"Yang aku tau, tak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah direncanakan, termasuk kita yang akhirnya dipertemukan. Entah mengapa kalau bersama kalian, aku merasa kita bisa melangkah bersama."
~"Kami akan mencari diluar. Kalian berdua tetap berada di rumah sakit. Mungkin saja ketika kita pergi dia kembali." pinta Yoris
Aku mendecak kesal, "Tidak bisa begitu, dong!"
Anggi menepuk pundakku dan menggeleng, "Yang dikatakan Yoris benar. Kalian juga punya kekuasaan disini, jadi kalian lebih mudah memasuki berbagai ruangan yang tidak bisa kami masuki."
Mendengar penjelasan Anggi, aku berpikir sebentar. Betul juga apa yang ia katakan. Lalu aku mengangguk tanda setuju. Kalau misalnya saat kami semua pergi mencari Zahra bersama, saat Zahra kembali ke rumah sakit tidak ada yang mengetahuinya. Sebaliknya jika kami berdua ada disini, kami bisa segera menghubungi mereka. Kami juga memiliki kekuasaan untuk memasuki seluruh ruangan rumah sakit kalau misalnya Zahra berada di salah suatu ruangan di rumah sakit ini.
"Tolong bantuannya!" ucapku melambaikan tangan sambil melihat punggung mereka yang perlahan mulai menghilang.
Aku bersepakat dengan Rizki untuk mencari Zahra secara terpisah. Aku akan mencari di dalam sedangkan Rizki di sekitar rumah sakit. Karena berita tentang Zahra, seisi rumah sakit sangat heboh. Anak-anak kecil yang belajar bersama Zahra terus bertanya kepada suster dan dokter yang sedang bersama mereka. Jangankan mereka, aku juga sangat mengkhawatirkannya.
"Aduh!"
Seseorang terjatuh tak jauh dari hadapanku karena ditabrak seorang suster. Badannya yang kecil membuatnya langsung terjatuh. Permen yang ia tadi pegang jatuh ke lantai. Rambut kuncir duanya yang diikat dengan pita merah panjang terlihat sangat imut. Ia mengambil permen miliknya yang tergeletak di lantai kemudian membuang permen itu ke tong sampah sambil mengomel. Imut sih. Aku melihat wajah gadis itu baik-baik.
"Koemi?"
Gadis itu sepertinya sedikit kaget. Dia menatapku sinis, sepertinya dia tak menyukai keberadaanku disini. Aku sedikit was-was. Perlahan aku berjalan mundur perlangkah. Tapi tiba-tiba senyuman manis menguntai di wajahnya. Wajahnya yang tadi terlihat sangat menyeramkan layaknya pembunuh berdarah dingin, ternyata seorang tuan putri yang baru saja membuka topengnya untuk menunjukkan siapa dirinya. Tapi kali ini terpancar kesedihan di matanya.
"Aku ingin mengetahui sesuatu?"
Aku kaget dan melihat sekitar. Hanya kami yang berada disini. Apa dia benar-benar sedang berbicara kepadaku. Aku menunjuk diriku untuk memastikan. Dia tertawa melihatku kemudian mengangguk. Aku masih meragukan apa yang dia katakan. Tapi sepertinya dia menangkap keraguan di wajahku.
"Tenang saja. Aku akan menceritakan semuanya."
***
Kami sudah mencari kesana kemari. Tapi kami tak bisa menemukannya. Baju kami benar-benar sudah tak tertolong. Badan kami menggigil karena kehujanan. Tapi kami masih belum bisa menemukan batang hidungnya. Hujan juga sepertinya sedang tak berpihak pada kami. Bukannya semakin reda hujan justru semakin deras. Warung-warung yang biasanya menjual payung dan jas hujan tutup semua. Seperti sedang menguji persahabatan kami.
Aku melihat arlojiku. Sudah satu jam berlalu. Sebelumnya kami sepakat untuk pergi berkelompok dan berjanji untuk bertemu lagi satu jam mendatang di sebuah halte tepat di samping alfamart. Aku, Nabila, dan Kak Anggi kami mendapat untuk mencari Kak Zahra di perumahan yang tak jauh dari rumah sakit.. Aku melihat mereka semua sudah berkumpul di halte itu. Sepertinya aku, Nabila, Kak Anggi yang terakhir datang. Kami berlari ke arah mereka.
"Kami ngga menemukannya." ucap mereka serempak.
"Jangan-jangan dia sudah merencanakan pergi ke suatu tempat dan sudah berada di tempat itu sekarang!" ucap Willy tiba-tiba.
"Dia itu kepribadian yang terobsesi rasa sakit, kan? Bisa jadi dia sudah bunuh diri sekarang!" ucap Ikhwan yang membuat semua orang langsung khawatir.
"T-tunggu dulu! Yang kita bicarakan itu Koemi, lho!" semua orang langsung melihat ke arahku. "Dia itu paling benci hal-hal yang merepotkan. Dia tidak akan pergi jauh. Kalau Koemi... Mungkin sekarang dia sedang bersantai sambil mengemut permen di rumah sakit."
Setelah aku berkata begitu mereka menundukkan kepala dan berpikir sendiri. Benar. Kalau Koemi tak mungkin melakukan hal seperti itu. Dia itu paling benci hal yang merepotkan, menyusahkan, melelahkan, dan memusingkan. Dia itu tipe orang yang langsung membunuh di tempat. Dia menyukai hal-hal yang mungil, langsung, dan instan. Seperti permen dan mie cup. Dia memang terobsesi dengan rasa sakit. Tapi bukan rasa sakit untuk dirinya. Rasa sakit orang lain. Atau bisa dibilang kepribadian psikopat.
Tut! Tut! Tut! Tiba-tiba suara handphoneku memecahkan keseriusan mereka. Aku merogoh ponselku yang aku taruh di dalam waterproof. Aku mengambil handphoneku. Ada pesan? Aku membuka pesannya. Dari Dandi? Ada apa? Aku membacanya perlahan. Mereka memerhatikanku dengan seksama. Setelah aku cepat-cepat menutup handphoneku dan kembali menaruhnya ke dalam waterproof. Repot memang. Tapi aku lebih suka cara seperti itu.
"Ada apa?" tanya Alvi.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" pintaku.
"Memangnya ada apa?" tanya Laras.
"Zahra sudah ditemukan!" mereka semua melihat satu sama lain kemudian melompat bersama-sama.
***
Gadis itu dengan tampang tak berdosa memakan mie cup. Aku kira dia orang yang menyeremkan, tapi ternyata dia lebih terlihat seperti anak kecil yang rakus. Baru kali ini aku melihat orang makan lima belas mie cup dalam waktu yang tidak lama. Wajar sih, setelah sekian lama baru kali ini dia keluar. Dia bilang dia akan menceritakan semuanya jika aku membelikan dia mie cup sampai dia puas. Aku melihat dompetku yang hanya tersisa uang sepuluh ribu rupiah. Kalau begini aku bisa bokek.
Dia menaruh mie cup yang baru selesai dia makan di atas meja. Dia menyandarkan dirinya ke kursi. Sepertinya kali ini dia sudah puas. Aku menyimpan dompetku kemudian mengelus dadaku. Selamat... Tiba-tiba dia berdiri dan berjalan menjauhiku. Aku memutuskan untuk mengikutinya. Aku berjalan di sampingnya. Jadi begini, ya? Rasanya berjalan bersama seorang kakak. Aku tersenyum sendiri kemudian memalingkan wajahku. Rasanya sangat menyenangkan!
"Dulu, Sakurako adalah anak kesayangan dan pemimpin keluarga Fujihara," ucapnya memulai pembicaraan. "Di umurnya yang baru berusia satu tahun, ia sudah mulai menunjukkan ketertarikannya pada cat. Ia sudah bisa berbicara dan melukis ketika usianya baru menginjak dua tahun. Ia benar-benar kebanggaan keluarga Fujihara. Tapi saat kecelakaan yang menimpa Sakurako setelah untuk pertama kalinya ia mendapat juara melukis, semuanya berubah. Saat itu Sakurako kekurangan banyak darah. Saat ayahnya akan melakukan donor darah, saat itulah diketahui darahnya sama sekali tak cocok dengan Sakurako. Akhirnya mereka memutuskan untuk membeli darah yang ada di rumah sakit itu. Sejak saat itu, Sakurako dikurung di ruang bawah tanah yang gelap. Ia tak pernah menyentuh Sakurako kecuali saat ia menyiksanya. Sebelum darah keluar dari mulut dan hidungnya, orang gila itu takkan pernah berhenti."
Saat itu, aku baru merasa, aku belum mengetahui seluruh hal yang terjadi di dalam keluarga kami. Padahal aku selalu di dalam rumah dan tak pernah kemana-mana. Bagaimana aku baru bisa mengetahui hal ini sekarang. Sebenarnya apa yang membuat mereka bisa menutupi hal ini dengan begitu mulus. Aku memang mengetahui sesuatu. Tapi aku tak terlalu percaya. Tapi jika mendengar hal ini, sepertinya memang hal itulah yang paling masuk akal. Aku memang pernah mendengar. Keluarga ibuku, terkena kutukan!

KAMU SEDANG MEMBACA
DM 10 [COMPLETED]
EspiritualKenalkan, namaku Michaella zahra ammelia. Panggil saja aku zahra. Aku sangat pintar dalam mata pelajaran maupun olahraga. Tapi aku benar-benar bodoh dalam mengaji! Aku terkenal sebagai pembuat masalah di tempatku mengaji, Daarul Maghfirah yang disin...