Menjalani pekan Ujian Nasional di rumah sakit ternyata sangat menyita waktu istirahat Netha. Bukan hal mudah menjalani hari dari pagi sampai malam dengan belajar intesif. Apalagi dengan kondisinya yang belum stabil. Beruntung semuanya berjalan lancar.
Dan hari ini, terlepas dari beban Ujiannya, Netha kembali sendiri. Semuanya kembali hampa.
Nathan pun tak pernah kelihatan batang hidungnya sejak hari itu. Ia benar-benar kehilangan semuanya, termasuk kepercayaan dirinya sendiri. Semuanya sudah terenggut oleh takdir.
Netha lalu membuka buku catatannya, menuliskan keluh kesahnya satu bulan terakhir.
Dear Diary,
Apa aku harus menyalahkan takdir atas semua ini? Tentu tidak bisa
Tapi aku sangat kecewa.
Aku ingin pergi karena aku tak pantas ada disini
Karena aku kekurangan, aku tak sempurna.
Aku ingin pergi jauh
Aku ingin melupakan semuanya dan memulai hidup baru
Tanpa ada ungkitan masa lalu.
"Netha sayang, semua dokumen dan semua berkas kelulusan kamu akan Abang urus besok. Abang terpaksa mempercepat semuanya karena kamu harus pergi pengobatan di Jerman lusa. Kamu mau ikut?" tanya Fikri sambil membereskan barang-barang adiknya.
Netha berbinar senang karena Tuhan mendengarkan doanya secepat ini.
Ia akan memulai hidup baru di Jerman.
"Aku ikut." ucapnya mantap.
N a t h a n n e t h a
Pagi ini, Netha berjalan dengan sendunya. Angin berhembus mengayun lembut rambut hitamnya yang legam. Harusnya pagi yang cerah ini ia riang, apalagi kemarin ia mendapat surat kelulusan dengan nilai yang sangat baik, tapi dalam benak perempuan itu sekarang malah malu.
Tentu malu, kaki kananku buntung sekarang, gumamnya.
Nasibnya memang mengenaskan. Tapi tentu ia tak bisa menyalahi takdir, karna tentu tidak ada yang ingin mengalami ini.
"Eh hai Neth! Sorry ya tadi aku gak jemput kamu soalnya aku telat bangun. Lain kali aku pasti jemput kamu kok, janji!" ucap lelaki itu.
Perempuan itu jengah, nyatanya omongan laki-laki itu tak bisa dipercaya. Lagipula siapa yang ingin tulus dengan perempuan berkaki buntung? Pasti hanya bikin malu.
"Jauhin gue Nath, lo nggak perlu ngurus perempuan berkaki buntung kayak gue. Dan lo pun sudah membuktikannya kemarin. Gue bisa berdiri sendiri. Gue akan menjadi perempuan mandiri seperti yang lo inginkan." satu tetes air mata lolos membahasi pipi pucatnya itu, setelahnya perempuan itu pergi. Berjalan cepat walau tertatih.
"Netha aku tau kamu marah, tapi maafin aku, aku gak bermaksud."
Dan perempuan itu tidak peduli.
"Netha, please..."
"OMONG KOSONG!" ucap Alle keras. Nathan dan Netha kontan menengok langsung.
"Diam lo Na! Neth, please maksud gue gak kayak gitu..." ucap Nathan menarik narik tangan Netha. Netha tak berontak, tak juga menaggapi sampai Fikri yang keluar dari TU menyelamatkannya.
"Eh Netha, kamu disini?" ucap Fikri membuat Nathan menunduk diam. "-Ayo pamit sama teman kamu. Kita akan pergi setelah ini."
"Selamat tinggal Nath, Le." ucap Netha pelan. Dan perempuan itu benar-benar pergi.
"Na, kenapa Netha ngomong kayak gitu?!" ucap Nathan panik setelahnya.
"Ini semua kan gara-gara lo. Jadi gak usah tanya dia kenapa, sebab jawabannya selalu karena lo." ucap Alle dingin lalu ia pergi meninggalkan Nathan yang semakin patah hatinya.
N a t h a n n e t h a
Malam harinya Nathan pergi kerumah Netha. Kediaman perempuan itu begitu sepi. Sebenarnya kemana semua penghuni di dalam rumah ini?
Nathan masuk lebih dalam lagi, memencet bel dan nampak bibi keluar membukakan pintu untuknya.
"Eh Den Nathan, silahkan masuk." ucapnya ramah.
"Netha ada, Bi?"
"Mau minum apa Den?"
"Air putih aja."
Dan semuanya canggung. Di rumah ini benar benar sepi. Bahkan mungkin penghuninya hanya Bibi. Untung Bibi cepat kembali.
"Nih Den, minumnya."
"Dimana Netha, Bi?"
"Non Netha sudah berangkat dari tadi siang sama Den Fikri."
Hati Nathan seolah melorot, "Pergi kemana?"
"Bibi juga gak tahu. Oh ya, Non Netha titip surat buat Den Nathan. Sebentar ya Bibi ambilkan." Tak butuh waktu lama menunggu Bibi kembali. Walau pun usianya sudah tidak muda lagi, rupanya ia masih sangat cekatan.
"Nih Den."
Nathan membuka surat itu perlahan. Terlihat guratan tinta yang manis terukir disana.
To: Nathan
From: Netha
I should go to somewhere and left my reality behind. Love You so much, Nathaniel.
Andai isi surat seindah guratannya, tak akan mungkin Nathan sepilu ini. Lagi-lagi lelaki itu harus jatuh dalam jurang penuh kepahitan.
N a t h a n n e t h a
Hello guys!
Lagi lagi gantung yak, pendek lagi wkwkw. Maaf ya karena post nya hari senin dan pendek gini karena gue nulis disaat gak ada guru mapel, dan gue kepikiran karena gue gak post kemaren dan malah asik nonton drakor wkwkw.
Ohya sebenernya gue mau nanya ini dari part 11 tapi karena kebanyakan bacot gak penting jadi gue kelupaan.
Bagaimana cover baru Nathannetha gengs?
Gue suka banget sama cover itu karena gue niat bikinnya mwehehe. Png nya juga gue draw sendiri fyi. Kalo kalian mau tau itu modelnya Sheila Daisha. Dia cantik bgt *luv luv*
Yauda deh lama lama author note ngalahin panjang ceritanya.
See ya soon!
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHANNETHA
Teen FictionSemuanya berawal dari keretakan hubungan orang tua Netha, kepindahan sekolahnya sampai kejadian itu terjadi. Kini, setelah semua yang terjadi, mampukah Nathan mengembalikan kepercayaan diri Netha? Atau semuanya hanya menjadi abu-abu? "Apapun keada...