For A [2]

266 15 30
                                    

Berhenti sejenak ketika kamu merasa lelah. Ingat, kamu juga membutuhkan tenaga untuk kembali berlari.

***

Alvin mendesah pelan. Cowok itu kemudian mengacak rambutnya yang cukup panjang. Ia kini tengah berbaring di atas kasurnya sambil memikirkan perkataan Afrida.

Afrida benar, seharusnya Jia bisa menghargai Alvin dengan cara menjaga jarak dengan laki-laki mana pun, karena itu sudah konsekuensinya. Jia sudah memilih Alvin, maka Jia juga harus menuruti mau Alvin.

Memangnya, jauh dengan beberapa cowok itu, susah ya? Sesusah itukah? Bagi Alvin, berjauhan dengan cewek tak membuatnya galau. Alvin rela menghapus semua kontak perempuan hanya demi Jia. Jadi, menurut Alvin, Jia juga harus bisa menghapus seluruh kontak laki-laki.

Alvin merasa jengah dengan hubungannya dengan Jia. Mungkin, saat sore keduanya masih bercanda bersama, tetapi nanti kalau sudah malam, pasti mereka akan bertengkar lagi karena masalah sepele. Kalau saja Alvin tak benar-benar mencintai Jia, mungkin saja Alvin sudah meninggalkannya dari dulu.

Seharusnya, Jia bisa mengerti dirinya bukan? Alvin bersikap seperti itu pada Jia karena takut kehilangan gadis itu, ia takut gadis manis itu direbut oleh orang lain.

Alvin tertawa miris, mengingat jumlah mantan kekasih Jia yang lumayan banyak. Memang, tak bisa dipungkiri kalau Jia itu gadis yang manis, lucu dan juga cantik. Hanya satu yang tidak Alvin sukai dari Jia, dia suka mencari perhatian.

Alvin melirik jam yang tergantung di dinding kamarnya. Pukul sebelas malam. Ia beralih melihat ponsel yang ada di tangannya. "Si Bawel udah tidur belom ya?" gumamnya, yang dengan ragu membuka salah satu aplikasi chatting miliknya.

Alvin menarik napas panjang. Ia melihat obrolan favoritnya, dari Jia, yang dari tadi belum ia buka. Mengabaikannya, Alvin memilih untuk membuka ruang obrolannya dengan Afrida.

Bawel🐷

Ya makanya jangan suka minum es banyak-banyak!

Alvin tertawa kecil sewaktu membaca pesan singkat yang dikirim oleh Afrida sore tadi. Alvin mengeluh karena flu yang melanda, yang berakhir dengan omelan dari Afrida.

Bawel?
Woi!
Udah tidur ya lo?
Af.
Af.
P.
Babi.

Ck, tuh anak pasti udah tidur, batin Alvin sedikit kesal. Masalahnya, cowok itu tidak dapat tidur sekarang. Dan biasanya Afrida yang menemaninya mengobrol hingga tidur.

Ya udah deh, good night ya, Af.
Nice dreams.

Alvin keluar dari ruang obrolan itu, dan membuka salah satu game yang ada di ponselnya. Selanjutnya, jam-jam malam Alvin diisi dengan suara berisik dari permainan tersebut, yang untungnya suara itu hanya terdengar oleh Alvin sendiri karena ia memakai earphone.

***

Alvin membuka ponselnya ketika benda itu berbunyi, menandakan ada pesan yang masuk. Ia sedang berada di meja makan bersama kakaknya, menikmati makan siang bersama.

Alvin memiliki dua kakak dan seorang adik. Kedua kakaknya adalah perempuan, begitu juga dengan adiknya. Jadi, anak laki-laki di keluarganya hanyalah dia sendiri. Dan parahnya, Alvin sudah menjadi om ketika usianya memasuki 15 tahun karena kedua kakaknya sudah menikah dan memiliki anak.

For ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang