1.Jerapah VS Kurcaci

1.2K 68 16
                                    

SELAMAT MEMBACA KISAH HONOKA DAN YUKI

***
Pertengkaran yang  berulang
***




MATA gadis itu terus menatap pria yang tengah berjalan sendirian melewati lorong kelasnya. Kepalanya pun ikut menoleh mengikuti arah perginya pria itu dengan senyum yang masih mengembang di bibirnya.

"Hono-chan!"panggil seseorang membuat gadis itu terlonjak kaget dan menoleh ke empunya suara.

"Ada apa ?"seru gadis itu yang tak lain bernama Honoka Yahagi.

"Suzuki sensei memanggilmu!"jawab Kyoko satu-satunya sahabat Honoka.

Sebenarnya ada banyak orang yang ingin menjadi teman Honoka tapi hanya Kyoko lah yang benar-benar tulus mau menjadi sahabatnya. Sedangkan, orang-orang ingin menjadi teman Honoka karena mereka tahu bahwa Honoka berasal dari keluarga kaya ditambah lagi ia memiliki otak cerdas dan wajah yang cantik. Oleh karena itu Honoka sangat populer di SMA Tonan.

"Honoka Yahagi!"panggil Suzuki sensei. Honoka pun menatap ke depan.

"Ha...haik!"jawab Honoka tergagap.

"Kerjakan soal yang ada di papan tulis!"perintah Suzuki sensei. Honoka pun mengangguk lalu berjalan ke depan papan tulis.

Honoka menyunggingkan senyumnya. Soal matematika itu sangatlah mudah baginya dan ia sudah hafal rumusnya di luar kepala. Dalam waktu singkat Honoka pun sudah selesai mengerjakan soal tersebut.

"Sudah sensei!"ujar Honoka dan berjalan menuju tempat duduknya.

Braaaaakk

Kaki Honoka tersandung hingga membuatnya jatuh tersungkur. Sontak seisi kelas menertawakannya. Pipi Honoka pun memerah karena malu. Entah siapa yang berani-beraninya melakukan ini padanya. Honoka mengepalkan telapak tangannya, ia benar-benar kesal.

"Baka!!" Seru seseorang siapa lagi kalau bukan Yuki Furukawa si peringkat kedua karena tentunya Honoka lah orang yang menduduki peringkat pertama. Honoka menatapnya sinis. Laki-laki itu selalu saja membuatnya kesal entah itu karena perkataan pedasnya atau keusilannya. Hal itu tidak sebanding dengan wajah tampannya.

Honoka pun berdiri dan menendang kaki Yuki yang tadi menghalangi jalannya. Yuki meringis sambil mengusap betisnya.Teman-temannya yang melihat kejadian itu pun ikut meringis

"Rasakan itu kau kira jatuh itu enak?" seru Honoka dan kembali duduk kebangkunya dengan emosi yang masih menggebu-gebu. Mereka memang benar-benar rival sejati. Tak ada satu haripun yang mereka lewatkan tanpa bertengkar. Padahal, selama dua tahun ini mereka selalu satu kelas.

"Dasar jerapah bau, jelek, bodoh hidup lagi"gerutu Honoka setelah kembali duduk manis di kursinya. Kyoko hanya menggelengkan kepala mendengarnya. Rasanya telinganya sudah sangat terbiasa mendengar umpatan-umpatan yang terlontar dari mulut sahabatnya yang ditujukan kepada Yuki.

Honoka pun kembali fokus ke depan melihat Suzuki sensei mengoreksi hasil kerjanya. Setelah selesai, Suzuki sensei pun menggelengkan kepala lalu melihat ke arah Honoka. Honoka jadi khawatir, sepertinya ia sudah mengerjakannya dengan benar mustahil jika ia salah rumus atau salah hitung. Bisa gawat jika jawabannya salah. Honoka tahu jika Suzuki sensei menyuruhnya mengerjakan soal itu karena Honoka tidak memperhatikan pelajaran tadi.

"Sepertinya tidak ada celah sedikitpun di otakmu. Jawabanmu benar."ujar Suzuki sensei. Honoka menghela nafas lega. Hampir saja ia dihukum oleh Suzuki sensei jika ia gagal mengerjakannya. Honoka layak bersyukur karena memiliki otak yang bisa diajak kompromi.

"Bagaimana kau bisa mengerjakannya padahal dari tadi kau hanya melamunkan Arata-kun sedangkan aku yang selalu memperhatikan pelajaran masih saja bingung."gumam Kyoko. Honoka hanya tersenyum mendengarnya. Ia memang tidak serajin Kyoko tapi anehnya nilai Honoka selalu sempurna. Mungkin itulah yang namanya jenius.

"Itu namanya keberuntungan !"ujar Honoka.

"Ya baiklah kalau begitu berikan sedikit keberuntunganmu itu padaku! Terangkan padaku bagaimana cara mengerjakannya!"seru Kyoko dan meletakkan bukunya ke tengah-tengah meja agar Honoka bisa mengajarinya.

***

Honoka terus saja menggerutu karena jalanannya becek. Hujan memang baru reda ketika bel pulang berbunyi dan tentu saja air hujan yang baru saja turun ke permukaan bumi itu belum sempat menyusup ke dalam lapisan bumi.

Kaki Honoka terhenti ketika melihat sebuah sepeda milik orang yang paling ia benci itu. Tiba-tiba terlintas ide licik di kepala Honoka. Ia pun melihat ke sekeliling. Tempat parkir itu masih sepi membuat Honoka cepat-cepat melancarkan aksinya.

Tangan Honoka mengempesi ban depan sepeda milik Yuki dengan lihai seakan mengempesi ban adalah pekerjaannya sehari-hari. Memang ini bukan pertama kalinya ia melakukan hal itu mungkin karena sudah sering mengempesi ban Yuki makanya Honoka menjadi profesional dalam hal mengempesi ban. Honoka melakukannya sambil menahan tawa, ia benar-benar bahagia bisa membalaskan dendamnya. Tak lama kemudian ia pun beralih mengempesi ban belakang sepeda Yuki.

Kedua ban sepeda Yuki pun kempes dengan sempurna, tak ada sedikitpun gas yang tersisa di dalam ban itu. Honoka tertawa puas melihat hasil dari keusilannya.

"Rasakan itu !"seru Honoka dan mengambil sepeda miliknya dan pulang. Ayahnya menyuruhnya untuk segera pulang tadi untuk menyiapkan kamar baru. Jangan berfikir jika itu adalah kamar barunya karena kamar baru itu mereka siapkan untuk anak dari teman ayahnya.

Awalnya Honoka menolaknya mentah-mentah karena anak teman ayahnya itu laki-laki tapi ayah Honoka sangat tegas. Jika ia sudah memutuskan maka tidak ada tanda koma melainkan tanda seru. Yang artinya setiap keputusannya adalah perintah dan tidak dapat diganggu gugat. Negosiasi hanya akan membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran saja.

"Otou-san memangnya kapan orang itu datang?"tanya Honoka setelah selesai membantu ayahnya menyiapkan makan malam. Ayahnya pun melirik jam dinding yang masih setia berdetak di dinding ruang tamunya.

"Seharusnya satu jam yang lalu."jawab ayah Honoka.

"Dasar jam karet."gerutu Honoka.

"Mungkin orang itu tidak jadi pindah kemari otou-san."seru Honoka yang tampak senang.

"Mana mungkin, kalau pun itu terjadi ia pasti akan mengabari otou-san."sahut ayah Honoka. Gadis itu diam saja dan mencembikkan bibirnya.

Tak lama kemudian terdengar suara bel berbunyi.

"Itu pasti dia!"seru ayah Honoka. Raut wajahnya sangat terlihat bahwa ia senang.

"Biar kubuka pintunya."ujar Honoka dan beranjak dari tempatnya. Entah kenapa perasaan Honoka jadi tidak enak. Semoga saja orang itu pria yang baik. Honoka menghela nafas dalam saat tangannya memegang erat kenop pintu. Entah kenapa Honoka sangat gugup tangannya bahkan gemetaran. Bel rumahnya kembali berbunyi membuat Honoka tersentak dan cepat-cepat membuka  pintunya.

"Selamat datang!"ujar Honoka dan agak membungkuk. Orang yang ada di depannya itu tampak terkejut, tapi ia segera menetralkan raut wajahnya kembali. Honoka pun mendongakkan kepalanya sambil menyunggingkan senyum termanisnya.

Seketika senyum di bibirnya menghilang ketika melihat orang yang ada dihadapannya sekarang.

"Kau?!"

Why?! [FINISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang