Puncak dari malam yang menyesakkan akhirnya datang. Kenyataan yang membuat kehidupanku sebentar lagi akan hancur harus aku telan bulat-bulat. Semuanya tak lagi bisa diperbaiki. Mama, Papa, semuanya tak peduli padaku yang sedang berkecamuk dengan batinnya sendiri.
Entah apa yang mereka pikirkan, apa susahnya mengikuti kata hati? Mereka masih ingin bersama kan? Itu pasti! Kenapa mereka hanya memperdulikan egonya saja? Padahal disini ada aku dan kakak yang seharusnya mereka urus. Satu hal yang tak pernah kubayangkan akan terjadi karena hal kecil saja.
Masa kecil yang seharusnya aku dapatkan dengan kasih sayang mereka, harus hancur saat ini juga. Masa kecil yang sepahit ini harus aku terima sendirian. Apa aku harus kuat atau menyerah saja pada keadaan?
Jika kalian pikir aku ini cengeng, bayangkanlah. Ini tak lagi semudah yang kalian pikirkan. Aku harus memikul beban yang tak seharusnya terjadi pada anak seusiaku. Bahkan tak hanya kehilangan salah satu dari mereka nantinya, aku pun harus merelakan saudaraku satu-satunya.
Isn't easy to me, menjadi anak Broken home.
"ARGH!!" teriak Nathan pukul dua dini hari. Nafas nya tersenggal-senggal seperti orang dikejar setan.
Mimpi buruk itu datang lagi.
Nathan buru-buru pergi ke kamar mandi. Membasuh muka dan mencoba untuk tenang tapi gagal. Kemudian ia pergi ke kasur, mencoba terlelap, tapi Nathan tetap saja gusar.
Nathan terjaga hingga pukul 4 pagi, ia tertidur waktu kantung matanya sudah sangat besar. Dirinya tak kuat, dan dia lupa kalau besok jam kedua ada ulangan Matematika. Mampus ini namanya, pikir dia.
Nathan hanya tidur kurang lebih satu jam, pukul lima ia sudah mandi, setengah jam kemudian ia menjemput Netha. Semoga Netha tak menyadari betapa jeleknya muka Nathan pagi itu.
Penjemputan berjalan mulus, Netha tidak menanyakan apapun perihal wajahnya yang kusut. Sampai akhirnya disekolah Nathan mencoba bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Tapi sejak pelajaran pertama Nathan sudah tidak bisa fokus, matanya berkali-kali lebih berat dari biasanya, dan pikirannya jauh melesat menjelajah masa lalu.
Sampai akhirnya jam berganti, masuk jam ulangan Matematika. Untung materi ujian sudah Nathan kuasai, ia santai mengerjakan cuman terkadang sulit fokus untuk menghitung karena ia ngantuk berat, tapi ia menyelesaikannya di saat yang tepat.
Jam istirahat sudah terdengar di seantero sekolah bertepatan dengan habisnya jam Matematika. Nathan berniat untuk tidur saja selama istirahat, dia tak lapar sama sekali. Tapi rencana indahnya rusak begitu saja saat Netha dan Alle datang.
"Gue perhatiin daritadi lo ngelamun mulu, mikirin apa sih?" tanya Netha.
Nathan menggeleng, "Nggak kok, lagi pusing aja nih ulangan Mate susah banget ya ternyata." Ia tertawa hambar.
Netha menyetujui penyataan Nathan tersebut, memang rada susah sih, pikirnya.
"Yaudah kantin yuk!" ajak Alle. Nathan baru saja ingin menolak, tapi Netha menatapnya penuh harap.
Nathan akhirnya mengangguk saja, ia masih bisa tidur di jam istirahat kedua. Ia berjalan gontai, tidak terlalu aktif mengikuti candaan Alle, hanya membalas singkat selebihnya diam. Netha diam-diam menyadari perubahan sikap Nathan, tapi ia lagi-lagi menyimpannya dalam hati.
"Makan apa, Neth?" tanya Alle saat mereka bertiga sudah tiba di bangku kantin.
"Gue katsu deh, sama nasi nya dikit aja." jawab Netha.
"Lo Nath?" tanya Alle.
"Samain." jawabnya singkat.
"Duileh, biasa makan nasi sebakul, sok sok dikit lo." ledek Alle. Nathan hanya tersenyum tipis.
Netha mengulum senyum saat Alle mulai pergi, ia merasa canggung saat Nathan lebih fokus pada ponsel. Netha ingin sekali menanyakan satu hal itu, tapi kenapa rasanya sulit sekali.
"Nath." ucapnya pelan dan sedikit bergetar.
Nathan memasukkan ponselnya ke dalam kantung celana dan menatap Netha tepat di iris, membuat Netha semakin kalut, "Hm?" jawabnya singkat.
"Ada yang bisa gue bantu ga?" tanya Netha.
"Buat?" jawab Nathan. Duh Nathan menjadi super duper menakutkan kalo udah seperti ini.
"Masalah lo, maybe." ucap Netha ragu.
"Gue gak punya masalah, kok." Nathan terkekeh.
"Biasanya yang pake kok itu gak dari hati-"
Nathan memotong ucapan Netha langsung, "Gue gak punya masalah." ucapnya tegas.
Netha langsung diam. Ia terpaksa menghentikan pertanyaan yang terus menghantui pikirannyan itu. Ini mungkin sudah menyangkut privacy Nathan, Netha tidak boleh menyentuhnya sampai Nathan memberi tahu sendiri. Toh masalah ini persis seperti dirinya waktu itu, yang egois menyimpan semua masalah sendiri padahal hati berkata tak mampu.
"Datang ke gue kalau lo mau cerita apapun soal masalah lo Nath, jangan sungkan. Sejauh ini gue bisa dipercaya." ucap Netha. Nathan tersenyum tipis, menertawakan dirinya dalam hati, semelankolis ini kah gue? pikirnya.
Suasana lengang sampai Alle datang dengan berbagai makanan di tangannya. Sepanjang makan pun hanya Alle yang mendominasi obrolan, Nathan dan Netha hanya membalas singkat atau hanya diam. Netha juga tumben izin ke kelas lebih dulu, pengin melanjutkan tugas katanya. Alle dan Nathan tak banyak bicara, mereka hanya mengangguk.
Alle menghabiskan makannya lebih cepat daripada Nathan yang masih tiga perempat. Lelaki itu lebih sering mengaduk-aduk makanannya ketimbang menyuap.
Alle yang menyadari sikap sahabatnya itu langsung bertanya, "Kenapa sih, Nath?!" ucapnya geregetan.
"Gue gak apa-apa. Lagi pengin sendiri aja, Na." lagi-lagi Nathan menampilkan senyum palsu.
"Rindu keluarga lagi ya?" tanya Alle, Nathan tak menjawab.
Alle mengelus punggung sahabatnya itu, "Tetap tegar, Nath. Lo gak boleh kelihatan lemah gini di depan Netha."
"Netha udah tau kok, Na." ucap Nathan lemah.
Alle mengelus punggung Nathan memberi kekuatan, "Eh ke kelas yuk? Netha pasti nungguin." ajaknya.
"Duluan aja, gue masih pengin sendiri." jawab Nathan.
Dan Alle mengerti, "Take care, Nath."
Nathan pun mengangguk samar.
Sungguh, Nathan hari ini bukan Nathan yang sebenarnya.
N a t h a n n e t h a
Puk puk puk! Hadu Nathan mending peluk gue aja sini wkwk. Double update yak! Semoga suka❤
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHANNETHA
Teen FictionSemuanya berawal dari keretakan hubungan orang tua Netha, kepindahan sekolahnya sampai kejadian itu terjadi. Kini, setelah semua yang terjadi, mampukah Nathan mengembalikan kepercayaan diri Netha? Atau semuanya hanya menjadi abu-abu? "Apapun keada...