perpisahan

54 13 0
                                    

Hari ini hari terakhir kami latihan perpisahan. Di perpisahan ini kami nyanyi lima lagu. Indonesia jaya, Terima kasih-ku, Saat berpisah, dan Sakura. Kami latihan perpisahan dari jam setengah tiga sampai jam lima, capeknya luar biasa! Tapi karena latihannya sampai jam lima, Aku ngga ngaji, deh! Di sekolah Aku sempat foto-foto untuk kenangan sama Ezza, Nida, Diana, Atifah, dan Suci. Selesai latihan kami langsung pulang untuk persiapan perpisahan besok.
Langit berwarna biru cerah, awan berarak, bunga yang bermekaran. Semua sangat sempurna untuk perpisahan kami nanti. Ya! Zahra akan melanjutkan pendidikannya ke SMP! Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini Zahra sudah mau SMP saja.
"Aduh! Yang mana, ya?"
Selesai latihan perpisahan, Zahra pergi ke toko. Ia mencari hadiah yang cocok untuk teman lelakinya. Untuk Nicolas boneka beruang, untuk Yoris figura anime Magic Kaito, untuk Willy bola kaki baru, untuk Rizki buku tentang Sains, untuk Dandi figura anime naruto, untuk Ikhwan buku tentang Matematika, dan sekarang Ia sedang bingung mencari hadiah untuk Rifaldi.
"Rifal suka musik dan karate. Apa aku memberinya buku tentang Karate saja, ya?" Zahra baru saja akan mengambil buku itu berhenti sebentar, "Tapi dia kan punya banyak yang beginian?"
Zahra memutari satu toko, mencari hadiah yang pas untuk Rifaldi. Zahra tiba di lorong ke empat. Ia melihat kotak musik dari kayu yang di ukir. Untuk orang eksentrik seperti Rifal, itu hadiah yang sangat cocok untuknya.
Zahra menghitung apakah dia sudah mencari hadiah untuk semua temannya. Dia berjalan ketempat kasir dan membayar semua belanjaannya. Lalu Ia segera keluar toko itu dan berjalan pulang. Toko itu agak jauh dari rumah Zahra. Tapi dapat di tempuh dengan berjalan kaki.
Zahra terus berjalan. Langit mulai mendung dan angin kencang pun mulai berhembus. Zahra berjalan lebih cepat agar Ia sampai di rumah sebelum hujan. Zahra berjalan terlalu cepat sehingga Ia tidak melihat siapa yang ada di depannya. Zahra menabrak seseorang hingga Ia terjatuh. Zahra mengerang kesakitan.
"Maaf. Kau tak apa?"
Zahra melihat siapa orang yang di tabraknya. Seorang anak lelaki memakai tas merah besar yang kira-kira seumurannya. Rambutnya coklat, dengan mata coklat yang besar, senyumnya dingin, dan tatapannya sinis, tapi suaranya sangat lembut dan ringan.
Ia mengulurkan tangannya dengan senyuman terukir di wajah tampannya. Aku menganga dan tidak bisa berkata-kata, yang bisa kulakukan hanyalah membalas uluran tangannya. Ia menarikku tanpa berhenti menatapku. Sinar matanya yang tajam membuatku gugup.
"Kamu ngga papa?" tanyanya sambil melihatku dari atas sampai bawah. Memastikan aku tidak terluka, "Mau kemana?"
Aku menggeleng, "Ngga papa, kok! Baru saja Aku mau pulang. Permisi...,"
Zahra segera berjalan melewati cowok itu. Tiba-tiba saja petir menggelegar, hujan langsung turun dengan derasnya. Zahra kebingungan, Ia sama sekali tidak membawa payung. Dari belakang seseorang memayunginya, Zahra menoleh.
"Kalau butuh bantuan bilang saja. Aku ngga mau kamu sampai kehujanan."
Ternyata yang memayunginya cowok yang berambut coklat tadi. Zahra kesal dan ingin pergi, tapi tangan Zahra justru di tahan oleh cowok itu. Mereka beradu pandang lama... Sekali. Hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Zahra berdebar.
"Baiklah!" ucap Zahra, "Aku butuh bantuan. Tolong antar aku kerumahKu!"
Cowok itu betul-betul mengantar Zahra pulang. Mereka berdua berpayungan bersama, dalam diam. Yang ada hanya gemericik suara hujan. Benar-benar diam, Zahra jadi bosan. Dia melihat cowok itu, menatapnya lama dan akhirnya dia pun tertawa.
"Ng?" gumam Cowok itu, "Ada apa?" tanyanya sambil melirik Zahra.
"Aku belum pernah lihat cowok aneh berambut coklat sepertimu. Cowok rambut coklat ternyata lebih lucu!" kata Zahra sambil agak terkikik.
Cowok itu diam sebentar. Sepertinya dia agak marah, tapi Dia tampak senang melihat tawa Zahra. Dia membiarkan Zahra tertawa selama yang dia mau. Zahra menghela nafas, akhirnya ia berhenti tertawa. Cowok itu mengira Zahra tidak akan berhenti tertawa.
"Abiyyu,"
Zahra menoleh heran, "Apa?"
"Abiyyu. Namaku Abiyyu, bukan cowok aneh berambut coklat yang lucu," Zahra mengangguk mengerti.
Hujan perlahan berhenti, kini hanya tinggal rintik-rintik hujan saja. Mereka terus berjalan hingga akhirnya sampai di depan pagar rumah Zahra. Abiyyu menutup payungnya, sedangkan Zahra berusaha membuka pagarnya. Dengan sedikit kekuatan pagarnya bisa terbuka.
"Terima kasih!"
Baru saja Ia mau masuk, tapi dia di halangi oleh Abiyyu. "Tunggu dulu!" pintanya. Abiyyu mengeluarkan sebuah buku bersampul merah dengan judul "When a lost love back", Abiyyu menyerahkan buku itu pada Zahra.
Zahra menerimanya, "Untukku?" Zahra melihat buku itu. Cantik sekali... Gumam Zahra didalam hati. Zahra berpikir sebentar, Tapi kan aku ngga suka novel genre romance? Zahra melihat novel itu lagi. Tapi covernya cantik banget... sudah, ah! Aku terima saja. Zahra tersenyum bahagia koleksi bukunya bertambah satu.
"Terima...," Zahra celingak-celinguk melihat kekanan dan kekiri, anak lelaki itu sudah tidak ada. Zahra menggaruk kepalanya. Jangan-jangan dia... Zahra bergidik. Ia segera masuk kerumahnya dan menutup pintu rumahnya dengan keras.
***
Makan malam berlangsung dengan tenang. Malam ini menu makanannya sambal ikan teri. Zahra makan malam dengan lahapnya sambil membawa buku yang diberi anak lelaki tadi diatas meja. Ibu yang melihatnya agak kesal.
Ibu meneguk sirup yang dibuatnya lalu meletakkannya diatas meja, "Zahra... patuhi table manner. Lagipula itu buku apa, sih?" Ibu mengambil buku itu dan melihatnya, "Setahu Ibu kamu ngga suka novel romance?"
Zahra tersenyum, "Buku itu bukan Zahra yang beli," Zahra mengambil buku itu dari Ibu, "Seorang anak lelaki berambut coklat aneh yang memberikannya padaku."
Semua orang yang sedang makan tiba-tiba terbatuk-batuk, mereka mencari minuman lalu meneguknya sampai tak tersisa. Zahra kebingungan melihat tingkah laku keluarganya. Salwa berdiri dan menggebrak meja.
"Apa? Kakak yang ngga tau bedanya rasa suka dengan kekasih dan rasa suka dengan membaca buku tiba-tiba punya pacar?!" teriak Salwa histeris.
Zahra menganga, ia menatap Salwa bingung lalu melihat kearah Ibunya, "Ibu?" Ibu Zahra mencoba bersikap tenang dan mengangguk. "Pacar itu apa ya, bu?" tanya Zahra lugu.
Semuanya tambah lebih bingung dari sebelumnya. Bagaimana mereka memberi tahu Zahra yang sama sekali tak pernah berpikir hal dewasa seperti itu. Salwa mengepalkan tangannya kesal. Salwa dan Zahra beda dua tahun. Walaupun begitu... Soal pemikiran lebih dewasa Salwa dibandingkan Zahra. Tapi lebih pintar Zahra dari Salwa.
"Apa!? Kakak ngga tau apa itu pacar? Dengan wajah semanis itu kakak belum dapat pacar! Pacar itu sama aja kekasih. Kalau pacar kita baik hubungan akan langgeng, sebaliknya kalau pacar kita jahat kita akan sakit hati. Kalau mau punya pacar kita harus jatuh cinta," ucap Salwa.
Orangtua mereka hampir tertawa mendengar opini polos anaknya. Tapi mereka berhasil menahannya kalau tidak, Salwa pasti akan menangis saat itu juga. Zahra menggembungkan pipinya, huft! Memang apa salahnya kalau aku belum punya pacar? Lebih enakan belajar sendirian lagi. Salwa menepuk jidatnya, kakaknya yang cuek dan ngga peka ini mana ngerti cinta. Orangtua mereka hanya melihat anak mereka yang memiliki sifat jauh beda.
Salwa beranjak dari meja makan dan berjalan ketempat Zahra. Salwa mengambil buku novel Zahra, tiba-tiba Salwa berteriak histeris, "Apa?! Cowok itu memberikan novel romance untuk kakak. Itu artinya dia jatuh cinta sama kakak. Aduh! Lupa. Kakak ngga ngerti cinta, kan? Cinta itu... Berawal dari debaran aneh di jantung yang kemudian akan timbul perasaan sayang, rindu, ingin saling memiliki, yang di ikat dengan kesetiaan. Ih! Aku iri! Aku iri!"
Ibu Zahra yang tak bisa lagi menahan tertawa mendengar ucapan Salwa, tapi ia kaget melihat Zahra. Zahra menundukkan wajahnya yang sedang bersemu merah. Putri sulungnya itu merampas novel dari adiknya dan pergi tanpa menghabiskan makanan yang ada di meja. Salwa senyam-senyum melihat kakaknya yang salah tingkah itu.
"Kenapa Zahra bu?" tanya Ayah sambil melahap makanannya.
Salwa menatap ayahnya bingung, "Ternyata sifat tidak peka kakak turun dari Ayah, ya?" Ayah terbatuk-batuk mendengar ucapan Anak bungsunya itu. Salwa berputar-putar sambil berpura-pura menebarkan bunga, "Ini namanya fase love, love!"
Ibu Zahra Tertawa lagi melihat anaknya yang sok tau masalah cinta dan Suaminya yang aneh. Ibu Zahra memikirkan sesuatu, Ia menempelkan kedua tangannya di pipi, "Jadi ingat masa lalu waktu ibu masih belum ketemu ayah, deh!"
Ibu langsung pergi tanpa menghabiskan makanan dengan wajah bersemu merah. Meninggalkan anaknya dan suaminya yang sedang menganga lebar karena perkataannya barusan. Ayah Zahra langsung lemas di tempat.
Salwa mengangkat bahunya dan menggelengkan kepalanya, "Ternyata sifat aneh kakak turun dari Ibu, ya?" Salwa berpikir lagi, "Kalau kakak mirip Ayah dan Ibu terus aku mirip siapa? Gawat!"
***
Seorang anak perempuan sedang mendengarkan lagu Fujita maiko-hotaru. Lagu itu merupakan ost anime Hotarubi no mori e yang mendapat rating anime tersedih. Menceritakan tentang kenangan musim panas seorang anak perempuan dengan seorang manusia setengah siluman yang memakai topeng bernama Gin. Mereka saling mencintai tapi anak perempuan itu tidak boleh menyentuh Gin, karena saat itu juga Gin akan menghilang. Gin mengajaknya ke festival siluman, awalnya anak perempuan itu takut. Tapi akhirnya anak perempuan itu justru senang hingga berlarian kemana-mana. Terpaksa Gin harus mengikat tangan mereka. Gin mengajaknya berjalan-jalan. Ketika mereka berjalan, ada dua orang anak berlarian dan ketika salah satunya akan terjatuh, Gin menolongnya. Ternyata anak itu manusia, perlahan tangan Gin mulai menghilang. Setelah mereka berdua berpelukan, Gin menghilang selamanya...
Setelah lagu itu selesai, anak perempuan itu menutup matanya sebentar, "Kami bahkan belum mengucapkan salam perpisahan...," gumam anak perempuan itu.
Dia membuka matanya, tangannya membuka salah satu lacinya. Ia mengambil sepucuk surat berwarna merah... Perlahan ia menghirup wangi bunga mawar yang ada di kertas itu. Surat itu dari pangeran bunga mawarnya, Rafli.
Matanya melirik novel yang ada di atas meja belajarnya. Ia buka halaman pertama novel itu dan menyelipkan surat itu di sana. Ia buka lagi halaman selanjutnya, sebetulnya ia tidak ingin membacanya. Yah tapi... Daripada boring.
Pertama kali Zahra membaca buku itu, Zahra terlihat sangat bosan. Tapi makin lama Zahra baca, semakin tertarik Zahra dengan buku itu. Bahkan baru beberapa menit Zahra sudah sampai di halaman 18! Padahal jika buku genre romance biasa baru beberapa menit saja dia sudah bosan.
Yah... Novelnya memang lebih banyak ucapan perkataan daripada penuturan secara langsung. Dari segi kualitasnya sangat terlihat sekali yang menulis novel ini baru pertama kali membuat novel. Tapi dari segi ceritanya... Novel ini sangat menarik.
Novel ini menceritakan kisah cinta pemuda-pemudi yang harus berpisah karena suatu penyebab. Sebetulnya dari pada genre romance, Novel ini lebih banyak membubuhkan sesuatu yang aneh dari cerita novel pada umumnya.
Jam menunjukkan pukul 9. Besok Zahra harus bersiap-siap untuk acara perpisahan. Zahra menutup buku itu dan menyimpannya di bawah bantalnya. Zahra memikirkan sesuatu, cinta? Apa benar rasa suka pada kekasih tidak sama dengan rasa suka pada buku? Zahra menghilangkan semua pemikiran anehnya itu. Ia menarik selimut dan segera tidur.
***
30-Mei-2015
Ibuku mengguncang-guncangkan tubuhku. Ia menyuruhku untuk cepat-cepat bangun dan segera mandi. Awalnya Aku masih malas dan kembali menarik selimutku. Tapi Ibu menyipratkan air ke mukaku dan takkan berhenti sampai Aku bangun. Terpaksa deh! Aku segera bangun.
Di perpisahanku kali ini, kami di wajibkan untuk pakai baju batik. Untung Aku punya. Aku pakai baju batik pink, rok hitam, dan paling sebel! Pakai jilbab s-e-g-i e-m-p-a-t warna putih!
Ketika Aku selesai memakai baju, Ibu ternyata sudah bersiap-siap untuk mendandaniku. Sebelum Ibu mendandaniku, Aku main kejar-kejaran dulu dengan Ibuku, karena Aku paling benci yang namanya Make-up! Mungkin karena Aku lebih sering main dengan cowok makanya sifatku lebih kayak cowok. Akhirnya Ibuku berhasil mendandaniku. Aku melihat bros bunga mawar anak lelaki bersepeda itu, Aku mengambilnya dan menyematkannya di jilbabku.
"Nah, kan cantik!" puji Ibuku.
Ibuku mengambil handphone-nya dan segera memotret diriku. Cekrek! Cekrek! Ibu mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan. Hari ini yang datang ke acara perpisahan Ayahku, makanya sifatku Aku tak begitu senang. Karena Ayah jika bosan akan segera pergi. Jadi Aku pulang nanti ngga di antar Ayah...
"Zahra! Ayok berangkat! Jam 7 kalian harus udah ada di sana, kan?" ajak Ayah.
Aku mengangguk dan segera mengikuti Ayah dari belakang. Kami berjalan ke luar rumah sampai kami tiba di garasi. Mobil hitam Ayahku telah terparkir rapi di garasi. Ayah dan Zahra segera masuk ke mobil dan setelah semua orang memakai sabuk pengaman, mereka melaju dengan cepat.
Di perjalanan Zahra terus melihat ke luar jendela. Tiba-tiba ada sesuatu yang aneh, Ia tak sengaja berpapasan dengan anak lelaki berambut coklat. Jantung Zahra berdegup kencang, kelihatannya anak lelaki itu sedang menaiki sepeda. Zahra terus menatap anak itu Pangeran novel merah... Gumamnya du dalam hati. Tapi ketika persimpangan jalan, mereka berbelok di arah yang datang berlainan. Zahra terus saja melihat ke arah anak itu sampai Ia tak menyadari mobilnya telah berhenti.
"Zahra! Sudah sampai!" ucap Ayahnya sambil melepaskan sabuk pengamannya.
Zahra diam tak bergeming. Ia terus menatap jalan yang di lewati Anak lelaki itu walau Anak itu sudah tidak berada di sana. Ketika ayahnya memanggilnya untuk yang ke dua kalinya, barulah Zahra tersadar dan mengikuti omongan Ayahnya. Zahra keluar dari mobil, di lihatnya sekolah masih agak sepi. Hanya beberapa orang yang baru datang.
"Nanti Ayah datang jam delapan, ya?" tanya Ayah Zahra.
Zahra mengangguk, "Jangan lupa bawa undangannya, ya!" pinta Zahra.
Ayah Zahra mengangguk dan segera tancap gas ke tujuan berikutnya. Zahra segera memasuki sekolah, ternyata rombongan Yoris and the geng telah berada di sana. Zahra langsung berlari menemui mereka. Mereka sibuk membicarakan mereka akan melanjutkan ke SMP mana. Mereka juga sesekali berfoto bersama.
Setelah semua murid sudah berkumpul di sekolah, tiba-tiba terdengar pengumuman yang menyuruh mereka untuk berbaris sesuai barisan perpisahan. Mereka semua akan latihan gladi resik untuk yang terakhir kali. Zahra ada di barisan perempuan paling terakhir, di depan Zahra ada Ghozi, di samping kirinya Atika, dan di samping kanannya vegi.
Setelah kira-kira sudah hampir jam delapan, latihan mereka di anggap telah selesai. Mereka di persilakan duduk sesuai barisan perpisahan mereka. Zahra sebal sekali, ia duduk bukan di bawah tenda. Jadi ia harus siap-siap kepanasan karena terbakar di bawah matahari. Beberapa orang ada yang merasa deg-degan, tapi Zahra biasa saja, tuh!
Jam delapan tepat! Para Orangtua mulai memenuhi bangku penonton, acara perpisahanpun di mulai. Acara pertama pembacaan tilawah oleh Akram dan sari tilawah Fitroh. Acara ke dua tari persembahan, semua orang terlihat bosan dan lebih banyak ngobrol di dua acara ini. Acara ke tiga tari goyang dumang, acara ke empat fashionshow. Semua orang bahkan Ibu-ibu berebut untuk menonton paling depan, sampai-sampai guru kewalahan mengaturnya.
Lebih banyak acara yang tidak di ingat Zahra daripada yang Ia ingat. Karena pikiran Zahra melambung dan terus melambung jauh hingga ke langit. Yang Ia pikirkan saat ini hanyalah pria tampan berambut coklat. Oh! Pangeran novel merahku... Entah mengapa jantungku berdegup kencang! Jangan-jangan... Ini yang namanya cinta!
Zahra tertawa sendiri. Apa sih yang Ia pikirkan? Hatinya itu cuma untuk Rafli, bukan yang lain. Ia membuang semua lamunan anehnya, karena sebentar lagi penampilan seluruh anak yang mengikuti perpisahan. Akhirnya penampilan mereka pun di mulai. Satu persatu anak perlahan berjalan menuju sanggar. Mulai dari barisan paling akhir sampai barisan paling depan. Perasaan gugup dan sedih terasa di mana-mana.
Musik perlahan mulai di mainkan. Kami mulai bernyanyi, yang megang mike Kak Dhea dan Chindy. Lagu pertama kami Indonesia jaya berjalan dengan baik. Begitupun saat lagu Terima kasih-ku, Tasya melantunkan puisinya yang mengharu-biru di lagu ini. Beberapa anak mulai meneteskan air mata bahkan ada yang sudah sesegukan. Lagu yang menjadi maestro kami adalah lagu saat berpisah dan sakura. Tapi lagu sakura memerlukan suara tinggi.
SAKURA

DM 10 [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang