Dari tempat kami menginap, sampai tempat kami membeli oleh-oleh tadi, rasanya cukup jauh. Kira-kira cukup untuk beberapa lagu. Ini mungkin karena jalannya yang berputar-putar?. Yang jelas beda dari saat berangkat.
Zura dan aku masih asik mendengarkan lagu yang kami suka. Mungkin ada beberapa yang Zura tidak suka. Tapi, dia masih saja memasang earphoneku di telinganya. Itu berarti dia masih suka.
Langit sudah mulai menggelap. Waktu pun sudah mulai malam. Jalan-jalan juga sudah menyalakan lampu. Mungkinkah kita akan tidur di sini lagi?.
Kurasa tidak. Itu akan dilakukan saat pulang nanti. Petugas penyedia jasa terus saja menjelaskan keadaan sekitar. Tempat ini, tempat itu, semuanya.
Suaranya melebihi suara dari earphoneku. Tidak begitu jelas, samar-samar. Jadi, aku masih bisa menikmati musikku di tengah hari menjelang malam. Kebanyakan juga melakukan hal yang sama.
Setelah bosan melihat gunung dan pohon-pohon yang menjulang, akhirnya kami disuguhi pemandangan tepi pantai yang dapat terlihat dari jalan. Karena ini sudah gelap, pandangan terus ke pantai jadi tidak terlihat. Setidaknya suasana seram pegunungan jadi tidak ada lagi. Entah kenapa, kabel earphoneku goyang-goyang saat ini.
Rupanya Zura juga mau lihat. Agak mengganggu, sih. Namun, karena ini Zura, aku tidak apa-apa. Biasanya aku tidak suka kalau kabel earphoneku bergoyang-goyang.
Petugas penyedia jasa mengatakan kalau pantai itu akan kami kunjungi besok. Di sana ada banyak kerang dan pasir yang bersih, tidak ada sampah. Zura langsung menghadapkan badannya ke arah kaca di sampingku. Dia sangat ingin mendekatkan pandangannya ke sana.
Sambil menunjuk-nunjuk apa yang ada di luar kaca itu, dia bilang ada pantai di sampingku. Aku kan sudah melihatnya dari tadi. Tidak perlu diberitahu lagi, Zura. Namun, dia masih saja ingin mendekat ke kaca dan melihat pantai berkerang itu.
Saat dia mau mendekat, mungkin dia lupa atau tidak melihatku. Bibirnya langsung menempel lembut di pipiku. Menciumku. Mungkin itu kata yang tepat untuk menjelaskannya.
Aku tidak tahu apa dia sengaja atau tidak. Yang jelas, Zura sangat malu setelah menciumku. Dan tentu saja, pipinya sangat memerah dari sebelum-sebelumnya. Lalu, dia kembali duduk di sampingku dengan tenang.
Aku bingung harus merespon bagaimana. Aku sangat senang Zura melakukan itu padaku. Tapi, itu hanya bisa kupendam dalam hatiku. Rasanya aku ingin meledak karena senangnya.
Karena khawatir, aku melihat sekitar. Teman-teman tampaknya tidak menyadarinya. Petugas penyedia jasa juga masih berbicara di depan tanpa jeda. Jadi kuputuskan, aku menggandeng tangan Zura dengan erat dan lembut untuk berusaha menenangkannya.
Wajah paniknya kembali tersenyum, begitupun diriku. Tidak ada yang perlu dicemaskan karena tidak ada yang melihat. Zura kembali lagi seperti tadi. Sambil mendengar lagu, tangan kami saling menggandeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Interest To Be Your Girlfriend 1
DragosteArisa:Rin, kita akan muncul lagi dalam cerita. Drina:Ya. (Murung) Arisa:Kamu kenapa?. Drina:Kita hanya sebagai pemeran sampingan, bukan utama. Arisa:Tapi akhirnya, kita bisa bersama lagi, kan?. Drina:Ya, Ris. Setidaknya, itulah yang kuinginkan. Aku...