.
Sakura memandang langit yang nampak mendung, kemudian ia beralih pada pantulan wajahnya yang nampak di permukaan air. Kimono lusuh yang dipakainya tidak membuat sosoknya buruk rupa, malahan ia nampak cantik seperti biasanya."Aku rindu dengan Ino dan semuanya." Bisiknya parau. Klorofilnya nampak berkaca-kaca. "Pasti drama di tv sudah banyak yang lewat... haaah... padahal tinggal lima episode lagi dan aku bisa tahu akhirnya." Keluhnya lagi.
"Aku rindu masakan ibu..." matanya kembali berkaca-kaca dan ia sedikit mencebik ingin menangis. "Kalau aku terus di sini... bagaimana sekolahku nanti? Padahal aku sangat senang bisa masuk ke sekolah elite Konoha."
Gadis berrambut merah muda itu sejak tadi nampak mengerutu. Itu bukan hal yang mengherankan karena ia sudah terjebak di tempat ini selama empat hari. Sakura berpikir ia hanya tersesat di hutan sekitar penginapan keluarganya, tapi ia salah... ia tidak hanya tersesat namun juga terjebak di masa lalu. Sakura langsung mendapatkan gambaran itu setelah ia mencari-cari letak penginapan di atas kaki bukit, dan berputar-putar di sekitar desa terdekat dan ia hanya menemukan bangunan-bangunan tua khas gubuk dengan bahan jerami dan tanah liat alih-alih bangunan beton yang biasa ia jumpai di Tokyo dan jalan menuju penginapan Uchiwano.
Setelah mencoba bertanya pada seorang kepala desa, ia mendengar bahwa era ini adalah zaman sengoku. Dimasa keshogunan klan Oda. Sakura langsung pucat pasi ketika mendengarnya, apalagi setelah ia membuat perhitungan menurut era-era sejarah yang telah ia pelajari di sekolah.
Sakura kembali melamun saat tiba-tiba seorang perempuan memanggilnya.
"Sakura-sama?" Suara perempuan itu terdengar cemas. Sakura hanya mendengus kecil dan beralih pada asal suara itu.
"Aku di sini, Matsuri-san!" Pekik Sakura. Ia melangkah malas menuju sosok gadis muda yang nampaknya hanya lebih tua dua tahun darinya itu. Wajah Matsuri terlihat lega saat menemukan Sakura.
"Aku mencarimu dari tadi... kemana saja anda pergi? Tetua sangat khawatir anda tersesat." Ucap Matsuri sopan seraya menggandeng tangan Sakura lembut. Sakura mengabaikannya.
"Aku hanya jalan-jalan di sekitar sini..." sahutnya malas.
Langkah keduanya mulai keluar dari wilayah hutan dan Sakura melihat rumah-rumah penduduk yang mulai ramai. Beberapa penduduk membungkuk penuh hormat yang dibalas Sakura dengan senyuman kikuk. Namun akhirnya gadis itu kembali ke rumah tetua desa atau kepala desa itu.
Sakura sangat dihormati di desa kecil itu, Sakura tak tahu kenapa tapi mereka terkesan dengan kemampuan Sakura dalam baca tulis dan fisiknya yang lebih mencolok daripada orang-orang Jepang kebanyakan di masa itu. Apalagi rambut serta warna matanya yang berbeda dengan kebanyakan penduduk yang ada di sana.
Kakek tua yang ia temui di danau waktu itu memberitahukan kepada kepala desa bahwa Sakura berasal dari langit. Dan dengan mudahnya mereka percaya bahwa Sakura benar-benar berasal dari khayangan atau apalah itu.
Sakura sudah tak bisa mengelak, lagipula walau dia bilang ia berasal dari masa depan orang-orang desa itu pasti tidak akan percaya. Tapi ia akhirnya hanya menurut saat mereka memperlakukannya seperti putri dari klan terpandang. Walau terkadang ia menegur bahwa mereka tidak perlu memperlakukannya terlalu istimewa apalagi sampai berdoa dan meminta berkah kepadanya.
Dia bukan dewi atau apalah itu sehingga pantas menerima persembahan dam doa dari orang-orang.
"Ada yang bisa kubantu, Matsuri?" Tanya Sakura santai saat melihat Matsuri tengah mengambil kayu bakar untuk memasak di atas perapian.
"um, tidak usah Sakura-sama..." tolak Matsuri sungkan. "Saya bisa mengerjakannya sendirian, lagipula tangan anda bisa kasar kalau memegang pekerjaan seperti ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Spring Goddess and Two Warrior (IN REPAIR)
FanfictionPada zaman dahulu, ada sebuah kisah dimana seorang dewi yang jatuh dari langit bertemu dengan seorang penguasa wilayah dari klan Oda. Dikatakan, keberhasilan penguasa Oda dalam tiap peperangan karena adanya seorang dewi keberuntungan yang menjadi se...