Sister

13 8 0
                                    

Hai semua! Maaf baru update hari ini. Karena kondisi tiba-tiba drop saya harus istirahat. Terimakasih bagi para readers yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Tak disangka setelah beberapa part cerita DM 10 akan tamat. Baiklah tanpa menunda lagi silakan menikmati ceritanya^^

~

Aku segera berlari keruang pribadi milikku dan Rizki. Karena khawatir langsung saja aku mendobrak pintu yang ada di depanku. Suasana saat ini sedang tidak baik. Orangtua dan Adik Zahra sudah berada disini. Orangtua Zahra menelpon polisi. Tidak banyak yang bisa kami lakukan untuk membantu. Terutama saat hujan disertai petir seperti ini.
Aku terduduk. Lemas, harusnya aku bisa mengetahui hal ini dari awal. Bahwa kakak, sebenarnya memiliki kepribadian ganda. Itulah sebabnya mengapa dulu ia selalu tiba-tiba mengingat dan melupakanku. Alvi berusaha menenangkan Nabila dan Vira yang saat ini sangat ketakutan. Padahal seharusnya sore nanti mereka sudah berada di bumi sakinah untuk ujian imtas.
"Apakah tak ada hal yang bisa kita lakukan?" tanya nisa. "Bukankah teman kita membutuhkan bantuan? Jadi kita harus...,"
"Tau apa kita tentang kepribadian ganda?" selaku. "Walaupun kita tau sesuatu apa kita mengetahui cara untuk menolongnya?" air mataku perlahan mengalir. "Saat ini kita benar-benar tidak bisa melakukan apapun."
Nisa terdiam, ruangan hening. Orangtua Zahra berhenti menelpon polisi. Aku tak tau perasaan apa yang sedang melanda kami saat ini. Entah khawatir, entah ketakutan, mungkin juga bingung, ditambah perasaan bersalah. Rasanya ingin teriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan keresahan ini.
"Koemi...," bisik Salwa.
Kami semua melihat ke arahnya. Dia menggigit bibir bawahnya kemudian berjalan ke arahku. Ia duduk untuk menyamakan tingginya denganku. Plak!!! Suara tamparan itu menggema di seluruh ruangan di akhiri dengan teriakan orang-orang. Aku menoleh, saat itu aku melihat wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
"Memangnya kenapa kalau kami tak tau? Mau kepribadian apapun dia itu tetap Zahra! ZAHRA!!!" Setelah berkata begitu Salwa langsung berlari keluar.
"Iya. Mau apapun itu, dia tetap Zahra. Siapa yang ikut dengan Salwa?"
"Aku!" jawab semua anak DM itu.
Mereka semua tertawa bersama. Mereka berpegangan tangan lalu keluar untuk mengejar Zahra. Aku tak mengerti kenapa mereka semua rela berjuang untuk seseorang yang baru saja mereka kenal. Kenapa mereka bisa selalu tertawa seperti itu. Kenapa juga Kakak mau dikendalikan olehnya. Semenjak aku bersama mereka hidupku dan semua rencana yang telah kususun semuanya jadi berantakan. Tiba-tiba Yoris, Ikhwan, Rizki, Rifaldi, dan Nicolas datang dari arah belakangku. "Kau memang pantas ditampar," ledek Ikhwan kesal. "Kami semua sudah mendengarnya." ucap Rizki ketus. Baru kali ini aku melihat Rizki semarah itu. "Kau tak berhak menyakiti hati seorang wanita." ucap Nicolas di belakang Yoris. Aku berdiri, membalik badanku dan menatap mereka satu-persatu. "Kenapa? Padahal dia hanya... Dia hanya...," aku berusaha mencari kata-kata yang tepat. Yoris maju dan menepuk pundakku, "Tak penting apapun atau siapapun dia, asalkan perasaanmu padanya tetap sama, tak masalah, kan?" Kata-kata Yoris tadi seperti menampar diriku. Sekarang aku mengerti kenapa kakak membiarkan kepribadiannya mengendalikannya. Zahra sebenarnya tidak jahat sama sekali. Dia justru telah mempertemukan kakak dengan orang-orang ini. Walaupun nantinya yang ada di tubuh itu bukan lagi Zahra melainkan kakak atau kepribadiannya yang lain, tapi perasaan mereka takkan pernah berubah. Aku jadi iri dengan kakak. Di masa depan nanti aku yakin dia akan terus tertawa bersama mereka. Ruangan menjadi hening. "Kami tak peduli jalan apa yang kau pilih nantinya. Willy sudah membantu untuk mencari. Kau mau ikut atau tidak?" ucap Rifaldi datar. "Tunggu! Aku ikut!" Mereka semua tersenyum dan menjitakku. "Nah, gitu, dong!" begitulah kata mereka sambil mengelus kepalaku. Sebenarnya aku tak terlalu iri dengan kakak. Jika kakak memiliki gadis itu untuk selalu tertawa, aku memiliki mereka yang selalu membimbingku menuju jalan yang benar.
***
Sejak berumur dua tahun Ayah dan Ibu selalu sibuk dan meninggalkanku di rumah dan menitipkanku pada tetangga sebelah. Sampai akhirnya malam itu tiba. Malam pertengahan bulan agustus yang seperti mimpi bagiku. Ayah dan Ibu membawa seorang anak perempuan, mereka bilang dia akan menjadi kakakku. Usianya lebih tua dua tahun dariku. Karena merasa aku sudah memiliki seorang kakak, Ayah dan Ibu berani meninggalkanku berhari-hari. Tetapi setiap jam mereka selalu menelpon untuk bertanya keadaanku. Jika aku merasa aku dan kakakku kurang sehat, apapun pekerjaannya akan segera mereka tinggalkan. Saat itu aku merasa sangat bahagia. Tapi ada yang Ayah dan Ibu tak tahu, sifat kakak selalu berubah!
Di depan Ayah dan Ibu dia adalah Zahra, tetapi di depanku dia selalu menjadi diri yang berbeda. Kadang ia mengaku dirinya Farfa, kadang ia seperti orang kebingungan lalu pingsan. Kadang ia kembali mengakui dirinya Zahra. Tapi yang pertama kali ku temui saat itu adalah Alifiya Felita.
Nama Koemi itu, aku yang memberikannya. Koemi sendiri artinya little laugh. Aku memberinya nama itu sambil berharap dia selalu tertawa walaupun sedikit.

DM 10 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang