Gelisah terus menggelayuti perasaan perempuan itu. apakah Nathan sudah membaca surat pemberiannya atau belum, apa yang terjadi setelah Nathan membaca suratnya, dan lain-lain, membuat Netha tak dapat memejamkan mata selama 16 jam lamanya.
"Masih lama ya Bang nyampenya?" tanya Netha pada Fikri. Sedari tadi Fikri sibuk bermain game di ponsel dan mengabaikan Netha.
"Bentar lagi. Udah gak betah ya kamu?"
Netha mengangguk sambil menatap jendela pesawat, dan suasana kembali hening.
Tak lama setelah itu, pengumuman bahwa pesawat akan mendarat sebentar lagi membuat Netha lega.
"Tuh bentar lagi." ucap Fikri sambil memasukkan ponselnya ke saku, "Padahal lagi seru tuh Mobile Legend nya."
"Yeu mobile legend aja terus, Adiknya dikacangin."
"Hehe iya maapin abangmu yang ganteng ini ya..."
Netha medengus sebal.
20 menit kemudian mereka tiba di Bandara Internasional Berlin Schonelfed. Sesampainya di bandara tersebut mereka segera mengambil koper dan mampir ke kedai Starbucks.
"Murah ya kalo beli starbucks disini. Beda banget sama di Indonesia, busetdah mahalnya gak nanggung-nanggung ckckck bisa buat makan lima hari kali." ucap Fikri.
Sambil menyesap Hot Chocolate nya, Netha terkekeh, "Dasarnya pelit sih jadi semuanya dibilang mahal hahaha."
"Bukannya pelit, tapi realistis."
"Iyain aja biar cepet."
Fikri cemberut, "Abis dari sini kita langsung ke rumah sakit ya, kita langsung check up untuk pembuatan kaki palsu kamu."
"Ck, gak bisa besok aja apa? Netha capek banget tau!"
"Kalo kamu betah pake kursi roda sih yaudah nanti aja, gak usah sekalian malah."
"Ya ya ya."
N a t h a n n e t h a
Mobil yang disewa Fikri selama di Jerman akhirnya sampai di pelataran parkir Charite University Hospital, Berlin. Netha dapat merasakan kemegahan bangunannya bahkan saat ia baru memasuki pelatarannya.
"Berat banget sih kamu!" ucap Fikri saat memindahkan adiknya ke kursi roda.
"Segini udah kayak Kendall Jenner goalsnya juga masih dibilang berat aja!" ucap Netha yang dihadiahi kekehan dari kakaknya.
Mereka berdua menyusuri lobby rumah sakit tersebut dan berhenti di meja resepsionis. Berkata sebentar, lalu mereka diantar oleh seorang suster menuju ruangan check up.
"Hier, Herr." ucap suster itu yang artinya 'Disini, Tuan.'
Kedua kakak beradik itu pun masuk dan langsung disambut oleh senyum manis seorang Dokter muda. Meski tampan, Netha tidak tertarik pada dokter itu. Justru Netha bosan karena ditanya hal-hal yang tak ia mengerti, bahkan membicarakan keluarga Netha dengan Fikri—sungguh tidak sopan dokter itu.
Semakin bosan, Netha akhirnya izin pergi ke kamar mandi—padahal pengen ke kantinnya.
Ia berjalan menyusuri koridor demi koridor. Lelah dan bingung akhirnya ia menyerah dan diam sejenak.
Ini nih hasil dari kabur, gumamnya.
"Entschuldigung, kann ich dir helfen?" ucap seorang cowok dari belakang Netha. Kalau saja perempuan tidak duduk di kursi roda mungkin ia sudah terjungkal.
"Hah lo ngomong apa?" ucap Netha polos. Lelaki itu mengerutkan kening bingung.
"Ups, sorry... I don't understand your language." Ucap Netha sambil merutuki diri sendiri, malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NATHANNETHA
Teen FictionSemuanya berawal dari keretakan hubungan orang tua Netha, kepindahan sekolahnya sampai kejadian itu terjadi. Kini, setelah semua yang terjadi, mampukah Nathan mengembalikan kepercayaan diri Netha? Atau semuanya hanya menjadi abu-abu? "Apapun keada...