—Park Ji-min—
Aku baru menyadari kehadiran Camillia di sampingku ketika Ha-rin mulai berpura batuk-batuk. Melihat tatapan Ha-rin dan Chae-gyung, tentunya mereka tidak menyukai kehadiran Lia disini. Tatapan matanya penuh kekhawatiran, dan tubuhnya tidak terlihat bergairah.
Aku ingin sekali berbicara dengannya, namun dengan gangguan gadis-gadis ini, itu sepertinya tidak mungkin. Jika aku hanya berbicara dengannya, Chae-gyung terutama pasti mencari cara mencelakainya. Lee Chae-gyung dan Kim Ha-rin merupakan cucu pemilik Lotus Casino di Los Angeles. Entah kenapa mereka tadi pagi bisa muncul di depan pintu dorm kami dan menyeretku sepanjang pagi hingga ke acara barbeque Soo-jung.
Aku akui, Lia memang cantik dan baik, tetapi aku tidak berani menyerahkan title 'bachelor'ku secepat itu. Paling tidak, dalam beberapa tahun aku masih ingin bermain-main. Namun, aku juga tidak rela melihatnya dengan pria lain. Aku memang cukup egois, dan jika aku tidak egois namaku bukan Park Ji-min.
"Oppa, ayo kita cepat ke area kolam," ujar Ha-rin yang daritadi tidak berhenti berbicara hingga telingaku rasanya perih sekali mendengarkan celotehan bisingnya. Chae-gyung disatu sisi juga tidak mau melepas tanganku dan terus memeluknya bagaikan semacam boneka. Aku bahkan tidak sempat memeriksa kondisi Lia yang daritadi terus membantuku mengatasi rintangan yang diperlambat oleh gadis-gadis menyebalkan ini.
Untungnya kolam ini merupakan arena utamanya sebelum game paintball dimulai. Ha-rin dan Chae-gyung tiba-tiba berbisik di depanku dan berjalan meninggalkanku untuk melakukan sesuatu yang tidak kutanggapi tadi. Aku menoleh kesana kemari untuk mencari Lia, namun ia sepertinya tidak ada.
"Hyung, mana Lia-ssi?" tanya Jung-kook yang tiba-tiba menghampiriku setelah menyadari kehadiranku yang sedari tadi berjalan kesana kemari seperti setrikaan. Aku hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan gelengan kepala singkat dan wajah panik. Kakiku terus berlari diluar kendali dan aku mencoba berlari ke area gua tadi. Bodohnya, aku meninggalkan senterku dan terpaksa mencoba mencari Lia di dalam kegelapan yang menyelimuti gua itu.
"Camillia! Lia! Dimana kau!" aku mencoba untuk terus berteriak dengan panik, mencari keberadaannya yang daritadi gagal kutemukan. Aku merasakan goyangan dari sebuah benda kecil, dan menunduk untuk mengangkatnya.
"Sebuah senter?" gumamku penasaran sambil menyalakan switch-nya. Alangkah terkejutnya diriku ketika melihat jembatan yang tadinya kulewati terbelah menjadi dua. Kakiku tanpa peringatan langsung berlari melihat ke ujung jurang. Keringat dingin mulai mengucur dari dahiku, ia tidak bisa ditemukan.
"Lia?" ku teriakkan itu sekeras mungkin, hingga sebuah sosok dibawah mengangkat kepalanya,
"Yes?" balasnya kembali.
Aku mengambil nafas lega, untungnya aku berhasil menemukannya. Tanpa berpikir panjang, aku menggapai tali apapun disampingku dan mengaitkannya pada sebuah batu. Perlahan-lahan aku turun kebawah, ke dasar jurang yang cukup dalam itu.
Perlahan-lahan aku mencoba mengangkatnya dan mengarahkannya untuk menaiki tali itu kembali keatas. Tanpa banyak bicara, ia mengikutiku dan sampai diatas dengan aman. Namun, tubuhnya tidak bisa dibilang aman, lutut, tangan, hingga wajahnya semuanya tergores luka sana sini. Meskipun ia mencoba menahan rasa sakitnya, desis perihnya cukup terdengar di telingaku ketika ia mencoba berdiri kembali untuk berjalan ke kolam.
Aku mencoba menawarkan punggungku untuk memberikannya gendongan, namun ia menolaknya terang-terangan.
"Lia ssi, kaki dan tanganmu semuanya terluka, kau tidak mungkin bisa mengikuti permainannya dengan kondisi begitu,"
"Pergilah. Terima kasih atas bantuanmu, aku bisa berjalan sendiri," ujarnya kembali dingin dengan nada yang cukup kentara menunjukan kekesalannya terhadapku. Ia terus berjalan perlahan-lahan dan mendesis untuk menahan rasa sakitnya.
Aku mengikutinya perlahan-lahan juga dari belakang untuk memastikan keamanannya. Meskipun ia terluka, sepertinya harga dirinya cukup tinggi untuk memaksakan bahwa ia bisa berjalan sendiri. Biasanya, gadis-gadis yang bermainan denganku, tergores sedikit saja atau bahkan dalam kondisi normal dengan senang hati menerimaku tawaranku untuk digendong.
Lia mencoba melewati rintangan di depannya perlahan-lahan, namun cara begini maupun begitu, ia terus gagal. Ia tidak bisa merangkak karena lututnya berdarah, dan tentu saja ia tidak bisa melompat karena tumpuan kakinya kurang. Ia mencoba menggunakan tangannya sebagai support tubuhnya untuk menaiki rintangan itu, tetapi pada akhirnya ia malah terjatuh.
Ia mendesah pasrah melihat rintangan itu, anehnya ia malah berjalan mundur ke belakangku dan mengambil nafas dalam-dalam. Tanpa peringatan ia berlari sekuat tenaga dan melompati rintangan itu dengan cepat. Mulutku langsung terjatuh seketika itu, Chae-gyung dan Ha-rin yang dalam kondisi normal saja masih butuh bantuanku untuk menaiki rintangan itu. Tetapi, Lia yang terluka parah berhasil menaikinya bahkan dengan luka-lukanya. Tentunya, ia cukup lelah setelah menggunakan energinya serta melakukan landing kasar karena terjatuh lagi.
Ini sudah saatnya aku membantunya. Dia sudah terlalu lelah, dan aku disini malah hanya berdiri melihatnya berjuang sendiri. Tanpa berpikir panjang aku langsung meraih tangannya dan mengalungkannya pada leherku. Aku mengangkat tubuhnya, dan sepertinya ia sudah tidak bisa melawan.
"Apakah kau tidak akan mengucapkan terima kasih?" bisikku padanya dengan suara lirih sambil berjalan perlahan-lahan kearah area kolam yang sudah ramai.
"Untuk apa, kau kan tidak melakukan apa-apa." jawabnya kembali dengan canggung.
"Aku bahkan bisa merasakan detak jantungmu yang gugup dari sini, dan kau masih mencoba membohongiku?"
Ia langsung terdiam dengan wajah memerah mendengar ucapanku. Belum pernah ku melihatnya memerah separah ini, ia begitu lucu. Aku tidak bisa menahan ketawaku lagi, aku terus tertawa geli hingga kita sampai di salah satu kursi dekat kolam.
Soo-jung segera menghampiriku dengan tatapan mata yang penuh kekhawatiran. Sama halnya dengan Soo-yeon yang langsung berlari mencari kotak P3K. Mereka membersihkan luka besar Lia dilutut dan sepanjang kaki tangannya menggunakan alkohol. Lebih hebatnya lagi, Lia bahkan tidak mengeluarkan desis sedikitpun ketika diberikan alkohol pada lukanya, bisa dibilang juga karena faktor pengalamannya sebagai bodyguard. Ia pasti cukup sering mengalami pengalaman terluka parah seperti ini.
Setelah selesai dirawat lukanya, aku langsung menggendongnya dan meletakkannya pada kasur ruang tamu penthouse Soo-jung. Bahkan tanpa kusadari, ia telah tertidur di pelukanku sebelum aku meletakkannya pada kasur. Ia terlihat lelah, namun masih sangat-sangat-sangat cantik.
Aku tidak akan bisa melupakkan wajahnya yang penuh determinasi ketika harus melewati rintangan yang membuatnya meloncat meskipun terluka. Ia adalah seorang gadis yang cukup unik, seseorang yang baru pertama kali kutemui selama dua puluh tiga tahun hidupku.
Camillia Peterson.
Ia adalah orang pertama yang selalu membuatku punya insting untuk melindunginya meskipun ia bisa melakukannya seorang diri. Yang membuatku lebih penasaran lagi adalah bahwa tidak ada orang yang pernah mengetahui masa lalunya secara total. Bahkan Soo-jung.
"Semua data masa lalunya tidak pernah ada, ia seseorang yang cukup misterius. Karena itu berhati-hatilah, kau bisa menjadi orang pertama dan terakhir yang mungkin berhasil memecahkannya."
Aku tidak akan pernah melupakan ucapan Soo-jung yang satu itu mengenai Lia. Aku menjadi lebih tertarik untuk memecahkannya, ia bagaikan sebuah puzzle yang cukup menarik dan sulit untuk dipecahkan.
—End of Chapter Nine : 퍼즐—
KAMU SEDANG MEMBACA
Bodyguard🌼pjm [3/7]
RomantizmCamillia Peterson Seorang boneka mafia yang bekerja dibawah Lee Corp. Soo-jung mengambilnya sebagai bawahannya untuk melindunginya karena Camillia merupakan seorang prajurit yang lebih tangguh darinya. Sejak kematian orang tuanya, ia sudah tidak mem...