Afrida berdecak sebal karena ia terlambat masuk ke sekolah. Kini, ia sedang berdiri di halaman sekolah bersama dengan dua belas siswa lainnya, dengan delapan orang laki-laki, dan empat orang perempuan.
Afrida memperhatikan sekelilingnya. Tampak sekali wajah-wajah santai, yang tentunya terlihat pada wajah para lelaki. Sepertinya, mereka ini terbiasa terlambat.
Meskipun Afrida sering terlambat juga, ia tidak seperti itu. Afrida paling malas disuruh berdiri di halaman sekolah, tetapi ia juga paling malas berangkat pagi.
Afrida hanya diam saat guru laki-laki, yang dikenal dengan panggilan pak Iguh itu mengomel. Ia kembali melihat sekeliling, dimana para siswi saling berbisik, malah sempat mengobrol ketika dihukum seperti ini.
Afrida tersentak kaget ketika pak Gani menanyainya. "Apa, Pak?" tanyanya kebingungan, karena sedari tadi hanya melamun.
"Bagus banget ya, udah telat, masih aja ngelamun." Afrida menghela napas saat mendengar cibiran dari pak Gani. "Kenapa kamu terlambat?"
"Busnya dateng terlambat, Pak," kata Afrida sambil menunduk.
"Salah kamu itu. Kamu yang kesiangan, bukan busnya." Afrida mendelik, masih menunduk. Percuma lah dia membela dirinya sendiri, karena ia akan tetap salah di mata guru.
Guru selalu benar.
Padahal Afrida tak berbohong soal bus yang terlambat. Ia sudah berangkat seperti kemarin, dan hari ini bus itu terlambat sepuluh menit dari yang seharusnya.
Afrida seringkali terlambat, jadi tak menutup kemungkinan jika guru-guru kedisiplinan itu mengenal dirinya. Satu yang sampai kini masih membuatnya heran, Afrida sering terlambat, tetapi ia tak pernah dihukum seperti yang pernah temannya ceritakan padanya.
Pak Iguh terdengar memanggil kelas-kelas. Dan terlihat beberapa siswa yang sudah mulai masuk ke dalam ruang BK untuk meminta surat keterangan terlambat.
Afrida masih harus menunggu cukup lama, karena baru anak kelas sepuluh yang diperbolehkan masuk.
"Sebelas ipa empat." Buru-buru Afrida mengangkat tangannya. Pak Iguh memandangnya, lalu berujar, "Ya, sana masuk."
Afrida menghembuskan nafas lega karena akhirnya diperbolehkan masuk. Ia segera berjalan menuju ruang BK, dan meninggalkan tasnya di halaman. Afrida tak menyadari bahwa ada orang lain yang berjalan di sampingnya.
Afrida baru menyadari keberadaan orang itu ketika mendengar langkah kaki. Afrida menolehkan kepalanya, dan melihat Deni yang saat itu juga melihatnya. "Telat juga lo?" tanya Afrida, yang disambut anggukan Deni.
Afrida memasuki ruang BK yang lumayan penuh oleh siswa kelas sebelas. Ia kemudian menulis namanya pada buku yang bertuliskan 'daftar siswa yang terlambat'.
Setelah menulis namanya, Afrida meminta surat keterangan terlambat pada guru, yang langsung diberikan oleh guru itu. Afrida menuliskan namanya, tak lupa juga menulis alasan mengapa ia terlambat.
Setelah mendapat surat itu, Afrida dan Deni kembali ke halaman sekolah, lalu menyerahkan surat itu pada pak Iguh. Mereka mengambil tasnya, kemudian menyalami 3 guru yang ada, dan meminta kembali surat tadi dari pak Iguh.
Afrida menghela napas panjang. Ia berjalan masuk ke halaman sekolah bagian dalam sambil menunduk. Afrida berjalan santai, tanpa peduli dengan siswa lain yang sedang mendapat jam olahraga dan melihati dirinya.
Tak lama kemudian, Afrida sudah sampai di depan kelasnya. Cewek itu mengetuk pintu, lalu membukanya.
"Permisi, Bu," ujar Afrida sopan. Ia berjalan menuju meja guru, lalu menyalami bu Teteh. Kegiatan Afrida diikuti oleh Deni. "Maaf, Bu, saya terlambat." Afrida menyerahkan surat pemberian guru BK tadi kepada guru itu, begitu pula dengan Andre.
KAMU SEDANG MEMBACA
For A
Genç KurguKata orang-orang, tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Yah, aku tahu itu, tapi aku tak percaya. Ada kok. Buktinya? Aku. Tapi kenyataannya, akulah yang terjatuh dalam pesona sahabatku sendiri. Demi apapun, aku menyes...