Zahra cepat-cepat memakai seragam ngaji hijau kotak-kotaknya. Ia tak sabar lagi bertemu sepuluh orang temannya. Stetelah kejadian kemarin Zahra menjadi lebih percaya, bahwa ia pasti bisa memulai kembali kisah persahabatan yang awalnya menghilang dari dirinya.
"Ibu! Zahra berangkat dulu! Assalamu'alaikum!" kata Zahra nyelonong kabur.
"Zahra! Hati-hati!" teriak Ibunya dari rumah. Ibunya menggelengkan kepala melihat zahra bahagia.
Zahra berlari sangat cepat. Sinar mentari bersinar seterang hatinya saat ini. Ketika hampir sampai, ia melambankan larinya. Kini ia hanya jalan santai saja. Ia membuka pintu memasuki kelas Qira'ati 4. Ia melihat teman-temannya sedang sibuk ngobrol.
"Eh, Zahra. Ayo sini!" ajak Alvi.
Tanpa dipanggil pun Zahra pasti akan kesana. Apalagi dipanggil. Zahra ikut duduk bersama 10 orang sahabatnya. Mereka sibuk membicarakan tentang anak baru yang akan datang ke kelas mereka. Dan Nahwa yang selalu memulai topik pembicaraan ini.
"Eh katanya ada anak baru mau pindah kesini, lho!" kata Nahwa memulai pembicaraan.
"Ia? Awa tau darimana?" tanya Nisa.
"Ibuku yang bilang. Katanya perempuan. Lebih tua tiga tahun dari kak Alvi, zahra, laras, sama kak anggi." kata nahwa memperkirakan.
"Hm... Berarti dia lima belas tahun, dong?" tanya Laras.
Nahwa mengangguk mengiakan. Kami semua langsung sibuk membicarakan anak baru ini. Tidak lama kemudian, datang seorang anak berbaju ungu dengan jilbab putih segiempat datang tanpa senyum terukir di bibirnya. Ia memiliki tahi lalat tepat diatas sudut bibirnya. Dia duduk dibelakang Anggi dan Laras.
"Hai! Namaku Anggi. Nama mbak siapa?" tanya Anggi sambil memperkenalkan diri
Anggi memang orang yang sangat ramah dan supel. Pantas saja digemari banyak orang. Anak berkulit putih dengan tahi lalat itu melihat anggi lalu tersenyum. Parasnya memang sangat manis. Belum lagi matanya yang bulat dan coklat sangat berkilauan. Dia gadis manis dengan senyuman dingin yang sanggup membekukan orang.
"Namaku Siti Nur Laila. Panggil saja Lala," katanya ramah.
"Mbak lebih tua dari kami, kan?" tanya Anggi lagi diikuti dengan anggukan Lala."Kalau gitu kami panggil mbak Lala, ya?".
"Boleh"
Kamipun mulai berkenalan satu-persatu dengannya. Dia kelihatan manis dan ramah. Tapi aku tak menyukainya. Entah mengapa perasaanku tak enak. Dia sangat baik. Terlalu baik, malahan. Dan sesuatu yang terlalu baik itu sangat mengkhawatirkan diriku. Sesuatu yang terlalu baik itu hanya ada di buku cerita. Bukan di tempat ini.
***
Setelah selesai mengaji, semua orang segera pulang kerumah mereka masing-masing. Tapi Zahra menyadari ada bukunya ketinggalan. Makanya ia kembali lagi ke masjid.
"Untung bukunya ketemu," kata Zahra senang.
Zahra berhenti sebentar. Ia melihat ada orang berwajah tak asing sedang membaca buku ditangga. Ia ingin tahu apa yang di lakukan oleh orang itu di tempat sepeeti itu. Zahra yang dipenuhi oleh rasa penasaran segera berlari ke tempat orang itu.
"Hei! Lagi ngapain mbak Lala?" sapaku ramah.
Dia menoleh kearah ku sebentar lalu membaca bukunya lagi. Mengecewakan! Padahal aku sudah bersusah payah menyapanya. Kulihat bukunya. Buku itu bersampul pink dengan gambar bunga mawar. Di bagian atas buku itu tertulis "BUKU BAHASA BUNGA" dengan huruf besar berwarna emas.
"Wah! Buku tentang tanaman, ya? Menarik sekali!" kataku.
Dia menutup bukunya, "Kau juga berpikir begitu?" tanyanya padaku dengan mata berbinar.
Aku mengangguk, "ibuku sangat suka berkebun. Makanya aku juga suka. Dirumah ku ada bunga mawar, aster, anggrek, melati singapur, bunga kupu-kupu, suplir, kembang joyo kusumo, dan asparagus. Kalau kamu mau, datanglah ke rumahku!" jelasku sambil mengajaknya.
"Wow! Mungkin kapan-kapan aku akan kesana. Terima kasih, ya! Tapi yang aku sukai bunga terompet" katanya.
"Kenapa mbak lala?" tanyaku heran.
"Karena dia bunga yang sangat.... Cantik. Tapi beracun. Seperti aku!" katanya lalu memandang alam di kejauhan.
Sambil tersenyum, Dia melihatku lalu mengelus kepalaku. "Kau mengingatkanku dengan seseorang. Dia sangat berkilauan dan cantik seperti bunga sakura. Hanya saja dia masih berbentuk kuncup yang tidak dipedulikan." katanya lembut.
Aku sama sekali mengerti apa maksudnya. Tapi kata-katanya membuatku sangat terpukau! Dan disisi lain, aku memang menyukai bunga sakura. Bunga yang dinantikan semua orang saat musim semi. Warna pinknya begitu lembut dan anggun. Pohonnya berdiri dapat berdiri dengan kokoh dan tampak sangat mengagumkan diantara pohon lain. Makanya aku ingin menjadi sakura. Baik bunga maupun pohonnya.
"Aku ngga akan melukai bunga sakura, mawar, dahlia dan anggrek. Tapi aku akan merusak persahabatan bunga matahari dengan melati, bunga aster dan dandelion, juga bunga teratai dan eceng gondok, " katanya serius dan agak mengerikan, "Kau boleh menghentikanku. Tapi kau harus berpikir cerdas!" katanya lalu ia segera berdiri.
"Kakak pulang dulu, ya!" salamnya lalu pergi
Aku tak henti-hentinya melihatnya sampai bayangan benar-benar hilang. Mbak lala sangat baik dan lembut. Tapi entah kenapa itu yang menjadikannya terlihat sangat mengerikan. Jantungku berdetak kencang. Semoga tidak akan terjadi apa-apa. Harapku didalam hati.
***
"Kau mau kemana?" tanya seorang anak perempuan kecil pada seorang anak laki-laki.
Anak laki-laki itu hanya bisa melihat anak perempuan itu didalam mobil. Anak perempuan itu membuka pintu mobil. Ia melihat kaki anak lelaki itu yang sedang diperban.
Anak perempuan itu menangis, "Kau takkan meninggalkan ku, kan? Hiks! Hiks! Aku m-mau ikut..., " tangis anak perempuan itu.
"A-aku..., " baru saja anak lelaki itu ingin mengungkapkan sesuatu, ibunya datang dengan muka penuh amarah.
Ibu itu mendorong anak perempuan itu hingga ia terjatuh dan menutup pintu mobil kencang-kencang.
"Kau!" katanya sambil menunjuk anak perempuan itu, yang kini sedang ketakutan. "Masih berani, kau mendatangi anakku? Apa kau tak sadar! Semenjak dia berteman denganmu, dia slalu mendapat banyak masalah! Kau senang kan? Iya kan?!"
Anak perempuan itu menggeleng. "A-aku ngga pengen dia celaka... Hiks! A-aku ngga tau ini bisa terjadi... Maaf.. Huwaa...," anak perempuan itu menangis sejadi-jadinya.
"Kau takkan pernah bertemu anakku lagi!" Katanya sambil berjalan memasuki mobil.
Anak perempuan itu menggeleng "Tidak! Tidak! TIDAK!!!" teriak anak perempuan itu sambil berdiri walaupun berkali-kali terjatuh.
Mobil mulai menyala dan tidak menunggu lama, mobil itu langsung tancap gas. Anak lelaki itu menangis sambil memukul jendela mobil berusaha keluar. Sedangkan anak perempuan itu berlari mengejar mobil yang sudah melaju kencang.
Anak perempuan itu menghentikan langkahnya ketika mobil itu sudah tak akan pernah bisa ia kejar. Anak perempuan itu menangis sejadi-jadinya. Ia sangat lemas sehingga ia terduduk dan tidak bisa lagi berdiri.
"Kenapa?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
"Kenapa!!!" Teriaknya sebelum truk besar menghantamnya.
Dibelakang pohon ada seorang gadis kecil memperhatikannya dengan senyum licik tersungging dibibirnya.
***
Zahra terbangun dari mimpinya yang sangat mengerikan. Entah sejak kapan mimpi itu tak pernah datang. Tapi baru saja mimpi itu datang dan membuatnya ketakutan. Pasti akan ada hal mengerikan yang akan terjadi. Tapi entah apa itu?
Zahra segera mengambil handuk dan pergi kekamar mandi. Ia melupakan semua hal yang telah terjadi. Setelah mandi, ia segera memakai seragam biru kotak-kotak SD 003.
"Zahra! Ibu menemukan ini diatas loteng. Ini punyamu, kan?" kata Ibuku sambil menyodorkan photo dua orang anak kecil sedang bergandengan tangan.
Zahra tertegun. Dengan gemetaran Zahra menerima photo itu. Photo ia dengan anak lelaki yang ada dimimpinya. Perlahan Zahra menitikkan air mata.
Ibunya sadar Zahra sedang bersedih "Kamu kenapa, Zahra?" tanya ibunya.
Zahra menghapus air matanya. Dia menggelengkan kepala, "Tidak! Tidak apa-apa. Aku berangkat dulu, ya!" kata Zahra menaruh photo itu dimeja dan langsung pergi.
Ibu Zahra terdiam ditempat. Ia melihat photo itu dan perlahan mengambilnya. Kesedihan terpancar dari matanya. Seandainya... Seandainya dia tidak pergi. Zahra tidak akan jadi begini.
***
Bayangan tentang mimpi dan anak lelaki itu terus berputar dikepala Zahra. Membuatnya benar-benar tidak konsentrasi pada hal apapun. Mimpi itu nyata, bukan fantasi! Kejadian yang ada di mimpi itu pernah dialami oleh Zahra. Setiap kali mimpi itu muncul, pasti akan ada masalah yang menimpa Zahra.
"Zahra!" seru bu ulu yang dari tadi melihat Zahra melamun.
"I-iya bu?!" kata Zahra kaget.
"Konsentrasilah! Sebentar lagi akan UN. Jika kau terus begitu, nilaimu akan turun" kata Bu Ulu menasihati Zahra.
Zahra menunduk. "Ya, aku tahu. Maafkan aku," ucap Zahra menyesal.
Bu Ulu menggelengkan kepala, "Tidak apa-apa. Hanya saja Ibu hanya tidak ingin nilaimu turun."
Zahra mengangguk. Benar, ia sama sekali tidak memikirkan hal itu. Zahra mengepalkan tangannya. Aku harus bisa melupakannya! Semangat! Zahra menepuk pipinya dan kembali melanjutkan tugasnya yang tertunda. Haya yang duduk di samping Zahra tertawa dan mencubit pipi Zahra.
Yoris melempar kertas pada Zahra dan berbisik. "Nanti habis pulang sekolah kita main, yuk!" Zahra menatap Yoris lalu mengangguk mantap.
***
Kami sedang berkumpul sambil menyeruput minuman cappucino cincau yang sedang ngetren saat ini. Zahra, Yoris, Willy, Ikhwan, Nicolas, Dandi, Rifaldi, dan Rizki berkumpul bersama di perumahan kavling flamboyan. Kami semua sedang bersantai sebelum UN tiba.
"Zahra kau tadi disekolah kenapa?" tanya Willy sambil menyeruput es cincau nya.
Zahra menggeleng. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya takut. Semalam aku bermimpi buruk."
"Kau tidak boleh membiarkan mimpi mengaturmu" kata Rifaldi menasihati.
Yoris dan Rizki mengangguk menyetujui ucapan Rifal. Zahra tersenyum dan kembali fokus pada minumannya. Mana mungkin ia akan membiarkan mimpi seperti itu mengaturnya. Yang berhak mengatur hidupnya hanyalah dirinya sendiri. Tapi tetap saja mimpi itu sangat menganggu dirinya.
Teman-teman lelaki Zahra ini memang orangnya baik-baik dan mereka semua adalah geng cowok-cowok paling pintar plus tampan. Banyak orang-orang terutama cewek-cewek alay yang tidak suka melihatku bersama mereka. Walau bagaimanapun, kami tetap soulmate sejak kelas tiga.
"Lihat orang itu. Serius sekali dia bicara," kata Nicolas sambil menggelengkan kepalanya.
"Ia. Sepertinya dia sedang memanasi temannya." timpal Ikhwan
"Jujur. Aku tak suka orang seperti itu" kata Dandi sinis.
Mereka bertiga bukanlah tipe anak yang senang menggunjing orang dari belakang. Tapi jika mereka melihat sesuatu yang membuat mereka kesal, mereka tak segan untuk menghakimi orang yang mereka tuju. Dan mereka sangat tidak suka dengan seseorang yang hobinya memanasi orang.
Zahra, Willy, Yoris, Rifal, dan Rizki melihat ketiga orang itu yang dari tadi sibuk sendiri. Mereka mencari orang yang sedang dibicarakan Dandi, Nicolas, dan Ikhwan. Memang benar! Disebrang mereka ada dua anak perempuan yang sibuk bercerita. Sepertinya, Zahra mengenali kedua anak perempuan itu.
"Laras! Mbak Lala!" panggil Zahra. Kedua anak perempuan itu melambai dan menuju kearah Zahra.
"Kau kenal mereka berdua?" tanya Yoris.
Zahra mengangguk, "mereka temanku."
Rifal mulai menjauh, sedangkan Nicolas mulai menggandeng tangan Rifal dan berdiri di belakangnya. Mereka ini memang ngga suka bila ada cewek didekat mereka. Selain aku tentunya. Jika didekatin cewek, Nicolas akan langsung menangis sejadi-jadinya. Karena cewek-cewek suka mencubit kedua pipinya. Salahnya sendiri, memiliki wajah dan tingkah laku yang super duper imut.
Sedangkan Rifaldi memiliki kisah unik tersendiri. Rifaldi merupakan karateka sabuk hitam. Ia menyukai Ekky. Cewek berparas dewasa yang juga merupakan karateka sabuk hitam. Tapi ditolak. Alasannya karena Ekky menyukai Rafif, Rafif suka Fitroh, Fitroh suka Rifal, dan Rifal menyukai Ekky. Semuanya terus berputar disitu.
Aku tertawa melihat mereka berdua. Lucu juga lelaki tampan dan cool dengan cowok imut nyebelin, bisa menganggap wanita makhluk paling menakutkan di dunia. Kecuali Ibu mereka tentunya. Tidak seperti mereka. Yoris, Willy, dan Ikhwan sudah mempersiapkan senyum terbaik mereka. Menggelikan!
"Zahra! Kenapa kamu ngga bilang kamu mau pergi kesini? Kan bisa mbak jemput?" tanya Mbak Lala
"Kenapa memangnya?" Zahra balik bertanya heran.
"Rumah Mbak didekat sini. Lurus, lihat rumah warna hijau pagar hitam, itu rumahku" jelas Mbak Lala.
Zahra mengangguk perlahan. Zahra langsung memperkenalkan mereka kepada satu-persatu sahabat lelakinya. Lalu dia melihat kearah Laras yang daritadi sedang bersedih. Sepertinya ada yang aneh dengannya hari ini. Tak biasanya Laras bersikap seperti itu.
"Laras... Kenapa?" tanya Zahra.
Laras tersenyum, "Ngga ada apa-apa, kok!" kata Laras tersenyum lembut.
Mungkin Zahra memang nakal. Tapi dia sangat mengerti perbedaan antara kesedihan dan kebahagiaan. Karena sekarang, Laras memang tersenyum. Tapi senyuman palsu, a fake smile. Dia sedih! Dan dia tidak bisa membohongi Zahra. Karena zahra asalah orang yang sangat berpengalaman tentang rasa sedih.
"Serius, nih! Kamu ngga papa?" tanya Zahra lagi
Laras menggeleng cepat. Kemudian ia menarik tangan Mbak Lala. "Ayo kita pergi Mbak!" seru Laras.
Mbak Lala mengangguk. "Zahra! Kami pergi dulu, ya!" katanya sambil melambai. Lalu mereka pergi hingga tak terlihat lagi.
"Hati-hati dengan temanmu yang bernama Mbak Lala itu," kata Rizki tiba-tiba. Diikuti dengan anggukan Ikhwan.
"Kenapa?" tanyaku.
"Dia sangat licik!" kata Ikhwan menambahkan.
Zahra terdiam. Apa ini, awal dari arti mimpiku tadi, malam? Tanya Zahra didalam hati. Kini ada sedikit rasa ketakutan yang muncul didalam benaknya. Ketakutan akan kejadian 8 tahun yang lalu terulang kembali.
***
Hari ini aku berangkat mengaji dengan seragam biru kotak-kotak. Tempat ngaji kami memang identik dengan kotak-kotak. Kuambil tas "FISHING" ku dan segera berangkat.
Hari ini, orangtua ku tidak ada dirumah. Aku hanya sendiri, makanya tadi aku bisa bermain dengan Yoris and the geng. Sebetulnya walaupun ada orangtua ku tetap bisa, sih. Tapi waktunya dibatasi.
Perlahan Zahra menutup pintu rumahnya. Kini dia berjalan dengan santai, karena hatinya sedang tenang. Ketika sampai dimasjid, Zahra segera melepaskan sandal dan berjalan menuju kelas. Tapi dari kejauhan, ia melihat nisa sedang membeku. Zahra memutuskan untuk menghampiri Nisa.
"Hai, Nisa! Ngapain?" sapa Zahra. Nisa tetap diam.
"Lihat itu, kak!". Kata Nisa sambil menunjukkan sesuatu.
Zahra melihat arah yang ditunjuk Nisa. Tepat tidak jauh dari tempat kami berdiri, terlihat Faiza yang kelihatannya sedang marah dengan Mbak Lala disampingnya. Degh! Perasaan Zahra menjadi tidak enak. Faiza mengambil kalung yang ada dilehernya, dan ia buang ke tong sampah tepat didepannya. Lalu mereka pergi berjalan kearah kami. Mereka melewati kami tanpa ada tegur sapa.
Kulihat perlahan wajah Nisa. Ia sedang menahan tangis. Dia berjalan perlahan ke tong sampah tempat Faiza membuang kalungnya. Aku mengikutinya dari belakang. Kami sekarang tepat berada didepan tong sampah.
"Aku tak percaya..." kata Nisa yang berusaha menahan tangisnya.
Ia mengambil kalung berbentuk hati dengan ukiran bunga dandelion disalah satu sisi, dan ukiran bunga aster disisi lainnya. Tangannya yang kecil gemetaran memegang kalung itu. Sepertinya rasa sedih benar-benar menyelimuti hatinya saat ini.
"Kami membeli ini waktu kami ke Korea, ini tanda persahabatan kami." katanya sambil tersenyum. "Tapi dia dengan tega membuangnya, " Nisa sangat sedih dan pergi meninggalkanku begitu saja.
Aku turut sedih sekaligus heran melihat rusaknya persahabatan Nisa. Tunggu dulu?! Bunga dandelion dan aster? Rusaknya persahabatan? Sepertinya Zahra pernah mendengar seseorang berkata seperti itu. Tapi siapa? Ah sudahlah! Zahra memutuskan untuk segera pergi ke kelasnya. Dia benar-benar tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Susana disini benar-benar kacau! Aku tak pernah menyangka ini akan terjadi. Laras yang biasanya duduk dengan anggi sekarang duduk dengan Mbak Lala, dan anggi sendirian. Nisa yang biasanya duduk dengan Faiza sekarang duduk dengan Citra. Begitupun sebaliknya. Nahwa yang biasanya duduk dengan Citra, sekarang duduk dengan Faiza.
"Kakak kok ngga duduk sama kak Faiza?" tanya Nabila.
"Ngga ada. Cuma lagi ada masalah saja." kata Nisa sedikit sedih.
Aku menyuruh Nabila untuk tidak mengganggu Nisa untuk saat ini. Tapi ada yang aneh. Nisa memakai bros aster dan Citra memakai bros melati. Aku kaget. Aku berlari ketempat Nahwa dan Faiza.
"Ada apa, kak?" tanya Nahwa.
Hal yang sama terjadi pada Faiza dan Nahwa. Mereka juga memakai bros bunga. Faiza bros dandelion sedangkan Nahwa bros bunga matahari. Aster, melati, dandelion, dan matahari. Sepertinya ia pernah mendengar hal ini sebelumnya.
"Dari mana kalian mendapat bros itu?" Tanyaku pada mereka berdua.
"Oh, bros bunga ini diberikan oleh Mbak Lala. Kenapa, kak?". Kata Faiza berbalik bertanya.
Aku langsung tersadar. Jadi ini yang dimaksud dengan merusak persahabatan bunga. Tangan Zahra terkepal keras. Ia ingin menanyakan apa maksud semua ini pada Mbak Lala. Dengan penuh kebencian, Ia berjalan kearah Mbak Lala. Orang yang ia cari tepat berada disana. Membaca buku dengan santainya.
"Lala! Temui aku nanti dikelas belakang" kata Zahra kesal.
Semua orang yang melihat hal itu menatap mereka berdua dengan heran. Mbak Lala tersenyum melihat Zahra. Mbak Lala menutup bukunya dan menyimpannya di dalam tasnya. Kemudian ia berdiri dan menatap Zahra. Lalu Mbak Lala tertawa keras. Ia memang mengerikan!
"Aku tau kau akan bilang begitu" ucap Mbak Lala.
Mereka berdua bertatapan lama... Sekali. Entah apa yang ada dipikiran mereka masing-masing. Tidak ada satupun orang yang bisa menebaknya. Lala dengan kelicikannya dan Zahra dengan kecerdasannya. Mereka berdua mempunyai keistimewaan tersendiri yang tidak dimiliki orang lain. Takkan ada yang bisa menyamai mereka.
***
Zahra berjalan kekelas belakang sambil mengatur amarahnya. Ia hanya ingin mengetahui kenapa Lala berbuat seperti itu. Dihadapannya kini terdapat kelas yang ia bilang. Dengan perlahan ia memasuki kelas itu.
"Ngga ada orang?" ucap Zahra heran.
"Apa kau mencariku?" kata seseorang tiba-tiba.
Zahra kaget dan ia segera berbalik. Dihadapannya kini terdapat seorang gadis yang kini tak lagi cantik untuk Zahra. Tapi ia tak terkejut sama sekali. Karena memang seperti inilah seseorang harus menilainya. Harusnya bukan Lala yang cantik. Tapi Lala yang beracun.
"Kau manis sekali jika sedang marah," kata Lala sambil tersenyum.
Zahra mengangguk, "Ya! Aku sedang mencarimu. Aku hanya ingin kau bicara, mengapa kau melakukan semua ini?" tanya Zahra dengan sabar.
Lala tertegun. Lalu ia tersenyum kembali, "Apa maksudmu sayang? Aku tak mengerti?" Lala berbohong.
Lala menjulurkan tangannya, ia hendak mengelus kepala Zahra. Tapi Zahra menepis tangan Lala dengan kasar. Lala segera menarik tangannya kembali. Mainanku yang manis, tapi sesuatu yang manis harus segera dihancurkan! Ucap Lala dalam hati. Zahra terus menatapnya dengan mata kecilnya yang tajam.
"Jangan pura-pura menjaga image. Aku takkan bisa kau bohongi." tegas Zahra.
"Okay! Kau mau cerita yang sesungguhnya. Ya! Aku punya dua cerita untukmu!"
Zahra kaget "Apa maksudmu dengan, dua?"
Lala tertawa terbahak-bahak. Tawanya yang keras memenuhi ruangan. Bukan! Ia bukan lagi sosok kakak yang manis. Tapi ia adalah monster yang sangat menakutkan dengan permainan menghancurkan orang yang begitu menjijikkan. Setelah tertawa ia menatapku. Seolah-olah aku adalah orang bodoh yang terjebak dalam permainannya.
"Jangan tertawa! Aku memintamu men-"
Belum habis aku berbicara Lala segera menutup mulutku dengan jari telunjuknya. Grrr... Aku benar-benar sudah jijik dengan permainannya ini. Dia terus-terusan membuatku jengkel. Seakan-akan aku memanglah mainan kecil baginya yang harus segera dirusak.
"Kalau kau diam aku akan menceritakan segalanya!" pintanya.
Diapun mengangkat jari telunjuknya dengan senyuman manisnya yang takkan lagi menipuku. Dengan sedikit waspada akupun menyutujui permintaannya. Entah apa yang ia pikirkan di otaknya sekarang, yang pasti itu akan memuakkanku. Walaupun begitu aku masih berharap ia menceritakan segalanya padaku.
"Dulu," katanya memulai cerita. "Ada seorang gadis kecil yang selalu bermain dengan adik lelakiku. Mereka begitu gembira. Suatu hari, mereka pergi mencari bunga di tempat yang sangat terjal!" Lala berhenti bercerita. Ia melihat Zahra yang sedang mengepalkan tangan penuh amarah.
Ia tersenyum lalu melanjutkan ceritanya, "Anak perempuan kecil, meminta anak lelaki mengambilkan bunga untuknya. Anak perempuan itu terjatuh tapi sempat ditolong oleh anak lelaki. Aku berjalan didekat sana. Adikku meminta tolong padaku. Akupun menemuinya. Tapi bukan untuk menolongnya. Melainkan untuk menginjak kakinya dan menjatuhkannya. Anak perempuan itu mengalami luka ringan. Sedangkan anak lelaki itu mengalami luka berat dikaki yang membuatnya harus melakukan terapi diluar negeri. Dan akhirnya mereka berpisah, untuk selamanya."
Zahra menggertakkan kakinya, "Dasar kau! Jadi selama ini kau yang melakukannya!"
Lala mengambil tebu dan memotongnya. Lalu tebu itu ia taruh di mulutnya seakan tebu itu rokok. Kemudian ia menyenderkan tubuhnya di dinding yang ada di belakangnya. Ia menikmati Zahra yang terus menatapnya dengan tatapan penuh amarah. Jika saja ia tahu hal ini, ia dan Rafli pasti masih tetap bersama.
Rafli! Gara-gara dia kau pergi dari hadapanku! Gara-gara dia! Tanpa sadar, dengan gerakan secepat kilat Zahra memukul dinding yang berada dibelakang Lala hingga retak. Lala sempat kaget. Tapi kemudian ia kembali seperti biasa.
"Masih ada satu lagi," ucap Lala sambil membuang tebunya.
Mata Zahra terbelalak. Setelah apa yang ia lakukan dan katakan tadi masih ada satu hal permainannya yang menjijikkan itu. Ia benar-benar orang yang senang berdiri di atasa penderitaan orang. Orang seperti itulah yang sangat kubenci.
"Teman-teman kecilmu yang bodoh itu sepertinya sangat percaya dengan semua ucapanku. Sedikit demi sedikit aku akan merusak persahabatan kalian dan akan menjadikannya kenangan manis semata," ucapnya sambil tersenyum
"Aku tahu itu. Aku takkan pernah membiarkanmu, merusak persahabatanku lagi!" ucap Zahra teguh menatap Lala penuh amarah
Lala tertawa terbahak-bahak, "Apa yang bisa kau lakukan Zahra?" tanya Lala meremehkan, Lala mendorong tubuh Zahra.
Lala berjalan menuju pintu sambil berkacak pinggang. Mata Zahra menyipit, memfokuskan dirinya pada setiap detail pergerakan Lala. Kini Zahra bukanlah gadis kecil seperti dulu. Sekarang ia jauh lebih kuat. Ia siap berhadapan dengan Lala dan menghancurkan semua permainan rendahannya.
"Kau itu hanya gadis kecil lugu. Bagaimana caramu meyakinkan mereka agar berteman kembali? Ingatlah Zahra! Ingat! Yang orang tahu tentang dirimu hanyalah Zahra si pembuat masalah. Menyerahlah Zahra. Kau tidak akan bisa berbuat apa-apa."
Zahra tertegun. Perlahan ia menarik tangannya yang tadi ia gunakan untuk memukul dinding, lalu ia menaruh tangan itu di dadanya. Benar yang dikatakan Lala. Aku hanyalah si pembuat masalah. Ngga lebih! Apa yang bisa ku lakukan? Rasa sakit di hati Zahra semakin lama semakin dalam. Tapi...
"Ada! Pasti ada! Aku ngga akan menyerah! Aku akan melakukan apapun untuk temanku!" tegas Zahra.
Lala tersenyum licik, "Aku suka dengan keyakinan penuhmu. Aku ingin tau apa yang bisa kau lakukan. Tapi dari awal saja kita tau siapa yang akan menang. Si licik yang pintar, atau Zahra si pembuat masalah!" katanya lalu pergi begitu saja.
Zahra terdiam. Tangannya bergetar. Ia tak ingin sahabatnya pergi. Ia harus lakukan, apapun! Untuk memperbaiki hubungan sahabatnya. Tapi bagaimana? Menyatukan kembali guci indah yang telah pecah belah!
***
Langit biru gelap bertabur bintang, adalah ilustrasi dari langit malam ini. Indah, memang. Tapi tak seindah suasana hati Zahra. Sekarang Zahra sedang belajar dimeja belajarnya tepat didepan jendela. Zahra slalu belajar apabila hatinya sedang kacau. Seperti sekarang.
"Zahra! Ada yang ingin datang menemui mu!" teriak Ibu dari bawah.
Zahra segera turun. Ia ingin bertanya pada ibu tapi ibu sudah memberikan jawabannya dengan menunjuk pintu.
"Siapa, ya?" tanyaku sambil membuka pintu.
Aku kaget! Ternyata didepanku ada Ramzi. Ia berdiri sambil membawa surat. "Ada apa, Ram?" tanyaku padanya.
Dia menyodorkan surat itu untukku. "Ini surat khusus untukmu. Didalamnya juga ada nomor telponnya jika kau ingin menghubunginya. Aku bahkan tak menyangka itu surat darinya".
Aku bingung. "Memangnya ini dari siapa?"
Ramzi menggenggam tanganku. "Seseorang dari masa lampau delapan tahun yang lalu." katanya serius.
Mataku membulat tak percaya. Tanpa sadar aku langsung memeluk Ramzi. "Terima kasih!" bisikku ditelinganya.
Aku melepaskan pelukanku. Setelah itu Ramzi langsung pulang. Tanpa basa-basi, aku langsung pergi kekamar ku. Aku segera membuka suratnya.
Hai Michaella!Bagaimana kabarmu? Ku harap kau baik-baik saja. Oh, ya! Kakiku sudah sembuh. Makanya, jangan nangis lagi. Karena... Aku merindukan senyuman manismu, dan aku tak ingin senyum itu hilang. Sebentar lagi aku akan kesana. Jadi, tunggulah aku. Apa kamu sudah punya teman? Kalau sudah jangan lepaskan mereka. Karena harta karun terindah adalah persahabatan. Aku sedih dan sempat berpikir aku tak bisa menemuimu lagi. Tapi aku percaya, dimanapun kita, perasaan ini akan selalu ada untukmu.
Sudah dulu, ya! Aku akan mengirimimu surat lagi.
Rafli
0822-857-25612
Perlahan Aku menitikkan air mata. Perasaan hangat mengalir di hatiku, entah mengapa aku menangis. Rafli, pangeran bunga mawarku... Kukira dia takkan pernah menemuiku lagi, ternyata ia masih merindukanku. Aku mengambil hpku dan menyimpan nomornya.
Aku membaca lagi beberapa baris terakhir surat itu. Ini surat yang singkat. Tapi sangat mendalam bagiku. Aku merasa tenang karena membaca surat ini. "Apa kamu sudah punya teman? Kalau sudah jangan lepaskan mereka. Karena harta karun terindah adalah sahabat." aku membaca surat itu dengan penuh penghayatan.
Aku tersenyum sendiri lalu menggelengkan kepalaku. Rafli, Apa dia tau aku sedang susah? Tanyaku didalam hati. Aku melihat kembali surat itu dan tersenyum lagi.
"Jangan lepaskan mereka... Kau memang teman yang paling mengerti tentang diriku," Zahra terdiam sebentar, Dia melipat surat itu.
"Ya! Takkan pernah kulepaskan mereka. Aku akan menyatukan kembali, walau kemungkinannya kecil!" tekad Zahra.
Berkat surat dari seseorang yang delapan tahun lalu, ia yakin! Bahwa ia bisa menyatukan sahabatnya. Karena harta karun terindah adalah sahabat. Zahra segera tidur dan menyelimuti dirinya dengan selimut. Ia berharap besok akan ada cahaya lembut yang menyapanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/119270632-288-k825110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DM 10 [COMPLETED]
SpiritualKenalkan, namaku Michaella zahra ammelia. Panggil saja aku zahra. Aku sangat pintar dalam mata pelajaran maupun olahraga. Tapi aku benar-benar bodoh dalam mengaji! Aku terkenal sebagai pembuat masalah di tempatku mengaji, Daarul Maghfirah yang disin...