Tarian yang Indah

77 6 0
                                    

Selanjutnya, kami pergi ke sebuah tempat yang agak jauh dari pantai tadi. Kali ini, acaranya adalah melihat tarian dan kesenian lainnya di XXXXX.

Aku senang tadi basah-basahan dengan Zura. Sekarang sudah kering, tapi tetap saja terasa.

Zura:(Minum)
Aelyana:Dari tadi kamu minum terus. Kenapa?.
Zura:(Minum)
Tiani:(Datang)Kamu lagi gugup, ya?!.
Zura:Tidak, kok. Aku hanya haus. (Minum)
Aelyana:Benarkah?.
Zura:Benar.
Tiani:Dari tadi dia melihat ke arahmu, loh, Zura.
Zura:(Memerah)
Aelyana:(Melihat)Benar, loh. Sampai sekarang masih.
Zura:(Memerah)Lyana, jangan begitu!. (Minum)
Tiani:(Tertawa)Zura, lucu.
Zura:Tiani juga. (Minum)
Aelyana:Hahaha...

Aku senang menjahili Zura bersama Tiani. Sepanjang jalan pipinya Zura merah. Zura terlihat malu sekali. Namun benar, orang yang melihati Zura masih saja terus melihat.

Riena:Kita sampai. Semuanya turun satu-satu, ya?!.
Aelyana:Kita seperti anak kecil saja.
Zura:Hehehe... (Menggenggam tangan Aelyana)Ayo kita turun!.
Aelyana:Um.

Tiba-tiba saja, Zura menarik tanganku dan mengajakku turun. Aku senang, sih. Tapi, ada apa, ya?!.

Drina:Jadi, nanti ada apa di sana, Arisa?.
Arisa:Ummm... Menurut bacaan di sini, akan ada tarian kolosal dan kesenian lainnya.
Drina:Ooo...
Arisa:Benar.
Drina:Nanti aku duduknya di sebelahmu, ya, Ris?!. (Memeluk lengan Arisa)
Arisa:Tentu saja, Drina.

Saat masuk, kami disambut oleh penari yang akan berpentas. Seperti pada umumnya, mulai dari perkenalan dan pembukaan. Lalu,...

Illyani:Lihat, Tiani!. Sudah dimulai.
Tiani:Ya.

Acaranya dimulai. Tariannya berceritakan tentang perjuangan, mungkin. Aku tidak begitu fokus menontonnya. Aku hanya melihat Zura yang fokus menontonnya.

Shina:Masih berapa lama lagi pertunjukannya?.
Niza:Sepertinya masih lama, Shin.

Zura:Nnn...
Aelyana:Kenapa, Zura?.
Zura:Aku mau ke kamar mandi. Antarkan, ya?!.
Aelyana:Ya. Ayo cepat!. (Menarik Zura pergi)
Riena:(Melihat)Kalian mau kemana?.
Aelyana:Kamar mandi. (Pergi)
Zura:(Pergi)
Riena:...

Aku dan Zura keluar dari arena pementasan menuju kamar mandi yang berada di luar. Zura kemudian masuk sementara aku menunggu di luar. Kali ini, apapun yang terjadi, aku tidak akan melakukan seperti yang di sekolah waktu itu. Bisa-bisa, Zura malah membenciku.

Drina:Selanjutnya apa, Ris?.
Arisa:Um... Coba kita lihat.

Cukup lama Zura berada di dalam. Sembari menunggu, aku bermain dengan game yang ada di ponselku. Gamenya yang ringan-ringan saja. Bisa saja Zura keluar tiba-tiba.

Saat aku berpikiran demikian, hal itu benar-benar terjadi. Zura menepuk pundakku dari belakang. Dia meloncat ke arah punggungku seolah ingin aku menggendongnya. Tidak sampai naik, dia kembali turun lalu menemuiku dari depan.

Zura:(Tersenyum)Hehehe... Kamu terkejut, ya?!.
Aelyana:Tidak, kok. Aku tidak terkejut. Tubuhku bergerak sendiri.
Zura:Unnn...???... Benarkah?.
Aelyana:Benar, kok.
Zura:Tapi, kamu jarang loh terkejut seperti itu. Aku berhasil mengejutkanmu.
Aelyana:Ya, ya. Kamu berhasil.
Zura:(Mengangkat tangan)Hore!!!...
Aelyana:...

Zura:Kelihatannya tadi kamu main game. Main apa?.
Aelyana:Tidak juga. (Memasukkan HP ke saku celana)
Zura:Benarkah?. (Mendekat)
Aelyana:Dari tadi kamu benarkah-benarkah terus.

Tunggu!. I, ini... Wajahnya sangat dekat. Rasanya diriku menjadi deg-degan.

Hampir tidak ada jarak antara aku dengannya. Seluruh wajahnya pun memerah. Tentu saja bukan karena dia sakit. Namun, ini...

Kalau di film-film dan cerita lainnya, ini... adegan berciuman, kan?. Tinggal selangkah lagi. Bukannya aku tidak mau, tapi apakah dia siap?. Dan juga, ini sangat menyulitkan karena tinggi badan kami yang tidak sama.

Tanpa kusadari, Zura sudah menggenggam tanganku, dengan mesra. Apa ini?. Apa aku berani mengambil langkah selanjutnya?.

Tiba-tiba, konsentrasi kami memudar saat kembang api berbunyi, lebih tepatnya petasan. Saat melihat ke langit, terlihat warna-warna indah yang muncul dan bergantian. Tidak semeriah tahun baru, tapi ini sangat berkesan, karena Zura berada di dekatku dan menggenggam tanganku saat ini.

Kembang api, salah, petasannya selesai. Aku dan Zura masih dalam posisi seperti ini. Tidak berubah. Kami masih menginginkan ini.

Barulah setelah beberapa orang mulai keluar, Zura melepaskan tanganku dan mulai menjauh. Wajahnya lebih merah dari sebelumnya. Kelihatannya dia sangat malu. Dia langsung menarikku cepat-cepat menuju ke bis. Aku hanya pasrah ditarik-tarik olehnya.

---

Drina:Arisa, apa kita juga akan...
Arisa:Aku tahu apa yang mau kamu katakan.
Drina:Jadi?.
Arisa:Tentu saja.
Drina:Yeay. (Memeluk Arisa)

An Interest To Be Your Girlfriend 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang