For A [8]

187 8 41
                                    

Mungkin, saat kamu masih bersamanya, semua masih baik-baik saja. Saat kamu kembali setelah pergi cukup lama, maka kamu akan menyadari kalau sekarang sudah tak sama lagi seperti dulu. Lalu, siapa yang patut disalahkan karena ini? Kamu yang pergi, atau dia yang kamu tinggalkan?

***

Langit masih tampak gelap saat Alvin turun dari kasurnya. Bahkan, sebagian bintang masih setia bertengger di langit, dengan sinar bulan yang sudah mulai meredup menunggu digantikan oleh Sang Matahari.

Alvin menghidupkan lampu kamarnya, karena demi apa pun, belum ada seberkas sinar yang menyinari kamarnya. Alvin mencari keberadaan ponsel yang seingatnya ia taruh di atas nakas. Namun, ponsel Alvin tidak ada di sana! Di atas nakas hanya terdapat kunci motor kesayangan Alvin, lampu kecil, dan juga segelas air beserta camilan yang semalam dimakan olehnya.

Alvin mengobrak-abrik kasurnya, mengecek bawah bantal, yang biasanya ia jadikan tempat penyembunyian teraman. Namun, nihil, ponselnya tetap tidak ditemukan. Mendengus, Alvin bangkit dan berjalan menuju meja belajar karena kakinya menuntunnya untuk ke sana.

Dan benar, Alvin berhasil menemukan ponselnya di atas meja belajar. Pasti karena semalam Alvin sedang mengerjakan tugasnya—menyalin tugas Afrida lebih tepatnya—dan karena panggilan alam, ia harus ke kamar mandi sejenak, sehingga ia meninggalkan ponselnya di atas meja belajar. Setelah itu, Alvin malah mematikan lampu dan tertidur di atas kasurnya. Pantas saja kali ini ia bangun lebih pagi!

Alvin mengecek ponselnya, terlihat jam digital pada layar kunci, menunjukkan pukul empat lebih dua puluh menit. Alvin meregangkan tubuhnya, lantas ia melangkah untuk menuju ke balkon kamarnya.

Angin yang mengisi hening pagi pun menusuk kulit Alvin yang tidak terlapisi kain saat Alvin membuka pintu balkonnya. Ia menghiraukan angin itu, lalu melangkah lagi agar tubuhnya menempel dengan pagar yang membatasi balkonnya. Alvin menghirup udara dalam-dalam, ia tersenyum kecil. Pagi hari adalah saat yang sangat ia sukai.

Melihat bintang-bintang di pagi hari justru lebih menyenangkan daripada saat malam. Apalagi, udara pagi adalah udara paling sejuk dan menyehatkan, karena pada pagi hari belum banyak orang yang melakukan aktivitas. Alvin memencet fitur kamera yang ada di ponselnya, kemudian ia memotret pemandangan yang begitu menarik di matanya.

Melirik jam pada ponsel, Alvin mendengus. Hari Senin, saatnya sekolah dan melakukan upacara yang sangat menyebalkan baginya. Apalagi hari ini Alvin kedapatan tugas menjadi pemimpin barisan kelas dua belas. Alvin menutup pintu balkonnya setelah masuk ke dalam, ia kemudian melangkah ke kamar mandi untuk memulai aktivitasnya pada pagi hari ini.

***

Alvin duduk di bangkunya yang terletak di bagian pojok kelas. Seperti biasa, Alvin memainkan ponselnya sambil sesekali mengedarkan pandangan ke penjuru kelasnya. Ini adalah jam istirahat, yang artinya tidak banyak anak yang berada di dalam kelas.

Ekor mata Alvin menangkap sosok gadis yang dikenalnya sedang bermain dengan gadis lain. Alvin memperhatikan gerakan gadis itu, sampai mata keduanya bertemu sesaat, dan gadis itu tersenyum kecil melihat Alvin.

Alvin membalas senyum Afrida, hanya sekilas, karena sahabatnya itu kembali bersenda gurau dengan Dina.

Bel tanda dimulainya pelajaran telah berbunyi, terdengar sangat nyaring di telinga Alvin. Alvin melihat Afrida yang masih setia berdiri di depan kelas bersama Dina, meskipun teman-temannya yang lain telah masuk ke dalam kelas. Dan pandangan Alvin beralih memperhatikan ponsel saat tahu Afrida menoleh padanya.

For ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang