SIXTEEN

99 2 0
                                    

Author POV


"Apakah aku harus kembali menjadi seseorang yang munafik? Tersenyum padahal tersakiti."

"Rama, temenin keliling sekolah yuk. Aku udah lama banget ga ngerasain susana sekolah"
Suara Maya kembali terdengar.

"Rama?"
Qilla bertanya dengan wajah heran.

"Oh, maksud gue Prasetya"

Prasetya memutar matanya malas.

Oh lihatlah, bahkan 'wanita itu' memiliki nama panggilan yang berbeda untuk Prasetya.

Di saat Prasetya berkata jika Ai adalah satu-satunya orang yang memanggil dia dengan nama "pra", Ai berfikir jika hanya ia lah yang memiliki panggilan khusus.

Ia sangat senang. Ia selalu tersenyum saat memikirkan hal tersebut.

Namun, ternyata sudah ada wanita yang sejak lama memiliki panggilan khusus untuk Prasetya.

Wanita yang sekarang berjalan di depannya. Wanita yang sedang berjalan berdampingan dengan Prasetya.

Sudah dua kali angan-angannya hancur. Angan-angan tentang menjadi satu-satunya wanita untuk Prasetya. Angan-angan untuk setidaknya menjadi satu-satunya orang yang memiliki panggilan khusus kepada Prasetya.

Sedari tadi Ai hanya menampilkan wajah datar. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa saat ini. Apakah ia harus menanggapi kehadiran Maya dengan senyuman dan kebahagiaan? Atau ia harus bersikap tidak suka dan membenci?

Bahagia? Bukan itu yang ia rasakan sejak tadi.

Sedih? Itulah yang ia rasakan.

Tapi, apakah ia harus membenci? Atau ia harus memalsukan semua perasaannya dan hanya menampilkan senyum ceria seakan-akan senang dengan kehadiran Maya?

"Apaan sih? Dari awal kita mau ke kantin. Keliling aja sana sendiri"
Jawab Prasetya ketus sambil menghentakkan tangan Maya yang sedari tadi menggandeng Prasetya.

Bagaimana dengan Qilla? Jelas ia kebingungan. Ia cukup pintar untuk membaca situasi. Ia tahu jika ada suatu hal yang tidak ia ketahui sedang terjadi. Ia dapat merasakan atmosfer yang kurang menyenangkan di sekitarnya.

Perjalanan mereka semua ke kantin ditemani dengan desas desus tentang Maya yang baru saja masuk tadi pagi.

Ya, begitulah rutinitas para siswa disini. Mereka selalu update tentang segala hal yang baru.

Maya bersikap tak acuh soal itu. Ia hanya fokus pada tujuannya. Tentang apa alasan ia kembali ke Indonesia dan bersekolah disini. Ia ingin mengambil kembali apa yang seharusnya -bahkan sudah pasti- menjadi miliknya.

Saat mereka sampai di salah satu meja, suara Maya kembali terdengar.
"Ram- eh maksudnya Prasetya aku duduk di samping kamu ya?"

Tanpa menunggu persetujuan dari Prasetya, Maya langsung menarik Prasetya duduk di kursi sebelahnya.

"Aduh handphone gue ketinggalan lagi. Gue balik dulu ya"
Ucap Qilla dengan suara yang cukup panik setelah mengecek sakunya. Ia tidak bisa lama-lama jauh dari benda itu.

'Hiburan gue dan dunia gue tu ada di handphone, jadi gue gabisa jauh-jauh'
Itulah jawaban Qilla jika ia ditanya "mengapa handphone sangat penting bagimu?"

Ia berbalik dan berjalan menuju kelas dengan sedikit tergesa-gesa.

Sekarang tersisa Ai, Maya, dan Prasetya.

Banyak mata yang tertuju pada mereka bertiga.

Semua siswa sekolah tersebut mengetahui jika Prasetya dan Ai saling suka hanya saja mereka belum meresmikan hubungan mereka.

Broken Girls Meet PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang