Perjalanan mereka berlalu dengan lambat, Sakura sesekali hanya bisa menatap jalanan yang mulai terasa asing, karena ia tak pernah pergi jauh dari istana kecuali ketika Indra membawanya pindah dari satu istana ke istana lainnya atau ketika panggilan kuil memintanya memberikan berkat.
"Sho?" Panggil Sakura, "kita akan menuju kemana?"
"Dari kemarin kau cerewet sekali ya untuk mengetahui kemana tujuan kita?" Celetuk Sho.
Sakura mengembungkan pipinya kesal, Sho bukan pria yang mudah untuk dibujuk dan dikelabui rupanya.
"Tentu saja." Jawab Sakura, "aku hanya penasaran,"
"Hai, tenang saja perjalanan kita tidak lama Hime-chan, kau hanya perlu bersabar selama beberapa jam." Ucap Sho santai.
Sakura menghela nafas kecil, "aku hanya jenuh." Selorohnya.
Beberapa pria asing yang berada di rombongan itu tertawa kecil, dalam waktu yang singkat sepertinya Sakura sudah berbaur dengan mudah dengan mereka semua, namun tetap saja mereka bukan orang bodoh yang bisa Sakura kelabuhi dengan mudah walau sepertinya atmosfir diantara mereka sudah mulai melunak.
"Jalanan di sekitar sini sudah mulai terjal, apakah kita harus mengambil jalan memutar?" Tanya salah satu penculik yang ada di rombongan itu, nama pemuda itu kalau tidak salah Shi ketika Sakura mendengarnya saat beberapa pemuda tengah mengobrol di perjalanan mereka.
Sakura memperhatikan pemandangan jalan di luar kereta, memang benar jalanan datar sudah mulai berakhir dan digantikan kontur tanah yang menurun dan terjal. Sepertinya kereta kuda bukan pilihan bagus untuk turun ke bawah.
"Kalau memutar hanya membuang waktu, bukannya sebaiknya kita jalan kaki?" Sela Sakura tiba-tiba. Shi melirik gadis itu seraya melemparkan seringai remeh.
"Memangnya kau tidak keberatan untuk jalan kaki, Hime-chan? Kasihan kaki mungilmu jika sampai kelelahan karena jalanan yang terjal."
Sakura menatapnya malas, "kenapa kalian selalu menganggapku Putri penyakitan yang akan mati jika berjalan barang dua tiga meter, sih?!"
Shi tertawa terbahak, Sakura berusaha membuka pintu kereta karena tidak dikunci sejak gadis itu masuk begitu saja dengan sukarela. Setelah pintu terbuka ia melompat kecil dan merenggangkan ototnya, dengan santai Sakura mendekati Shi dan beberapa rekannya yang lain.
"Oke, jadi kita jalan kaki kan?" Pintanya. Para pria itu saling berpandangan, sepertinya sekali lagi mereka merasa takjub dengan sikap Sakura.
"Baiklah, tapi jika kau sampai pingsan aku tidak mau menggendongmu." Ucap Shi memperingatkan, Sakura menarik sudut bibirnya.
"Oke!"
.
Sakura berusaha menahan gravitasi bumi yang seolah menariknya untuk meluncur bebas, jalan terjal yang ia kira tidak curam itu ternyata memiliki sudut kemiringan yang mengerikan. Pantas saja Shi terlihat sangat keberatan saat Sakura bersikeras untuk turut berjalan kaki.
"Lihat-lihat si Hime-chan yang sepertinya mulai menyesal," bisik Uta. Pria lain yang sejak tadi memperhatikan Sakura selain Sho dan Shi. Sakura mengembungkan pipinya seraya melempar tatapan sengit yang disambut gelak tawa diantara para pria itu.
Ah sang Dewi yang terlihat seperti anak kucing ketika marah, bukannya mengerikan malah terlihat lucu.
"Berhenti berperilaku seperti anak kucing, Hime-chan, aku tak mau berubah pikiran dan nantinya malah membawamu pulang." Goda Atsu yang dibalas pukulan main-main Sho di kepala rekannya itu.
"Kau mau kepala kita melayang ditangan Akechi hm?"
"Oh ayolah, aku hanya bercanda." Sergah Atsu.
Shi mendengus, namun ia memperhatikan kaki Sakura yang walau terlihat pelan namun cukup kokoh untuk bertahan di medan terjal seperti ini, gadis yang ia kira takkan bisa berjalan barang satu kilometer itu ternyata cukup tangguh.
"Apakah kau pernah naik gunung, Hime?" Tanya Shi tiba-tiba.
Sakura menatap Shi, Indra memang beberapa kali membawanya keluar dan Sasuke juga mengajaknya berjalan dan berkuda untuk merilekskan pikiran beberapa kali. Namun tentu saja ia tak bisa membocorkan informasi itu begitu saja, seolah memberitahukan bahwa sang pemimpin Oda terkadang keluar sendirian tanpa pengawalan, atau bagaimana mudahnya sang Dewi keluar dari istana menandakan bahwa penjagaan Istana tidak terlalu ketat.
"Ya, sebelum bertemu Nobunaga-sama, aku beberapa kali naik-turun gunung ketika berkunjung ke bumi." Jawab Sakura sedikit berlebihan. "Karena itu aku tidak asing dengan berjalan seperti ini."
"Wah-wah siapa yang mengira, jadi Dewi Khayangan yang dibawah Nobunaga ke istananya bukan isapan jempol belaka, nah Dewi, apakah kau bisa melakukan sihir?"
Sakura mengeleng, "sihirku lenyap ketika aku tersesat di bumi." Akunya seraya berkilah. "Karena itu aku tidak ada bedanya dengan manusia biasa."
"Oh, sayang sekali, jika saja kau bisa sihir maka mungkin kau bisa mengubah dedaunan itu menjadi makanan yang lezat."
"Apakah kalian tidak pernah makan layak?" Tanya Sakura heran, Sho mendengus.
"Kami hanya makan enak ketika mendapatkan bayaran, tapi apa yang bisa diharapkan dari bandit bayaran, kami hanya menerima makanan ala kadarnya."
"Sebagian sih habis untuk berjudi dan menyewa perempuan penghibur," kekeh Shi. "Kalau Hime bukan kesayangan Nobunaga, kau pasti-" Shi tersenyum mesum seraya menatap pakaian Sakura dan mengusap-usap dangunya.
"Kalau kau berani melecehkanku maka aku akam memotong burung yang kau banggakan itu." Ucap Sakura dengan tatapan datar dan tenang, entah darimana ditangannya ia memegang belati tajam yang mungkin ia ambil dari salah satu kuda para bandit itu.
Para lelaki itu membelalak dan heboh karena Sakura tiba-tiba memegang pisau yang entah ia dapatkan darimana.
Shi langsung pucat basi ketika Sho membentuk posisi waspada, Sakura mengangkat alisnya seraya tertawa geli.
"Ya ampun, kau benar-benar menganggap ucapanku serius?!" Kekehnya, "aku tak bercanda, tapi aku juga tak mau repot-repot melakukannya." Ucapnya seraya mengibas-ibaskan tangannya membentuk gestur seperti mengusir ayam.
Sakura masih tertawa-tawa seraya melangkah turun, Sho melemparkan pandangan tak menyangka kepada rekannya yang dibalas gendikan bahu yang lainnya. Gadis itu benar-benar mempermainkan mereka.
Malam mulai turun saat mereka sampai di bawah, Sakura membantu menyalakan api unggun, tangannya yang mungil memotong lobak dan umbi-umbian untuk dimasak. Atsu memperhatikan gadis itu dan terlihat senang saat Sakura memberikan mangkok agar ia makan. Suasana malam itu berlalu begitu saja ketika semua sudah beristirahat, Sakura kembali ke dalam kereta kuda agar ia bisa nyaman diantara para bandit yang menculiknya itu.
Dalam hati ia berpikir apakah Sasuke akan mengejarnya, atau ia kembali ke istana untuk mencari bantuan? Ia khawatir jika Indra menghukumnya karena kelalaian Sasuke sang Dewi akhirnya diculik dan sekarang tengah menuju tempat asing yang ia tak tahu.
'Semoga Sasuke baik-baik saja.' doa Sakura dalam hati, Sakura masih belum terjaga ketika jejak malam mulai menuju subuh, samar-samar ia bisa mendengar pembicaraan para pria yang menculiknya.
Mereka membicarakan tentang Akechi dan istana di ujung lembah yang akan menjadi tujuan mereka.
.
.
Bersambung
Maaf chapter yang pendek, untuk sekarang segini dulu (╥﹏╥) chapter selanjutnya masih proses pengerjaan dan diusahakan lebih panjang seperti chapter-chapter yg sebelumnya
KAMU SEDANG MEMBACA
Tale of Spring Goddess and Two Warrior (IN REPAIR)
FanfictionPada zaman dahulu, ada sebuah kisah dimana seorang dewi yang jatuh dari langit bertemu dengan seorang penguasa wilayah dari klan Oda. Dikatakan, keberhasilan penguasa Oda dalam tiap peperangan karena adanya seorang dewi keberuntungan yang menjadi se...