BAB 10 - Would You Be My Girlfriend?

1.4K 77 3
                                    

"Udah jelas kan semuanya? Lo itu orang yang gue sayang sekarang dan mungkin selamanya." ucap Nathan setelah menceritakan semuanya.

Senyum kecil terbit di bibir merah muda perempuan itu, pipinya juga kembali bersemu, "Kalo memang bisa, kenapa harus pakai mungkin?"

Dan keduanya benar-benar bahagia sore itu.

Nathan meraih tangan Netha, dan berlutut di hadapannya, kemudian menatap perempuan itu tepat di iris, "Izinin aku untuk jadi alasan kamu tersenyum sekarang dan selamanya, Netha, would you be my girlfriend?"

Jika kemarin malam Netha berpikir bahwa hubungannya dengan Nathan telah berakhir, saat ini ia akan meralatnya cepat-cepat. Malam yang menurutnya menjadi malam yang buruk kini menjadi jembatan untuk petualangan cinta mereka yang baru. Netha tersenyum geli saat matanya menangkap wajah Nathan yang gelisah.

"Mau gak, Neth? sayang nih cowok cakep kayak gue disia-siain, gak datang dua kali soalnya." Ucap Nathan kocak.

Netha menabok bahu Nathan, "Yeu PD banget sih! Gue gabisa, Nath."

Nathan melotot kaget, "Apa lo bilang? Gak bisa? Kenapa lagi coba? Gue ngejelasinnya belom lengkap ya?" wajahnya lesu.

"G...gue udah ada yang punya, Nath."

Tambahlah kacau perasaan Nathan. Kenapa Netha gak pernah bilang kalau sebenarnya ia memiliki pacar? Kenapa Nathan mengetahui ini ketika semuanya sudah menjadi telanjur?

Netha menangkup wajah Nathan dan mengangkatnya sedikit keatas. Nathan tak lagi ingin menatapnya, tatapan itu menjadi tatapan lesu dan tanpa arah. Sebenarnya Netha tak tega melakukan ini tapi, "Gue udah miliknya Nathaniel Cartenz!" ia tertawa puas.

Nathan terkejut tak terima, dilihatnya tawa Netha yang begitu meremehkan ia tak mau kalah, "Eh sorry, Nathaniel udah milik Ersa Menechia."

"Yaudah ralat, Nethania milik Deden." Ia terkekeh yang langsung Nathan peluk saking gemasnya. Mereka tertawa bahagia,

"Eitts, merasa terpanggil nih gue." ucap Deden dari tangga bersama Alle. Nathan dan Netha malah semakin keras tertawa.

"Sayang banget sih gue sama lo, Neth." ucap Nathan sambil mecubit pipi Netha gemas.

"BTW kita udah pacaran apa belom sih?" tanya Nathan.

"Orang gak gue terima sih." jawab Netha jahil.

"Ish serius?"

"Iya iya diterima Nathan sayangggg..." ucap Netha gantian cubit pipi Nathan gemas.

"Bukannya lagi marahan ya kalian?" Deden tersenyum jahil, "Pake ngumpet-ngumpet segala lagi jadiannya, curang!"

"Pajak jadian kali Nath, Neth! Mwehehe." Ledek Alle juga.

Bibi juga sampai naik keatas, "Opo iki ramai-ramai ngomongin pajak jadian?" katanya.

"Ah Bi, saya sukanya Vivo bukan Oppo mwehehe." ucap Deden, semuanya tertawa.

"Ah Deden pake sebut merek nih hahaha." Nathan menimpali.

Bibi senyum-senyum saja, "Den Nathan jangan bikin Non Netha nangis kayak semalam lagi ya, kasihan makan aja jadi gak mau dia, padahal biasanya ngemil satu kulkas."

"Ish Bibi boong!" Netha cemberut.

"Iya Nathan gak bakal ulangin lagi kok, Bi."

"Ta' bilangin Den Fikri juga deh nanti kalo dia sudah pulang. Aduh jadi bibi yang senang kan hehehe." ucap Bibi dan Mereka semua tertawa.

"Pajak jadian jangan lupa ya Nathan Netha! Deden yang saking tampannya sampe ngalahin Shawn Mendes ini kan turut berjasa dalam hubungan kalian mweheheh."

"Engga dianggep lah, gak berguna. Lagian siapa coba Deden? gak kenal tuh? Manusia dari goa mana? Hahaha." Ledek Nathan.

"Wah songong ya saudara Nathan ini. Siapa sih yang punya ide modus ngajakin pulang bareng? Trus suruh mamanya masak juga, trus apalagi nih, oh yang ngajak ke taman—

"Iya Den iya. Nanti gue kasih lo gope ya."

Deden cemberut, "Lah gope doang, beli permen aja cuman dapet satu anjir."

"Yang penting masih dapet kan?"

"Najis!"

N a t h a n n e t h a

Suasana ruang keluarga Netha sore itu kembali hangat karena status baru Nathan dan Netha. Tak ada tangis menghiasi wajah perempuan itu, dan kecemasan yang tercipta di benak Nathan. Semuanya tampak bahagia, termasuk Deden dan Alle.

"Deden sama Alle kapan nyusul nih?" ledek Netha. Alle langsung cemberut.

"Iyanih, mau kapan Le?" tanya Deden yang membuat Alle menatapnya tajam.

Amat. Sangat. Tajam.

Alle memutar bola mata malas dan mendecak sebal sambil berlalu ke dapur. Ketiga sahabatnya malah semakin menertawai Alle karena dianggap baper. Alle hanya misuh-misuh saat kembali ke ruang keluarga sambil makan ciki.

"Assalamualaikum." Ucap Fikri dari pintu. Tawa keempatnya berhenti.

Tatapan Fikri berubah tajam ketika melihat Nathan ada di sofa ruang keluarga mereka, "Nathan?!" bentaknya sengit.

Tas kantornya ia banting ke sofa lalu tangannya meraih kerah baju sekolah Nathan, "Berani- beraninya ya lo kesini! Mau apalagi hah? belum puas nyakitin adik gue kemarin ya?!" ucapnya, membuat Deden, Alle dan Netha ciut.

Netha buru-buru menepis cengkraman kakaknya, "Masalah itu udah selesai abang, Netha udah lupain semuanya." Tapi cengkraman kakaknya lebih keras dan membuat Netha terjungkal ke belakang.

"Cowok kayak gini gak pantas di maafin Neth!" satu tonjokkan mendarat lagi di pipi Nathan, membuat tubuh lelaki itu tersungkur ke lantai. Memar yang kemarin saja belum pulih, sekarang sudah ditambah satu lagi, pikir Nathan.

Fikri benar-benar kalap sampai Deden yang ingin melerainya ikutan kena tonjok. Dalam hal seperti ini Fikri memang tidak pernah pandang bulu. Siapapun yang berani menyakiti adiknya, akan ia habisi.

"Abang stop!" teriak Netha ketika melihat darah mengucur dari sela bibir Nathan, ia segera menangkup wajah pacarnya.

"Netha awas gak! Orang kayak gini harus dihabisin!"

Belum sempat kakanya melayangkan satu tonjokkan lagi Netha sudah mendekap Nathan lebih erat, "Nathan udah minta maaf sama Netha. Netha yang sebenarnya salah kemarin, Netha salah paham karena gak mau dengerin penjelasan Nathan dulu. Abang gak boleh mutusin orang itu salah secara sepihak gini kalau belum tau yang sebenarnya. Lagian Nathan sama Netha udah jadian lagi. Netha sayang banget sama Nathan begitupun Nathan, dia juga sayang sama Netha. Jangan bikin Nathan kayak gini lagi, Bang." Ucap Netha sambil mengelap air matanya yang tumpah.

"Yang benar?" tanya Fikri.

Nathan dibantu duduk kembali di sofa oleh Netha, berbicara dengan Fikri walau tertatih, "Iya Kak, saya minta maaf atas kejadian kemarin. semuanya cuman salah paham aja, dan saya gak buru buru untuk ngejelasin semuanya karena saya terlalu takut. Saya memang pantas dapat tonjokkan dari Kakak atas apa yang saya lakukan kemarin. saya benar-benar minta maaf soal itu. Sekarang saya mau minta izin sama kakak, boleh kan saya pacaran sama Netha? Menjaga dia seperti Kakak menjaga dia selama ini?"

Fikri menatap Nathan salut, ia menepuk pundak Nathan tanda dia sudah memberikan kepercayaannya lagi. Deden yang bersender di pundak Alle karena kesakitan ditonjok tadi ikut tersenyum juga, pun Netha dan Alle. Semuanya tampak bahagia.

"Jangan sia-siain kepercayaan gue lagi ya, Nath." Ucap Fikri. Nathan mengangguk yakin.

"Eh eh eh, BTW itu Deden Alle so sweet amat hahaha." Ledek Fikri.

Alle yang menyadari Deden ada di bahunya langsung mendorong jijik, sampai bekas tonjokkan Deden mengenai senderan sofa.

"Aduh! Kamu kok kasar gini sih sama aku yangg?" ucap Deden sembari mengusap memarnya.

"Hih Najis!" gerutu Alle.

N a t h a n n e t h a

Berhubung senin gue UHB, jadi publish nya hari ini ajayak. Takut besok ga sempat. Semoga suka❤

NATHANNETHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang