For A [14]

30 2 3
                                    

Aku mah apa sih, cuma pemeran pengganti waktu pemeran utamanya nggak ada.

***

Alvin celingukan untuk mencari Afrida. Ia mencari Afrida untuk memastikan keadaan Sang Pacar yang sekilas tadi Alvin melihatnya dibawa oleh petugas kesehatan.

Matanya menatap liar ke sekeliling, mencari-cari sosok berambut sepunggung dengan warna coklat kehitam-hitaman pada bagian bawah rambutnya. Lama mencari, akhirnya Alvin menemukan gadis itu bersama dengan Dina di bagian pintu masuk area perkemahan. Langsung saja Alvin menghampiri Afrida tanpa basa-basi.

"Af!" Afrida terlihat kaget, kemudian ia menoleh pada Alvin. "Jia kemana?

Perubahan raut wajah Afrida yang semula senang menjadi cemberut sama sekali tak tertangkap indra penglihatan Alvin. Cowok itu hanya melihat Afrida yang mengangkat sebelah alisnya. "Lah, dia dibawa sama kakel tadi, pingsan dia. Masa lo yang cowoknya nggak tau?"

"Berarti tadi beneran dia ya? Gue tanya lo buat mastiin aja, makasih ya Af!"

Afrida hanya mengangguk dan segera berlalu dari hadapan Alvin.

Alvin mengacak rambutnya frustasi. Ia tidak berhasil menjaga kekasihnya agar tidak sakit. Sebagai kekasih, tentu saja dia merasa gagal. Rasanya tidak tenang ketika kalian mendengar kabar bahwa pacar kalian sakit, iya kan?

Tanpa basa-basi, Alvin segera menuju ke tempat dimana para murid-murid yang sakit beristirahat, tenda induk. Untung saja pekerjaan sangganya sudah selesai, jadi Alvin tak perlu repot-repot menyelesaikannya terlebih dahulu.

Sesampainya di tenda induk, Alvin menemukan Jia yang tampak tidur dengan tenang. Perlahan dia menghela napas, kemudian pergi dari sana dengan hati kecewa karena tak bisa menemui Jia dalam keadaan sadar.

***

"Lo kenapa Af, kok nggak bisa diem daritadi? Keliatan cemas gitu." Setelah berdebat dengan pikirannya, akhirnya Dina mengungkapkan rasa penasarannya.

Afrida yang ditanyai seperti itu tentu saja gelagapan. "Hah? Oh, eng-enggak tuh. Gu-gue biasa aja. Emang gue kenapa?"

Dina menyipitkan matanya menatap Afrida. "Lo aneh," ujarnya.

"Perasaan lo aja kali." Afrida mengibas-ngibaskan tangannya seperti mengusir nyamuk.

Keduanya kini tengah dalam perjalanan menuju masjid yang untungnya berada di dekat area perkemahan. Dina sendiri tahu kalau ada yang tidak beres dengan Afrida, mengingat sedari tadi Afrida melihati ponsel dengan gelisah.

"Af, jujur deh sama gue. Lo kenapa sih? Daritadi liatin hp, abis itu liatin gue. Ada yang aneh sama gue?" Kedua alis Dina bertautan.

"Iya, ada yang aneh. Sejak kapan di wajah lo ada angusnya? Hahahaha." Afrida lantas tertawa terbahak-bahak sambil berlari menuju masjid.

"Sialan lo, Af!" teriak Dina. Tangannya berusaha membersihkan angus yang dimaksud oleh Afrida. "Woy, mana nggak ada angus tuh!" Dina mengejar Afrida yang sudah sampai masjid dengan kesal.

"Sst! Nggak boleh teriak-teriak di masjid!" Afrida berkata serius sambil menempelkan jari telunjuknya di bibir.

Dina memutar bola mata, lantas mulai melepas sepatunya untuk bergabung dengan Afrida yang sudah menuju ke tempat wudhu. Gadis itu berlari kecil untuk menyusul Afrida yang sudah mendapat giliran untuk berwudhu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

For ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang