Muhammad Ardiansyah atau Dandi, itu hanyalah nama samaranku. Nama asliku adalah Fujihara Allen. Aku kakak dari Shira dan Elena juga adik dari saudara kembarku, Sakurako. Ayah dan Ibu selalu menutupi kebenaran tentang kakakku. Karena nyatanya, kami ini kembar beda ayah. Kakak adalah anak dari almarhum suami ibu sebelum ibu menikah dengan ayahku. Ingatanku tentang kakakku tak terlalu jelas. Karena sejak mengetahui kakak bukan anak kandung ayah, ayah mengurung kakak di ruang bawah tanah. Dan yang bisa kudengar dari sana hanyalah teriakan kesakitan yang pastinya berasal dari kakak. Saat mendengar hal itu ibu selalu memelukku sambil menangis sejadi-jadinya. Setelah kakak menghilang entah kemana, Shira menjadi korban kekerasan ayah berikutnya.
Setiap aku berjalan suster dan dokter selalu memberi hormat padaku. Mereka menghormatiku karena mereka mengagumi sosok ayahku. Mereka tak tahu senyum apa yang ia sembunyikan di balik topengnya. Dan yang mereka ketahui adalah ayahku itu seorang pemimpin yang sangat berwibawa. Tujuanku mendatangkan DM 10 kesini sebenarnya agar aku bisa menyusup lebih jauh tanpa dicurigai rumah sakit ini dan menemukan beberapa fakta tentang dimana aku bisa menemukan keberadaan kakakku. Aku telah menemukan salah satunya. Bahwa ada seorang dokter yang dipercayai orangtuaku. Yang dulu membantu persalinan ibuku. Hanya dia orang yang satu-satunya mau memberitahukan dimana sebenarnya keberadaan kakak sekarang. Dokter Rara.
Saat aku menyelusuri lorong, aku melihat dokter Rara sedang berbicara dengan seseorang memakai jas hitam dan syal abu-abu tak jauh dari tempatku berdiri. Aku segera sembunyi di belakang pot besar. Saking seriusnya berbicara mereka sampai tak menyadari keberadaanku tadi. Apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan.
"Zahra memang sikapnya selalu berubah-ubah. Itu wajar mengingat penyakit yang dideritanya. Semua karena tekanan yang selalu diberikan ayahnya. Kau sudah menemui berapa kepribadiannya?" tanya dokter itu pada lelaki berjas hitam.
Zahra? Ada apa dengannya? Kepribadian apa maksudnya? Aku mencoba untuk diam-diam melihat wajah dokter itu. Wajahnya sangat serius begitu pula wajah lelaki berjas hitam yang kira-kira umurnya seusiaku. Aku cukup penasaran dengan pembicaraan mereka. Jadi aku memutuskan untuk menguping pembicaraan ini sampai selesai.
"Dua! Koemi Alifiya Felita yang berusia empat tahun dan Farfalla Nirvana yang seumuran Zahra. Koemi selalu muncul ketika Zahra merasa kebingungan. Sikapnya seperti anak kecil yang selalu ingin tahu, tapi dia terobsesi dengan rasa sakit. Farfa jauh lebih menyeramkan, ia muncul atas kehendaknya sendiri. Kurasa, hanya itu yang kutahu."
Dokter itu mengangguk. Aku belum mengerti apa yang sedang mereka berdua bicarakan. Tapi dari cara lelaki itu menjelaskan sepertinya ia tahu benar penyakit Zahra dan mungkin orang ini dulunya sangat dekat dengan Zahra. Ah! Apa urusannya denganku? Sekarang yang perlu kulakukan hanyalah mendengar pembicaraan mereka sampai akhir. Lalu, kulihat dokter itu menyunggingkan senyuman mengerikan.
"Tidak!" ucapnya sambil berkacak pinggang. "Kepribadiannyaitu ada tiga. Karena Zahra sendiri merupakan salah satu kepribadian Sakurako. Zahra yang paling mengerikan. Karena walaupun ia menunjukkan senyuman dan menangis, ia sebenarnya yang telah mengendalikan Sakurako."
Saat itu juga baik aku maupun orang itu, kami berdua kaget dan kebingungan. Zahra yang imut dan lugu, Zahra yang mungil dan penuh kasih sayang, Zahra yang ceria dan rapuh. Semua kesanku pada Zahra langsung runtuh begitu saja. Muncul kesan baru tentang Zahra ketika aku mendengar hal ini. Zahra yang licik dan menakutkan yang selama ini telah... Kring! Kring! Tiba-tiba telponku berbunyi dan merusak suasana. Dokter Rara dan lelaki itu segera pergi begitu mendengar suara teleponku. Kacau! Aku segera melihat layar telepon. Anggi? Segera aku menjawab teleponnya.
"Assalamualaikum!"
Dari nada bicaranya sepertinya Anggi sedikit ketakutan, "Waalaikumussalam. Ada apa Nggi?" "Ini gawat, dengarkan aku baik-baik. Seseorang bernama Koemi telah mengambil alih tubuh Zahra." Anggi langsung memutuskan teleponnya sebelum aku sempat berbicara. Apa yang dia maksud? Lalu siapa orang yang bernama Koemi ini? Aku jadi semakin bingung. Masalah yang kecil ini semakin lama semakin besar saja. Dokter Rara dan lelaki itu sudah melarikan diri ditambah dengan kemunculan seseorang bernama Koemi. Tunggu? Zahra sebenarnya yang telah mengendalikan Sakurako? Jangan-jangan Sakurako yang dimaksud disini adalah...
***
"Monster kecil pun menjalani hidup baru dengan manusia.Tapi ada hal aneh yang disadari manusia. Setiap hari, sikap monster kecil selalu berubah. Terkadang ia polos dan lugu seperti biasanya. Terkadang ia dingin dan menakutkan. Dan tiba-tiba ia kasar dan temperamental. Tapi manusia itu selalu setia menemaninya. Bahkan dihari ketika monster kecil menghajar manusia, manusia itu tetap setia dan mencintainya. Hari mulai hujan dan monster kecil itu sendirian, sesosok peri cantik mendatanginya. Ialah yang mengutuk monster kecil dengan memberikan dua kepribadian yang apabila ada seseorang mendekati monster kecil, orang itu akan menderita. Mendengar hal itu, monster kecil menangis. Ia tak mau manusianya menderita. Jadi ia memutuskan untuk ber...,"
Ceritaku terhenti saat melihat Zahra tak seperti biasanya. Sepertinya ia agak kebingungan dan terlihat seperti anak kecil. Ia tak memakai jilbab, rambutnya di kuncit dua ala rabbit style menggunakan pita merah panjang. Ia juga memakai kacamata dan mengemut lolipop. Benar-benar tak seperti Zahra yang biasanya. Melihat hal itu aku memutuskan untuk mendatanginya. Karena hari mulai hujan anak-anak itu harus masuk ke dalam rumah sakit dimana hal itu semakin memudahkan diriku untuk bertemu dengannya.
"Zahra!"
Seketika aku berhenti. Aku merasakan hawa aneh dari tubuh Zahra. Merasa dirinya dipanggil, ia menoleh dan menatapku sinis, seperti tak mengenalku sama sekali. Bulu kudukku merinding. Entah mengapa menurutku yang ada di depanku saat ini bukan Zahra. Ia memang memiliki tubuh Zahra, wajah Zahra, dan baju yang tadi dipakai Zahra. Tapi sikap dan caranya menatapku sama sekali tidak mirip Zahra. Ia seperti seseorang yang menyamar menjadi Zahra. "Orang itu selalu saja bertindak layaknya raja." begitulah gumaman yang keluar dari mulutnya yang kecil. Dia menyadari aku mendengar ucapannya, lalu menggeleng keras.
"Uh...," ia tersenyum dan berkata, "Kakak! Aku ini Koemi Alifiya Felita, lho!"
Eh? Rasanya aku pernah mendengar nama itu. Rasanya lidahku kelu, aku tak sanggup berkata-kata, aku benar-benar membeku. Setelah berkata begitu ia pergi meninggalkanku. Petir mulai menyambar dan hujan perlahan mulai turun. Aku masih membatu sambil terus berpikir apa yang sebenarnya sedang terjadi. Lalu aku teringat ucapan Rafli waktu itu. Segera aku merogoh sakuku untuk mengambil ponsel. Saat mendapatkannya, aku langsung mencari-cari nomor seseorang yang dapat kuhubungi sekarang. "Buku 'HALF' itu memang milik Zahra. Tapi kepribadiannya yang bernama Koemi yang membuatnya untuk Salwa." Jika yang dikatakan Rafli waktu itu bukan sebuah kebohongan, maka yang tadi kutemui."Assalamualaikum! Ini gawat, dengarkan aku baik-baik. Seseorang bernama Koemi telah mengambil alih tubuh Zahra."
***
Ayah dan Ibu sangat khawatir, saat Kak Anggi menyebutkan nama Koemi. Kami langsung menaiki mobil menuju rumah sakit. Hujan dan petir sepertinya tak menghilangkan tekad mereka. Justru membuat tekad itu jadi jauh lebih besar. Apakah aku harus bahagia ataukah harus sedih? Aku juga tak tahu. Aku mengenggam erat sebuah surat di tanganku. Aku harap semua kakakku baik-baik saja.

DM 10 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang